Matatah Massal Dibiayai APBDes
Pemerintah Desa Peringsari, Kecamatan Selat, Karangasem menggelar upacara matatah (potong gigi), otonan, dan pawiwahan massal pada Soma Kliwon Uye, Senin (11/3).
AMLAPURA, NusaBali
Biaya Manusia Yadnya ini bersumber dari APBDes tahun 2019. Peserta matatah, otonan, dan pawiwahan digratiskan. Ini merupakan program pertama kalinya upacara Manusia Yadnya massal menggunakan dana desa.
Manusa Yadnya yang digelar di Kantor Desa Peringsari ini tiga sulinggih yakni Ida Pedanda Gede Made Putra Lusuh dari Geria Celit, Ida Rsi Begawan Waraspati dari Geria Padangaji Banjar Padangaji Kangin, dan Ida Pandita Mpu Dukuh Jayati dari Geria Badeg Dukuh. Peserta matatah missal 186 orang, otonan 162 orang, dan 12 pasang pengantin tua menggelar upacara merebu (tipat bantal). Matatah missal dilayani enam sanggih di enam tempat sehingga matatah selesai lebih awal. Ketua Panitia I Gusti Bagus Mantra.
Perbekel Desa Peringsari, I Wayan Bawa, mengatakan program yang dijalankan pertama kali ini melayani krama kurang mampu. “Kami baru pertama melakukan terobosan, membantu krama kurang mampu, upacara Manusia Yadnya. Ternyata antusias dapat apresiasi masyarakat,” katanya.
Disebutkan, program matatah, otonan, dan pernikahan massal menghabiskan biaya Rp 100,5 juta dari APBDes.
Peserta matatah, otonan, dan pernikahan hanya dibebani masing-masing wajib membawa peras ayaban. Khusus untuk krama yang matatah juga diwajibkan membawa satu butir klungah nyuh gading (kelapa muda), untuk tempat berkumur saat potong gigi. Mengingat lokasi upacara sangat sempit, maka prosesinya dibagi tiga tahapan. Tahap pertama menggelar upacara matatah massal. Disusul tahap II upacara otonan, dan paling terakhir upacara pernikahan ditandai upacara mabiakala dan natab banten. Khusus untuk krama yang melangsungkan pernikahan diikuti 12 pasang, merupakan pengantin tua.
Ni Putu Ayu Sudiarmi dari Banjar Umasari Kauh, Desa Peringsari ikut matatah massal, hanya membawa banten ayaban dan satu butir klungah. “Kami tidak mengeluarkan biaya apa-apa kecuali banten ayaban dan sebutir klungah,” kata Ni Putu Ayu. Begitu juga menurut I Kadek Arya Ardita dari Banjar Lusuh Kauh yang ikut upacara otonan, tanpa mengeluarkan biaya. * k16
Manusa Yadnya yang digelar di Kantor Desa Peringsari ini tiga sulinggih yakni Ida Pedanda Gede Made Putra Lusuh dari Geria Celit, Ida Rsi Begawan Waraspati dari Geria Padangaji Banjar Padangaji Kangin, dan Ida Pandita Mpu Dukuh Jayati dari Geria Badeg Dukuh. Peserta matatah missal 186 orang, otonan 162 orang, dan 12 pasang pengantin tua menggelar upacara merebu (tipat bantal). Matatah missal dilayani enam sanggih di enam tempat sehingga matatah selesai lebih awal. Ketua Panitia I Gusti Bagus Mantra.
Perbekel Desa Peringsari, I Wayan Bawa, mengatakan program yang dijalankan pertama kali ini melayani krama kurang mampu. “Kami baru pertama melakukan terobosan, membantu krama kurang mampu, upacara Manusia Yadnya. Ternyata antusias dapat apresiasi masyarakat,” katanya.
Disebutkan, program matatah, otonan, dan pernikahan massal menghabiskan biaya Rp 100,5 juta dari APBDes.
Peserta matatah, otonan, dan pernikahan hanya dibebani masing-masing wajib membawa peras ayaban. Khusus untuk krama yang matatah juga diwajibkan membawa satu butir klungah nyuh gading (kelapa muda), untuk tempat berkumur saat potong gigi. Mengingat lokasi upacara sangat sempit, maka prosesinya dibagi tiga tahapan. Tahap pertama menggelar upacara matatah massal. Disusul tahap II upacara otonan, dan paling terakhir upacara pernikahan ditandai upacara mabiakala dan natab banten. Khusus untuk krama yang melangsungkan pernikahan diikuti 12 pasang, merupakan pengantin tua.
Ni Putu Ayu Sudiarmi dari Banjar Umasari Kauh, Desa Peringsari ikut matatah massal, hanya membawa banten ayaban dan satu butir klungah. “Kami tidak mengeluarkan biaya apa-apa kecuali banten ayaban dan sebutir klungah,” kata Ni Putu Ayu. Begitu juga menurut I Kadek Arya Ardita dari Banjar Lusuh Kauh yang ikut upacara otonan, tanpa mengeluarkan biaya. * k16
1
Komentar