Pamangku Tewas Tertimpa Beton
Dak beton yang digarap korban Jro Mangku Nyoman Warmadi dalam proyek rumah milik sepupunya, diduga ambruk karena salah konstruksi
Petaka Saat Kerjakan Bangunan Rumah di Kelurahan Dauhwaru
NEGARA, NusaBali
Pamangku Pura Bale Agung, Desa Pakraman Dauhwaru, Kecamatan Jembrana, Jro Mangku I Nyoman Warmadi, 52, meninggal secara tragis, Senin (25/2) pagi. Jro Mangku Warmadi tewas tertimpa dak beton proyek rumah yang sedang digarapnya di pekarangan milik keluarga sepupunya, I Made Arta, 49, di Lingkungan Sawe Munduk Waru, Kelurahan Dauhwaru.
Informasi di lapangan, saat musibah maut terjadi, Senin pagi sekitar pukul 07.30 Wita, koban Jro Mangku Warmadi yang bertindak sebagai pemborong merangkap tukang bangunan, bekerja di lokasi proyek bersama adik kandungnya, I Ketut Puji Wardana, 48. Saat itu, dua kakak adik asal Lingkungan Sawe Munduk Waru, Kelurahan Dauhwaru ini berusaha melepaskan steger atau tiang penyangga dak beton di depan rumah yang digarapannya.
Ketika berusaha melepaskan steger dak beton tersebut, korban Jro Mangku Warmadi bertugas naik ke atas tangga. Sedangkan adiknya, Ketut Puji Wardana, bertugas memegang tangga dan bagian bawah steger. Naas, ketika melepas steger terakhir, dak beton berukuran 3 meter x 1 meter pada ketinggian sekitar 3 meter tiba-tiba ambruk, menimpa korban beserta tangga yang dinaikinya.
Walhasil, dak beton jatuh ke tanah bersama korban itu, di mana Jro Mangku Warmadi tertimpa di bagian dada. Korban langsung tidak sadarkan diri. Sedangkan adiknya, Puja Wardana, yang berada di bawah, berhasil menghindar dari dak beton jatuh. “Kejadian persis saat bongkar steger. Ada 8 steger dari bambu yang dilepas. Pas ketika melepas steger ke-8, tiba-tiba dak ambruk. Saya sendiri berhasil menghindar,” tutur adik korban, Puji Wardana, saat ditemui NusaBali di rumah duka kemarin.
Puji Wardana sendiri sempat berusaha mengangkat dak beton yang menimpa dada kakaknya itu. Dia berupaya sendirian, karena tidak ada orang lain di TKP. Namun, karena berat, dak beton gagal dia angkat. Puji Wardana pun berteriak minta tolong, hingga akhirnya datang bantuan dari warga sekitar bersama para guru SDN 2 Dauhwaru yang kebetulan berada dekat lokasi TKP.
Korban Jro Mangku Warmadi berhasil dievakuasi dari tindihan dak beton, dalam kondisi pingsan dengan luka lecet di bagian dada dan bibir mengeluarkan buih. Pamangku Pura Bale Agung ini langsung dilarikan ke IRD RSUD Negara. Sayang, nyawanya tidak bisa diselamatkan. Ketika tiba di rumah sakit, Jro Mangku Warmadi sudah keburu meninggal.
Jenazah korban kemudian dibawa pulang keluarganya ke rumah duka di Banjar Dauhwaru, Desa Pakraman Dauhwaru, Senin pagi pukul 10.00 Wita. Hingga saat ini, jenazah korban masih disemayamkan di rumah duka. Rencananya, jenazah Jro Mangku Warmadi akan dikuburkan melalui ritual Makingsan ring Pertiwi di Setra Desa Pakraman Dauhwaru pada Wraspati Wage Medangkugan, Kamis (28/2) lusa.
Korban Jro Mangku Warmadi berpulang buat selamanya dengan meninggalkan istri tercinta Ni Ketut Lemi, 55, dan tiga orang anak: Putu Gede Wiratdana, 30 (sudah menikah dengan memiliki 3 anak/tinggal di Lingkungan Pemedilan, Kelurahan Dauhwaru), I Komang Wiadnyana Putra, 26 (sudah menikah dengan memiliki 1 anak/tinggal di Denpasar), dan Ni Ketut Septiana Dewi, 20 (bekerja di sebuah hotel di Denpasar).
