Sempat Viral, Ogoh-ogoh Dibakar karena Ada 'Ancaman'
Hasil paruman menyebut bahwa sejak 2016 Desa Kediri, Tabanan, saat hari pangerupukan tidak membuat ogoh-ogoh. Saat pangerupukan dirayakan dengan ritual Tektekan Nangkluk Merana.
TABANAN, NusaBali
Media sosial Instagram dan facebook sempah dihebohkan oleh video pembakaran ogoh-ogoh yang dilakukan sekelompok pemuda, Selasa (26/2) malam. Lokasi kejadian tersebut diketahui berada di Banjar Puseh, Desa/Kecamatan Kediri, Tabanan. Bahkan video tersebut dilengkapi teks, ogoh-ogoh dibakar karena adanya dugaan ancaman kepada orangtua pemuda, yakni apabila pembuatan ogoh-ogoh tersebut tetap dilanjutkan, orangtua pemuda yang membuat ogoh-ogoh terancam sanksi tidak lagi diajak meadat atau mebanjar.
Berdasar informasi di lapangan, ogoh-ogoh dimaksud dibuat oleh sekelompok pemuda tidak mengatasnamakan Sekaa Teruna (ST) Banjar Puseh. Ogoh-ogoh dibuat di rumah warga di Banjar Jagasatru, Desa Kediri, akan tetapi rumah tempat pembuatan ogoh-ogoh tersebut milik salah seorang warga dari Banjar Puseh, Desa Kediri.
Setelah ada pemberitahuan itu, sekelompok pemuda diperkirakan berjumlah 15–20 orang langsung membakar dan merusak ogoh-ogoh yang dibuat di dekat pembuangan sampah masuk Banjar Puseh, Desa Kediri, Kecamatan Kediri. Mereka membakar ogoh-ogoh dimaksud karena diduga ada ancaman, yakni orangtua pemuda yang membuat ogoh-ogoh akan tidak lagi diajak mebanjar atau meadat.
Terkait hal tersebut Bendesa Adat Kediri Anak Agung Ngurah Gede Panji Wisnu didampingi Kelian Adat Banjar Puseh Ida Bagus Manik Purwa melakukan klarifikasi. Bahwa ancaman seperti yang tertera di dalam video tersebut tidak ada. Sebab saat prajuru melakukan pendekatan kepada para orangtua, hanya berupa imbauan jika diteruskan akan ada sanksi sesuai keputusan paruman, sebab tidak membuat ogoh-ogoh sudah dituangkan dalam pararem. “Sama sekali tidak ada ancaman saat kami lakukan pendekatan,” ungkapnya, Rabu (27/2).
Menurut Panji Wisnu, sebelum tahun 2016 Desa Kediri saat pangerupukan atau sehari sebelum Hari Raya Nyepi sudah sepakat tidak membuat ogoh-ogoh. Kemudian kesepakatan itu ditelurkan dalam keputusan paruman desa tahun 2016, bahwa Desa Kediri saat hari pangerupukan tidak membuat ogoh-ogoh melainkan dirayakan dengan ritual Tektekan Nangkluk Merana yang mempunyai makna secara sekala niskala.
“Keputusan ini sudah disosialisasikan kepada masyarakat, di samping itu saat paruman semua unsur hadir, mulai kelian adat, kelian dinas, ketua sekaa teruna se -Desa Kediri, dan perbekel,” jelasnya.
Namun entah kenapa sekelompok pemuda yang tidak mengatasnamakan Sekaa Teruna Banjar Puseh ini membuat ogoh-ogoh tanpa ada permintaan dan persetujuan dari prajuru. Setelah pihak prajuru mengetahui adanya pembuatan ogoh-ogoh, dilakukan pendekatan sebanyak dua kali. Saat pendekatan, kelompok pemuda tersebut sempat meminta izin untuk meneruskan pembuatan ogoh-ogoh ke Bendesa Adat Kediri. Namun karena sudah merupakan keputusan paruman (sepakat untuk tidak membuat ogoh-ogoh, Red), pihak bendesa tidak mengizinkan.
“Setelah tidak diizinkan akhirnya dengan kesadaran sendiri ogoh-ogoh tersebut dibongkar sendiri, bukan kami yang membongkar,” beber Wisnu Panji.
Ditambahkannya, ogoh-ogoh yang dibuat tersebut belum dilengkapi kepala. Pihaknya mengetahui adanya pembuatan ogoh-ogoh pada Senin (25/2) lalu. Kemudian prajuru melakukan pendekatan baik ke kelompok pemuda dan kepada orangtua pemuda. “Alasan mereka buat ogoh-ogoh karena kepingin saja,” tuturnya.
