Tradisi Lukat Geni Digelar di Merajan Puri Satria Kawan
Krama Puri Satria Kawan, Desa Paksebali, Kecamatan Dawan, Klungkung mempunyai cara tersendiri dalam menyambut pergantian tahun baru saka 1941, Kamis (7/3).
SEMARAPURA, NusaBali
Mereka tetap melestarikan tradisi warisan leluhur dengan menggelar Lukat Geni atau perang api yang rutin dilaksanakan setiap Tilem Sasih Kasanga atau pada hari Pangrupukan, Rabu (6/3).
Tradisi Luka Geni sendiri tidak jauh beda dari yang telah berjalan ditahun-tahun sebelumnya. Baik itu menyangkut jumlah peserta maupun sarana yang digunakan yakni berupa daun kelapa kering. Namun yang membedakan pada Pangrupukan kali ini adalah lokasi tempat digelarnya tradiri tersebut. Di mana biasanya pelaksanaan Lukat Geni dilakukan di Catus Pata/Perempatan Desa, kali ini digeser ke Madya Mandala Merajan Agung Puri Satria Kawan.
Kelian Pesamuan Puri Satria Kawan AA Gde Agung Rimawan menyebutkan pemindahan lokasi Lukat Geni dilakukan mengingat pada saat bersamaan berlangsung prosesi Nedunang atau Napak Pertiwi Sesuhunan di Merajan setempat. Pemindahan lokasi ini pun tidak mengurangi makna dan tujuan dari tradisi Lukat Geni tersebut. Menurut Rimawan, Lukat Geni adalah suatu cara pembersihan/penglukatan diri menggunakan sarana api (Dewa Brahma). Lukat Geni atau perang api menggunakan sarana dari daun kelapa kering yang diikat sebanyak 36 lembar atau dijumlah sembilan.
Tradisi Luka Geni sendiri tidak jauh beda dari yang telah berjalan ditahun-tahun sebelumnya. Baik itu menyangkut jumlah peserta maupun sarana yang digunakan yakni berupa daun kelapa kering. Namun yang membedakan pada Pangrupukan kali ini adalah lokasi tempat digelarnya tradiri tersebut. Di mana biasanya pelaksanaan Lukat Geni dilakukan di Catus Pata/Perempatan Desa, kali ini digeser ke Madya Mandala Merajan Agung Puri Satria Kawan.
Kelian Pesamuan Puri Satria Kawan AA Gde Agung Rimawan menyebutkan pemindahan lokasi Lukat Geni dilakukan mengingat pada saat bersamaan berlangsung prosesi Nedunang atau Napak Pertiwi Sesuhunan di Merajan setempat. Pemindahan lokasi ini pun tidak mengurangi makna dan tujuan dari tradisi Lukat Geni tersebut. Menurut Rimawan, Lukat Geni adalah suatu cara pembersihan/penglukatan diri menggunakan sarana api (Dewa Brahma). Lukat Geni atau perang api menggunakan sarana dari daun kelapa kering yang diikat sebanyak 36 lembar atau dijumlah sembilan.
Jumlah ini berada dalam sembilan penjuru arah mata angin atau Dewata Nawa Sanga sebagai pelindung atau benteng keselamatan. Selain itu, obor sebanyak 33 buah juga melengkapi pelaksanaan tradisi ini. Jumlah 33 ini sebagai kekuatan yang terbagi sesuai arah mata angin dan warna. Dari arah timur sebanyak lima buah, selatan sembilan buah, barat tujuh buah dan utara empat buah serta posisi tengah sebagai poros utama sebanyak delapan buah. “Penglukatan itu ada berbagai jenis sarana. Ini kita pakai api (Brahma) sebagai penglukatan,” ujar Rimawan.
Ia berharap melalui pelaksanaan tradisi ini mampu menjaga keharmonisan Bhuana Alit dan Bhuana Agung, menjaga alam beserta isinya, sehingga, umat dalam melaksanakan catur brata penyepian keesokan harinya dapat berjalan dengan baik dan hikmad. “Semoga dengan adanya tradisi ini semakin mepererat persatuan dan kesatuan serta sebagai pedoman bagi generasi muda disini untuk menjaga warisan leluhurnya,” harapnya.
Peserta Lukat Geni, Agung Aris Prayoga menuturkan setelah mengikuti tradisi Lukat Geni mampu meredakan dan menghilangkan segala emosi dan hal-hal negative yang ada didalam diri. Ia mengaku tidak merasakan panas saat bara api dari daun kelapa kering tersebut mengenai tubuhnya. Pemuda setempat ini berharap melalui tradisi ini akan semakin mempererat tali persaudaraan warga setempat. “Kami berharap tradisi ini tetap dilestarikan untuk menjaga dan mempererat tali persaudaraan,” ujar Aris Prayoga yang mengaku telah mengikuti tradisi ini sebanyak enam kali. *wan
Ia berharap melalui pelaksanaan tradisi ini mampu menjaga keharmonisan Bhuana Alit dan Bhuana Agung, menjaga alam beserta isinya, sehingga, umat dalam melaksanakan catur brata penyepian keesokan harinya dapat berjalan dengan baik dan hikmad. “Semoga dengan adanya tradisi ini semakin mepererat persatuan dan kesatuan serta sebagai pedoman bagi generasi muda disini untuk menjaga warisan leluhurnya,” harapnya.
Peserta Lukat Geni, Agung Aris Prayoga menuturkan setelah mengikuti tradisi Lukat Geni mampu meredakan dan menghilangkan segala emosi dan hal-hal negative yang ada didalam diri. Ia mengaku tidak merasakan panas saat bara api dari daun kelapa kering tersebut mengenai tubuhnya. Pemuda setempat ini berharap melalui tradisi ini akan semakin mempererat tali persaudaraan warga setempat. “Kami berharap tradisi ini tetap dilestarikan untuk menjaga dan mempererat tali persaudaraan,” ujar Aris Prayoga yang mengaku telah mengikuti tradisi ini sebanyak enam kali. *wan
Komentar