DPRD Bali Minta Masuk Kurikulum Pendidikan dan Ada Solusi
Penanggulangan Sampah di Bali
DENPASAR,NusaBali
Pergub Nomor 97 Tahun 2018 tentang Penanggulangan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai harus ditindaklanjuti dengan gerakan ke akar rumput. Komisi I DPRD Bali mendesak Gubernur Wayan Koster supaya gerakan bersih sampah di Bali masuk kurikulum pendidikan. Sedangkan Komisi III menyarankan Gubernur Koster memberikan solusi sebagai alternatif ketika bahan-bahan plastik sudah dihapuskan di Bali.
Nyoman Tirtawan, anggota Komisi I DPRD Bali membidangi hukum dan pemerintahan mengatakan, apresiasi dengan kepedulian Pemprov Bali dibawah Gubernur Koster menerbitkan Pergub 97 Tahun 2018 yang bertujuan membersihkan Bali dari sampah. Namun, kata dia, hal tersebut harus ada tindaklanjutnya berupa gerakan ke akar rumput. Salah satunya memasukkan bersih lingkungan (sampah) itu kedalam kurikulum pendidikan. “Masalah kebersihan lingkungan ini harusnya ditranformasi ke dunia pendidikan, dengan memasukkan dalam kurikulum sekolah. Mulai di TK, SD bahkan bisa sampai perguruan tinggi. Tidak terhenti pada peraturan gubernur. Karena kebersihan itu pembentukan karakter generasi muda. Apalagi yang bermuatan lokal,” ujar Tirtawan.
Politisi Partai NasDem ini memberi contoh riil adalah pelaksanaan bersih-bersih di sekolah secara serentak. “Memunguti sampah plastik di lingkungan sekolah sejak mereka masuk di sekolah TK dan SD adalah bentuk atau cara menanamkan hidup bersih sejak dini. Ini metode cuci otak. Supaya anak-anak dan generasi kita membiasakan diri bersih sejak dini,” tegas politisi asal Desa Bebetin, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng ini. “Maka kurikulum lingkungan bersih sudah mendesak dimasukkan dalam dunia pendidikan dasar. Setiap Sabtu misalnya, bisa jutaan siswa sekolah dasar bersih-bersih. Ini sudah pernah saya sampaikan kepada Gubernur Koster. Saya tunggu actionnya,” imbuh Tirtawan.
Sementara Ida Bagus Pada Kusuma, anggota Komisi III DPRD Bali membidangi lingkungan dan pembangunan menyebutkan, Perda tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai ini sudah ada dampaknya. “Minimal berkurang sekian persen per hari sampah plastiknya. Tetap harus ada solusinya. Ketika bahan plastik itu hilang. Harus ada alternatifnya,” ujar politisi Partai Golkar asal Desa Mambal, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung ini.
Pada Kusuma menyebutkan di restoran ketika sedotan plastik sudah dilarang, wisatawan tidak mungkin disuruh menyeruput minumannya tanpa sedotan. Misalnya pihak restoran menyediakan sedotan dari kertas. Atau sekarang sudah ada produk krama Bali berupa sedotan bambu. “Karena ini juga menyangkut pelayanan dan etika,” tegas Pada Kusuma.
Pada Kusuma juga meminta Pemprov Bali tidak hanya melarang dan berupaya mengurangi timbulan sampah plastik sekali pakai dengan mengajak masyarakat tidak menggunakan bahan plastik sekali pakai. “Stop juga distribusi bahan-bahan plastik itu ke Bali. Jadi mengobati rasa sakit itu pada sumber atau asal sakitnya,” tegas mantan Ketua AMPG Golkar Bali ini. *nat
Nyoman Tirtawan, anggota Komisi I DPRD Bali membidangi hukum dan pemerintahan mengatakan, apresiasi dengan kepedulian Pemprov Bali dibawah Gubernur Koster menerbitkan Pergub 97 Tahun 2018 yang bertujuan membersihkan Bali dari sampah. Namun, kata dia, hal tersebut harus ada tindaklanjutnya berupa gerakan ke akar rumput. Salah satunya memasukkan bersih lingkungan (sampah) itu kedalam kurikulum pendidikan. “Masalah kebersihan lingkungan ini harusnya ditranformasi ke dunia pendidikan, dengan memasukkan dalam kurikulum sekolah. Mulai di TK, SD bahkan bisa sampai perguruan tinggi. Tidak terhenti pada peraturan gubernur. Karena kebersihan itu pembentukan karakter generasi muda. Apalagi yang bermuatan lokal,” ujar Tirtawan.
Politisi Partai NasDem ini memberi contoh riil adalah pelaksanaan bersih-bersih di sekolah secara serentak. “Memunguti sampah plastik di lingkungan sekolah sejak mereka masuk di sekolah TK dan SD adalah bentuk atau cara menanamkan hidup bersih sejak dini. Ini metode cuci otak. Supaya anak-anak dan generasi kita membiasakan diri bersih sejak dini,” tegas politisi asal Desa Bebetin, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng ini. “Maka kurikulum lingkungan bersih sudah mendesak dimasukkan dalam dunia pendidikan dasar. Setiap Sabtu misalnya, bisa jutaan siswa sekolah dasar bersih-bersih. Ini sudah pernah saya sampaikan kepada Gubernur Koster. Saya tunggu actionnya,” imbuh Tirtawan.
Sementara Ida Bagus Pada Kusuma, anggota Komisi III DPRD Bali membidangi lingkungan dan pembangunan menyebutkan, Perda tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai ini sudah ada dampaknya. “Minimal berkurang sekian persen per hari sampah plastiknya. Tetap harus ada solusinya. Ketika bahan plastik itu hilang. Harus ada alternatifnya,” ujar politisi Partai Golkar asal Desa Mambal, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung ini.
Pada Kusuma menyebutkan di restoran ketika sedotan plastik sudah dilarang, wisatawan tidak mungkin disuruh menyeruput minumannya tanpa sedotan. Misalnya pihak restoran menyediakan sedotan dari kertas. Atau sekarang sudah ada produk krama Bali berupa sedotan bambu. “Karena ini juga menyangkut pelayanan dan etika,” tegas Pada Kusuma.
Pada Kusuma juga meminta Pemprov Bali tidak hanya melarang dan berupaya mengurangi timbulan sampah plastik sekali pakai dengan mengajak masyarakat tidak menggunakan bahan plastik sekali pakai. “Stop juga distribusi bahan-bahan plastik itu ke Bali. Jadi mengobati rasa sakit itu pada sumber atau asal sakitnya,” tegas mantan Ketua AMPG Golkar Bali ini. *nat
Komentar