Tanpa Jineng, Mantenin Dewa Padi Bisa di Sanggah
Jika Jineng ada, maka Mantenin (mengupacarai) Dewa Nini / Dewa Padi dilakukan di bangunan ini.
Sebagaimana tradisi ritual Hindu Bali, Dewa Nini atau Dewa Padi merupakan simbolik Dewi Sri atau Dewa Kesuburan. Bentuknya, menyerupai orang-orangan yang dihias. Dewa Nini dibuat yang empunya sawah pada saat panen. Simbolik Dewa Sri kemudian diletakkan di dalam Jineng, diawali dengan prosesi Mantenin.
Artikel Terkait : Dulu Stana Bhatara Sri, Kini Rumah Turis
Sebelum Mantenin, rentetan ritual pertanian di Bali dimulai dengan Magpag/ Ngendag Toya (menjemput air) untuk mengaliri sawah), Nyuwinih/memulih (menyemai bibit), madewasa mamula (mengawali menanam), hingga upacara mabiyu/mabae kukung dan seterusnya. ‘’Jika tak lagi punya Jineng, maka tempat Mantenin menyesuaikan. Bisa di pamerajan atau sanggah di Bale Piyasan,” ujar I Wayan Oka, seorang tetua di Banjar Anggabaya, Desa Penatih, Denpasar, Jumat (22/2). Ketiadaan Jineng tak mesti meniadakan ritual pertanian tersebut. Kalau memang jineng masih ada, tentu ideal upacara Mantenin di Jineng.
Tetapi kenyataan tak semua keluarga petani sejak awal belum tentu memiliki Jineng. Maka palinggih di sanggah sebagai tempat Mantenin Dewa Sri. Mantan bendesa yang kini ngamangkuin di Pura Melanting, Pasar Anggabaya ini menuturkan sebagaimana di tempat lain, jumlah bangunan jineng di Anggabaya juga menyusut. “Tentu karena perkembangan zaman yang tak bisa dihindari,” ujarnya. Hal senada disampaikan Pangliman Subak Umabaya, Anggabaya I Made Jada,68. “Jika tak ada jineng, Ngulapin atau Mantenin Dewa Sri dilakukan di merajan atau sanggah,” ujarnya. Kata Jada, ketiadaan jineng atau lumbung tak mesti memutus rantai ritual upacara pertanian di subaknya di Subak Umabaya.7 nata
1
Komentar