Dengan kejadian tersebut, dan agar tidak terulang peristiwa serupa, pihaknya akan kembali melakukan sosialisasi perihal keputusan paruman terkait saat pangerupukan tidak membuat ogoh-ogoh. Sebab apa yang dijalankan adalah sesuai dengan hasil paruman. “Hasil dari paruman ini secara spesifik memang tidak ada sanksi. Kalau ada pelanggaran, kami rembuk. Ada kerta desa yang berhak memberikan keputusan,” tandas Wisnu Panji. *de
Media sosial Instagram dan facebook sempah dihebohkan oleh video pembakaran ogoh-ogoh yang dilakukan sekelompok pemuda, Selasa (26/2) malam. Lokasi kejadian tersebut diketahui berada di Banjar Puseh, Desa/Kecamatan Kediri, Tabanan. Bahkan video tersebut dilengkapi teks, ogoh-ogoh dibakar karena adanya dugaan ancaman kepada orangtua pemuda, yakni apabila pembuatan ogoh-ogoh tersebut tetap dilanjutkan, orangtua pemuda yang membuat ogoh-ogoh terancam sanksi tidak lagi diajak meadat atau mebanjar.
Berdasar informasi di lapangan, ogoh-ogoh dimaksud dibuat oleh sekelompok pemuda tidak mengatasnamakan Sekaa Teruna (ST) Banjar Puseh. Ogoh-ogoh dibuat di rumah warga di Banjar Jagasatru, Desa Kediri, akan tetapi rumah tempat pembuatan ogoh-ogoh tersebut milik salah seorang warga dari Banjar Puseh, Desa Kediri.
Setelah ada pemberitahuan itu, sekelompok pemuda diperkirakan berjumlah 15–20 orang langsung membakar dan merusak ogoh-ogoh yang dibuat di dekat pembuangan sampah masuk Banjar Puseh, Desa Kediri, Kecamatan Kediri. Mereka membakar ogoh-ogoh dimaksud karena diduga ada ancaman, yakni orangtua pemuda yang membuat ogoh-ogoh akan tidak lagi diajak mebanjar atau meadat.
Terkait hal tersebut Bendesa Adat Kediri Anak Agung Ngurah Gede Panji Wisnu didampingi Kelian Adat Banjar Puseh Ida Bagus Manik Purwa melakukan klarifikasi. Bahwa ancaman seperti yang tertera di dalam video tersebut tidak ada. Sebab saat prajuru melakukan pendekatan kepada para orangtua, hanya berupa imbauan jika diteruskan akan ada sanksi sesuai keputusan paruman, sebab tidak membuat ogoh-ogoh sudah dituangkan dalam pararem. “Sama sekali tidak ada ancaman saat kami lakukan pendekatan,” ungkapnya, Rabu (27/2).
Menurut Panji Wisnu, sebelum tahun 2016 Desa Kediri saat pangerupukan atau sehari sebelum Hari Raya Nyepi sudah sepakat tidak membuat ogoh-ogoh. Kemudian kesepakatan itu ditelurkan dalam keputusan paruman desa tahun 2016, bahwa Desa Kediri saat hari pangerupukan tidak membuat ogoh-ogoh melainkan dirayakan dengan ritual Tektekan Nangkluk Merana yang mempunyai makna secara sekala niskala.
“Keputusan ini sudah disosialisasikan kepada masyarakat, di samping itu saat paruman semua unsur hadir, mulai kelian adat, kelian dinas, ketua sekaa teruna se -Desa Kediri, dan perbekel,” jelasnya.
Namun entah kenapa sekelompok pemuda yang tidak mengatasnamakan Sekaa Teruna Banjar Puseh ini membuat ogoh-ogoh tanpa ada permintaan dan persetujuan dari prajuru. Setelah pihak prajuru mengetahui adanya pembuatan ogoh-ogoh, dilakukan pendekatan sebanyak dua kali. Saat pendekatan, kelompok pemuda tersebut sempat meminta izin untuk meneruskan pembuatan ogoh-ogoh ke Bendesa Adat Kediri. Namun karena sudah merupakan keputusan paruman (sepakat untuk tidak membuat ogoh-ogoh, Red), pihak bendesa tidak mengizinkan.
“Setelah tidak diizinkan akhirnya dengan kesadaran sendiri ogoh-ogoh tersebut dibongkar sendiri, bukan kami yang membongkar,” beber Wisnu Panji.
Ditambahkannya, ogoh-ogoh yang dibuat tersebut belum dilengkapi kepala. Pihaknya mengetahui adanya pembuatan ogoh-ogoh pada Senin (25/2) lalu. Kemudian prajuru melakukan pendekatan baik ke kelompok pemuda dan kepada orangtua pemuda. “Alasan mereka buat ogoh-ogoh karena kepingin saja,” tuturnya.
Dengan kejadian tersebut, dan agar tidak terulang peristiwa serupa, pihaknya akan kembali melakukan sosialisasi perihal keputusan paruman terkait saat pangerupukan tidak membuat ogoh-ogoh. Sebab apa yang dijalankan adalah sesuai dengan hasil paruman. “Hasil dari paruman ini secara spesifik memang tidak ada sanksi. Kalau ada pelanggaran, kami rembuk. Ada kerta desa yang berhak memberikan keputusan,” tandas Wisnu Panji. *de
Komentar