MMDP Imbau Pengarakan Ogoh-Ogoh hingga Jam 6 Sore
Pengarakan ogoh-ogoh yang akan dilaksanakan saat Pangerupukan atau sehari sebelum Nyepi, Rabu (6/3), Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) Kabupaten Jembrana mengimbau ke para bendesa se-Jembana agar membatasi kegiatan pengarakan ogoh-ogoh maksimal sampai pukul 18.00 Wita atau jam 6 sore.
NEGARA, NusaBali
Pembatasan waktu kegiatan pengarakan ogoh-ogoh itu dimaksudkan mengantisipasi gesekan di masyarakat. Ketua MMDP Jembrana, I Nengah Subagia, Selasa (5/3) mengatakan terkait Hari Suci Nyepi yang juga bertepatan dengan tahun politik ini, pihaknya maupun Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) tidak ada melarang pembuatan ogoh-ogoh. Namun dalam pembuatan maupun pengarakan ogoh-ogoh, pihaknya tetap ingin berjalan aman dan tertib.
“Memang ogoh-ogoh ini, sebenarnya tidak masuk sarana pokok keagamaan. Tetapi merupakan bagian kreatifitas Sekaa Teruna Teruni (STT), dan kami memberikan ruang untuk tetap melaksanakan itu. Tetapi dalam pelaksanaan, kami minta tetap agar diawasi,” ujarnya.
Sebelumnya terkait pembuatan ogoh-ogoh, pihaknya menekankan kepada para bendesa agar melarang keras pembuatan ogoh-ogoh yang berbau politik maupun suku, ras, agama, dan antar golongan (SARA). Dari pemantauan jajarannya, dipastikan ogoh-ogoh yang telah dibuat di masing-masing STT maupun kelompok-kelompok masyarakat, sudah memenuhi ketentuan tersebut. “Pembuatan ogoh-ogoh sudah berjalan dengan baik. Tinggal yang perlu menjadi perhatian selanjutnya pengarakan ogoh-ogoh saat Pangerupukan nanti. Kami harap, STT nanti juga tetap mengikuti arahan dari masing-masing desa,” ucapnya.
Secara khusus, kata Subagia, pihaknya juga sudah membuat imbauan ke masing-masing bendesa bersama para jajaran desa pakraman, untuk mengatur dengan baik kegiatan pengarakan ogoh-ogoh tersebut. Khususnya mengenai rute serta waktu kegiatan pengarakan ogoh-ogoh.
Terkait rute, pihaknya meminta agar tidak ada pengarakan ogoh-ogoh keluar wilayah banjar maupun desa pakraman masing-masing. “Kalau bisa, sebenarnya kita harapkan pengarakan ogoh-ogoh cukup ngider (mengelilingi) di banjar masing-masing. Tetapi kalau ada yang bisa gabung ngider di desa, tetap dipersilakan asal diatur sebaik-baiknya. Jangan sampai keluar dari wilayah desa,” ungkapnya.
Sedangkan terkait waktu pengarakan ogoh-ogoh, pihaknya mengimbau agar dilaksanakan paling maksimal sampai jam 6 sore. Pasalnya, ketika dibiarkan sampai malam, dikhawatirkan memicu gesekan, termasuk dikhawatirkan para STT lupa menjalankan tradisi mabuwu-buwu atau ngerupuk di rumah tangga yang menjadi salah satu kegiatan pokok keagamaan saat pangerupukan. “Mabuwu-buwu itu, sebenarnya harus diingat. Jangan sampai karena terlalu lama, anak-anak malah lupa mabuwu-buwu. Dan nanti sebelum pengarakan ogoh-ogoh, kami berharap tidak ada yang sampai minum-minuman keras,” imbaunya.
Sebelum memasuki Pengerupukan yang dilaksanakan memasuki sandikala atau sore hari, juga ada salah satu ritual wajib, yakni Tawur Kesanga yang biasa dilakukan secara bertahap. Untuk Tawur Kesanga di kabupaten termasuk kecamatan sudah dilaksanakan pukul 12.00 Wita. Kemudian setelah itu, menyusul di masing-masing desa hingga banjar.
