Diolah jadi Rambut Barong, Tumbuhan Ini Juga Selamatkan Terumbu Karang Tulamben
Tumbuhan Gebang (Agave sp.) yang banyak ditemui di Desa Dukuh, Kubu, Karangasem, kini mulai dikembangkan untuk meningkatkan taraf ekonomi masyarakat dan kelangsungan ekologi terumbu karang di Desa Tulamben.
AMLAPURA, NusaBali.com
Nama Gebang mungkin terasa asing di telinga, namun ternyata tumbuhan yang bernama latin Agave sp. ini memiliki jasa yang tidak bisa disepelekan untuk kelangsungan perekonomian masyarakat Desa Dukuh dan kelestarian terumbu karang di Desa Tulamben, Kubu, Karangasem. Hal itu pertama kali dipromotori oleh CI (Conservation International) Indonesia, yang sejak 2 tahun lalu getol mengobservasi tumbuh kembang dan kegunaan Gebang, hingga memberdayakan masyarakat di Desa Dukuh untuk menanam Gebang, di samping juga bisa dimanfaatkan sebagai kerajinan bagi masyarakat setempat.
“Jadi, pendekatan konservasi kita adalah Ridge to Reef (Nyegara Gunung), di mana, Gebang ini kemudian jadi sangat penting di Desa Dukuh yang notabene berada langsung di atas laut Tulamben. Jadi, kita di CI sangat konsen dengan ekosistem laut, salah satunya ekosistem terumbuh karang di Tulamben,” ungkap Adi Mahardika, selaku Officer Reforestasi Bentang Alam Gunung Agung di CI Indonesia, Rabu (12/12/2018) kepada NusaBali.
Tidak bisa dipungkiri, letak geografis yang berhubungan antara Desa Dukuh yang letaknya lebih di atas, tepatnya di kaki Gunung Agung dan Desa Tulamben yang bersinggungan langsung dengan laut, yang mana masyarakatnya hidup dari hasil pariwisata bahari, menjadi hal yang cukup serius untuk ditanggulangi, sebelum musim hujan menerjang dan aliran lumpurnya mengalir ke laut, yang secara langsung mempengaruhi sedimentasi pada terumbu karang.
Berangkat dari masalah itu, CI Indonesia menganggap perlu adanya pendekatan-pendekatan alami dari hulu ke hilir, salah satunya dalam wujud budidaya tumbuhan Gebang. Menurut Adi yang lulusan S2 Botani di The University of Edinburgh, Inggris, Gebang memiliki struktur akar yang mampu menjalar dan mencengkram permukaan tanah di Desa Dukuh yang bertekstur kering dan berpasir. “Sebenarnya, tumbuhan lain memiliki peran penting juga dalam menjaga tanah permukaan, misalnya Intaran atau Akasia. Namun, Gebang adalah salah satu tumbuhan yang cepat pertumbuhannya dan manfaat ekonominya sudah nyata dirasakan oleh masyarakat,” sambungnya lagi.
Tekstur Gebang yang berserat seperti rambut putih telah dimanfaatkan untuk bahahan rambut barong, rangda, hiasan penjor, juga ogoh-ogoh, yang biasa dijual ke daerah Gianyar, khususnya oleh sebuah kelompok tani ternak ‘Dharma Kerti’ di Banjar Dinas Bahel, Desa Dukuh. Sejak tahun 2000, Gebang mulai diterima masyarakat, walau sebelumnya sempat diterabas karena dianggap menjadi hama. Sejak kedatangan CI Indonesia sekira 2 tahunan lalu, serat Gebang diberdayakan kembali menjadi kerajinan-kerajinan lain seperti tas, alas gelas, tempat laptop, hingga tong sampah.
Menurut I Nyoman Dharma, selaku Ketua Kelompok Tani Ternak Dharma Kerti, kelompok yang beranggotakan 18 orang pria dan wanita itu, memproduksi gembrang (serat Gebang yang telah dirangkai) sesuai pesanan. Per meternya dijual seharga Rp.4.000 ke pengepul. Dalam sehari, kelompoknya dapat menghasilkan 150 meter gembrang.
Tidak tanggung-tanggung, hibah Rp 60 juta digelontorkan CI Indonesia pada kelompok tani ternak tersebut untuk membeli 6000 bibit Gebang yang ditanam di lahan seluas 2 hektar milik I Nengah Parianta yang rela berbagi lahan untuk kelangsungan hidup Gebang. “Menurut saya bagus. Untuk kedepan kan pasti ada penghasilan, ketimang lahannya kosong, semak-semak saja. Ketika mulai proyek ini, mulai lah terisi,” ungkap Parianta saat sedang menambang pasir di sisa lahannya.
Diketahui, kendala yang sering kali dihadapi dalam budidaya tumbuhan Gebang ini adalah curah hujan yang jarang, sehingga membuat Gebang sulit tumbuh dengan sehat, yang mana pertumbuhan daunnya lebih kecil dari ukuran normal, sepanjang 1,5 meter. Namun, dibalik kendala itu, Adi berharap agar keberadaan Gebang ini kemudian menjadi perpanjangan tangan untuk pariwisata yang berkelanjutan di Kecamatan Kubu, khususnya di Desa Dukuh dan Tulamben.
“Harapannya, akan terbangun sebuah pariwisatan berkelanjutan. Pengunjung dapat mempelajari kehidupan masyarakat Desa Dukuh yang kaitannya sangat erat dengan alam, dan tidak hanya untuk berwisata, pengunjung juga dapat belajar tentang konservasi di sana tentu dengan pendekatan ke hulu-hilir tadi. Bagaimana tata kelola lanskap di sana dapat berpengaruh terhadap konservasi ekosistem terumbu karang di Tulamben,” tutup Adi mantap. *cr41
Komentar