Prof Suryani Lepas Pasung Tiga Orgil di Desa Datah
Tiga penderita gangguan jiwa di Desa datah, Kecamatan Abang, Karangasem yang dilepas dari belenggu pasung, Minggu kemarin, masing-masing I Nengah Raka, I Ketut Kanten, dan I Ketut Yasa.
Sebanyak 350 Penderita Gangguan Kejiwaan di Bali Dipasung Keluarganya
AMLAPURA, NusaBali
Tiga (3) dari 350 penderita gangguan kejiwaan di Bali yang sudah bertahun-tahun dipasung keluarganya dengan cara kaki dirantai besi, akhirnya menghirup udara bebas. Mereka telah dilepas dari pemasungan oleh psikiater Prof Dr dr Luh Ketut Suryani SpKj bersama tim relawannya yang tergabung dalam Suryani Institute for Health, Minggu (15/5).
Ketiga penderita gangguan jiwa alias orang gila (Orgil) yang dibebaskan dari pemasungan, karena kondinyatakan berangsur sembuh, Minggu kemarin, semuanya berdomisili di Desa Datah, Kecamatan Abang, Karangasem. Mereka masing-masing I Nengah Raka, 61 (dipasung keluarganya di Banjar Lebah, Desa Datah), I Ketut Kanten, 27 (terpasung di Banjar Tengah, Desa Datah), dan I Ketut Yasa, 36 (juga asal Banjar Lebah, Desa Datah).
Prof LK Suryani sendiri yang ikut melepas langsung belenggu pasung ketiga penderita gangguan jiwa di Desa Datah ini, dengan melepas rantai besi yang mengikat kakinya. Sebelum rantai besi dilepas, ketiga Orgil terpasung terlebih dulu diberikan terapi. Prof Suryani juga telah meyakinkan kepada keluarganya, agar penderita gangguan jiwa tersebut dibebaskan, karena penyakitnya telah berangsur sembuh.
Kini, mereka tinggal melanjutkan minum obat secara teratur. Ketiga penderita gangguan jiwa yang baru terbebas dari belenggu pemasungan ini masih dalam pengawasan relawan Suryani Institute for Health pimpinan Prof Suryani. “Ketiga pasien itu sudah saya terapi dan diberi obat. Ternyata, kondisinya mulai membaik, tidak ngamuk-ngamuk lagi,” jelas Prof Suryani di sela aksi membebaskan pemasungan Orgil di Banjar Lebah, Desa Datah, Minmggu kemarin.
“Makanya, rantai pemasungannya dilepas. Tapi, pihak keluarga saya ingatkan keluarganya agar rutin memberikan minum obat, supaya penyakit ketiga pasien tersebut tidak kambuh lagi,” lanjut Guru Besar Psikiatri Fakultas Kedokteran Unud yang juga penyandang predikat ‘Ibu Paling Berpengaruh di Bali Tahun 2009 Versi NusaBali’ ini.
Aksi membebaskan ketiga pasien penderita gangguan jiwa di Desa Datah, Minggu kemarin, merupakan bagian dari kampanye ‘Bali Bebas Pasung 2016’ yang tengah digencarkan Suryani Institute for Health. Menurut Prof Suryani, semula di wilayah Karangasem terdapat 5 penderita gangguan jiwa yang dipasung keluarganya karena perilakunya beringas.
Dengan dibebaskannya trio penderita gangguan jiwa di Desa Datah dari pemasungan: I Nengah Raka, I Ketut Kanten, dan I Ketut Yasa, maka kini tinggal 2 Orgil lagi di Karangasem yang masih dipasung keluarganya. Salah satunya, anak seorang bidan di kawasan Kecamatan Rendang, Karangasem. Satunya lagi adalah I Nyoman Bagia, 66, penderita gangguan jiwa asal Banjar Pangitebel, Desa Antiga Kelod, Kecamatan Manggis, Karangasem yang dipasung keluarganya sejak 1974.
Menurut Prof Suryani, secara keseluruhan di wilayah Bali kini ada 350 penderita gangguan jiwa yang masih dipasung. Mereka akan coba dibebaskan dari belenggu pasung. “Secara keseluruhan, di Bali saat ini tercatat 350 penderita gangguan jiwa yang masih dipasung keluarganya,” jelas Prof Suryani.
Sementara itu, tiga penderita gangguan juga yang dilepas Prof Suryani, Minggu kemarin, dulunya dipasung keluarga mereka karena alasan berbeda-beda. Tapi, intinya perilaku mereka sulit dikendalikan dan cenderung beringas.
Orgil Nengah Raka, misalnya, menderita gangguan jiwa sejak tahun 2001. Sebelum dipasung keluarganya, Nengah Raka sering keluar rumah membawa korek api. Bahkan, dia sering pergi ke pura. Selain itu, perilakunya juga galak. Khawatir si Orgil nekat membakar pura, maka keluarganya memasung Nengah Raka sejak beberapa tahun lalu.
Gangguan jiwa yang mendera Orgil Nengah Raka tersebut bukan merupakan keturunan, tetapi berawal dari stres. Awalnya, Nengah Raka yang tinggal di rumah mertuanya di Desa Tejakula, Kecamatan Tejakula, Buleleng memelihara sapi. Oleh mertuanya, sapi tersebut dijual, tapi Nengah Raka tidak dapat bagian. Sejak itu Nengah Raka stres, lalu kerap ngamuk dan berontak.
Maka, Nengah Raka pulang ke kampung halamannya di Desa Datah, Kecamatan Abang, Karangasem. Kondisinya tetap saja tidak membaik. Nengah Raka sendiri sempat dua kali menikah, namun dua kali pula cerai. Istri pertama adalah Ni Luh Parmita, sementara istri keduanya, Ni Wayan Derek. Dari istri pertamanya, Orgil Nengah Raka dikaruniai 4 anak, sedangkan istri kedua memberi 1 anak.
Menurut salah satu kerabat Orgil Nengah Raka yakni Ni Wayan Darni, selama ini penyakit yang bersangkutan sering kumat setiap jelang rahina Kajeng Kliwon. “Dia (Nengah Raka) sempat diajak berobat ke balian, tapi tidak ada perubahan,” cerita Wayan Darni kepada NusaBali.
Sebaliknya, Orgil Ketut Yasa menderita gangguan jiwa sejak tahun 2004. Ketut Yasa merupakan putra bungsu dari 10 bersaudara keluarga pasangan I Nyoman Seken, 65, dan Ni Ketut Seken, 60. Dikhawatirkan merusak pura dan membahayakan orang lain karena perilakunya yang galak, pihak keluarga kemudian memasung Ketut Yasa dengan rantai di rumahnya di Desa Datah.
“Anak saya ini (Ketut yasa) sempat lima kali dirawat di RSJ Bangli. Karena bosan di RSJ Bangli, selin lantaran kindisinya membaik, dia kemudian pulang ke rumah. Tapi, penyakitnya selalu kambuh lagi,” jelas sang ayah, Nyoman Seken. 7 k16
1
Komentar