“Kalau saya sendiri di Desa Pakraman Baler Bale Agung, di desa maupun banjar sudah selesai paling maksimal pukul 14.00 Wita. Setelah itu, ya lanjut pengarakan ogoh-ogoh. Rasanya waktu sejam mengarak ogoh-ogoh sudah cukup lama. Intinya kami harapkan masing-masing desa juga mengatur waktu dengan baik, dan jangan sampai waktu kegiatan pengarakan ogoh-ogoh terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan,” pungkas Subagia yang juga Bendesa Baler Bale Agung di Kelurahan Baler Bale Agung, Kecamatan Negara ini. *ode
Pembatasan waktu kegiatan pengarakan ogoh-ogoh itu dimaksudkan mengantisipasi gesekan di masyarakat. Ketua MMDP Jembrana, I Nengah Subagia, Selasa (5/3) mengatakan terkait Hari Suci Nyepi yang juga bertepatan dengan tahun politik ini, pihaknya maupun Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) tidak ada melarang pembuatan ogoh-ogoh. Namun dalam pembuatan maupun pengarakan ogoh-ogoh, pihaknya tetap ingin berjalan aman dan tertib.
“Memang ogoh-ogoh ini, sebenarnya tidak masuk sarana pokok keagamaan. Tetapi merupakan bagian kreatifitas Sekaa Teruna Teruni (STT), dan kami memberikan ruang untuk tetap melaksanakan itu. Tetapi dalam pelaksanaan, kami minta tetap agar diawasi,” ujarnya.
Sebelumnya terkait pembuatan ogoh-ogoh, pihaknya menekankan kepada para bendesa agar melarang keras pembuatan ogoh-ogoh yang berbau politik maupun suku, ras, agama, dan antar golongan (SARA). Dari pemantauan jajarannya, dipastikan ogoh-ogoh yang telah dibuat di masing-masing STT maupun kelompok-kelompok masyarakat, sudah memenuhi ketentuan tersebut. “Pembuatan ogoh-ogoh sudah berjalan dengan baik. Tinggal yang perlu menjadi perhatian selanjutnya pengarakan ogoh-ogoh saat Pangerupukan nanti. Kami harap, STT nanti juga tetap mengikuti arahan dari masing-masing desa,” ucapnya.
Secara khusus, kata Subagia, pihaknya juga sudah membuat imbauan ke masing-masing bendesa bersama para jajaran desa pakraman, untuk mengatur dengan baik kegiatan pengarakan ogoh-ogoh tersebut. Khususnya mengenai rute serta waktu kegiatan pengarakan ogoh-ogoh.
Terkait rute, pihaknya meminta agar tidak ada pengarakan ogoh-ogoh keluar wilayah banjar maupun desa pakraman masing-masing. “Kalau bisa, sebenarnya kita harapkan pengarakan ogoh-ogoh cukup ngider (mengelilingi) di banjar masing-masing. Tetapi kalau ada yang bisa gabung ngider di desa, tetap dipersilakan asal diatur sebaik-baiknya. Jangan sampai keluar dari wilayah desa,” ungkapnya.
Sedangkan terkait waktu pengarakan ogoh-ogoh, pihaknya mengimbau agar dilaksanakan paling maksimal sampai jam 6 sore. Pasalnya, ketika dibiarkan sampai malam, dikhawatirkan memicu gesekan, termasuk dikhawatirkan para STT lupa menjalankan tradisi mabuwu-buwu atau ngerupuk di rumah tangga yang menjadi salah satu kegiatan pokok keagamaan saat pangerupukan. “Mabuwu-buwu itu, sebenarnya harus diingat. Jangan sampai karena terlalu lama, anak-anak malah lupa mabuwu-buwu. Dan nanti sebelum pengarakan ogoh-ogoh, kami berharap tidak ada yang sampai minum-minuman keras,” imbaunya.
Sebelum memasuki Pengerupukan yang dilaksanakan memasuki sandikala atau sore hari, juga ada salah satu ritual wajib, yakni Tawur Kesanga yang biasa dilakukan secara bertahap. Untuk Tawur Kesanga di kabupaten termasuk kecamatan sudah dilaksanakan pukul 12.00 Wita. Kemudian setelah itu, menyusul di masing-masing desa hingga banjar.
“Kalau saya sendiri di Desa Pakraman Baler Bale Agung, di desa maupun banjar sudah selesai paling maksimal pukul 14.00 Wita. Setelah itu, ya lanjut pengarakan ogoh-ogoh. Rasanya waktu sejam mengarak ogoh-ogoh sudah cukup lama. Intinya kami harapkan masing-masing desa juga mengatur waktu dengan baik, dan jangan sampai waktu kegiatan pengarakan ogoh-ogoh terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan,” pungkas Subagia yang juga Bendesa Baler Bale Agung di Kelurahan Baler Bale Agung, Kecamatan Negara ini. *ode
Komentar