Menurut Puji Wardana, dak beton garapan kakaknya itu diduga ambruk karena salah konstruksi. Dak beton berbentuk persegi panjang yang dipersiapkan sebagai kanopi di atas pintu utama rumah tersebut, sebelumnya telah dicor sekitar 15 hari lalu. Namun, dak beton yang hanya ditempel menyatu di atas ujung tembok itu tidak memiliki pegangan kuat.
“Saya lihat memang salah konstruksi. Harusnya, ada pegangan juga di sampingnya, atau minimal diikat tulangan besi. Tapi, kemungkinan waktu buat cor-coran itu kakak saya lupa memasang ikatan tulangannya. Kebetulan, waktu buat cor-coran itu, kakak tidak kerja sama saya, melainkan sama tukangnya yang lain,” papar Puji Wardana yang juga seorang tukang bangunan.
Sebenarnya, kata Puji Wardana, saat diajak membongkar steger dak beton tersebut kemarin pagi, dirinya sudah tidak yakin dengan pekerjaan akan mudah. Dia pun sempat meminta kakaknya untuk membiarkan dulu stegernya, sambil mempersiapkan pegangan tambahan dak beton tersebut. Namun, sang kakak tetap bersikukuh untuk langsung membongkar steger, hingga terjadi petaka maut itu.
“Sebelum datang ke lokasi, memang kakak saya sudah duluan di sana. Waktu itu, dia sudah membongkar 5 steger. Pas lihat bongkar steger, saya tanya apa tidak lebih baik dibiarkan dulu? Tapi, karena dibilang sudah pasti kuat, akhirnya saya ikut membantu bongkar stegernya,” ungkap Puji Wardana.
Rumah yang digarap korban Jro Mangku Waermadi di Lingkungan Sawe Munduk Waru, Kelurahan Dauhwaru merupakan milik sepupunya, Ni Luh Supardani, 51, yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di kawasan wsiata Kuta, Badung. Rumah tersebut berada satu areal dengan pekarangan rumah I Made Arta, adik dari Luh Supardani. Made Arta yang selama ini dipercaya mengawasi pembangunan rumah tersebut.
Sementara, Kasat Reskrim Polres Jembrana, AKP Yogie Pramagita, mengatakan pihaknya bersama jajaran Polsek Negara sudah terjun ke lokasi kejadian untuk olah TKP dan meminta keterangan saksi-saksi. Polisi juga sudah mendatangi rumah duka korban.
Dari hasil olah TKP dan keterangan saksi-saksi, kata AKP Yogie, peristiwa maut yang merenggut nyawa Jro Mangku Waemadi diduga terjadi akibat kecerobohan korban dalam menggarap rumah milik sepupunya tersebut. “Dari pihak keluarga sudah mengikhlaskan kejadian itu sebagai musibah. Kami tidak sampai melakukan otopsi jenazah,” jelas AKP Yogie saat dikonfirmasi NusaBali teropisah di Negara, Senin kemarin.
Sementara itu, kakak korban Jro Mangku Warmadi, yakni I Wayan Winaya, 58, mengatakan almarhum sudah lama menjadi pemborong bangunan. Selama menjadi pemborong bangunan, almarhum juga terkenal cukup berpengalaman dan pernah menggarap pembangunan sejumlah sekolah dan beberapa perumahan di Jembrana.
Selain menjadi tukang bangunan sekaligus pemborong, Jro Mangku Warmadi juga ngayah sebagai pamangku di Pura Bale Agung, Desa Pakraman Dauhwaru. Menurut Wayan Winaya, almarhum ngayah sebagai pamangku sejak tahun 2010 lalu. “Almarhum menjadi pemangku meneruskan ayah kami, yang dulu juga jadi pamangku di sana. Kebetulan, almarhum yang disuruh meneruskan ngayah,” kenang Winaya yang kesehariannya menjadi guru Agama di SDN 1 Mendoyo Dauh Tukad, Kecamatan Mendoyo, Jembrana saat ditemui NusaBali di rumah duka, Senin kemarin. *ode
1
Komentar