Program 'JKN-KBS, Bukti Kepekaan Gubernur Koster terhadap Kesehatan Krama'
Terobosan Gubernur Wayan Koster luncurkan program Jaminan Kesehatan Nasional-Krama Bali Sejahtera (JKN-KBS), menuai pujian dari berbagai kalangan.
DENPASAR, NusaBali
JKN-KBS yang merupakan ‘penyempurnaan’ dari sistem JKN yang dikelola BPJS Kesehatan ini adalah bukti kepekaan Gubernur Koster terhadap masalah kesehatan krama Bali.
Akademisi bidang kesehatan yang mantan Direktur RSUP Sanglah, dr Lanang Rudiartha, mengatakan program JKN-KBS ini sangat bagus untuk masyarakat Bali. Pasalnya, ada beberapa poin penting yang menguntungkan masyarakat, sebagaimana diatur dalam Pergub Bali Nomor 104 Tahun 2019 tentang JKN-KBS tersebut. Antara lain, terkait sistem rujukan terintegrasi yang tidak bertingkat.
“Selama ini (dengan sistem JKN yang dikelola BPJS Kesehatan, Red), sering dikeluhkan di mana pasien dari Mengwi misalnya tidak boleh langsung dibawa ke RSUD Mangusada Badung di Kelurahan Kapal, yang jaraknya cukup dekat. Tapi, mereka harus dibawa ke RS Bhakti Rahayu dulu,” ujar dr Lanang Rudiartha di Denpasar, Senin (11/3).
“Namun, dengan program JKN-KBS dengan sistem rujukan terintegrasi yang dirancang oleh Dinas Kesehatan, maka regionalisasi ini bisa dibicarakan lagi. Sehingga, dokter di Puskesmas punya kewenangan. Kalau memang harus dibawa ke RSUD Mangusada, yang ke sana,” lanjut Lanang Rudhiartha.
Dia menambahkan, dengan adanya Universal Health Coverage (UHC), diharapkan masyarakat Bali tercover oleh JKN-KBS---yang dia sebut sebagai BPJS Kesehatan Plus. Nantinya, tidak ada lagi krama Bali yang tak bisa berobat karena nggak memiliki kartu JKN.
Jika selama ini kartu JKN aktif setelah 14 hari pendaftaran, kata Lanang, maka dengan program yang diluncurkan Gubernur Koster, kartu bisa langsung aktif. Ini telah disepakati dengan BPJS Kesehatan sebagai badan penyelenggara JKN. “Bayi lahir juga langsung secara otomatis menjadi anggota JKN. Kalau dulu kan harus menunggu daftar dulu,” tandasnya.
Layanan tambahan yang tidak dicover BPJS Kesehatan, juga akan tercover dengan JKN-KBS ini. Misalnya, biaya transportasi pasien dengan kasus kegawatdaruratan akan diganti oleh pemerintah daerah. Begitu juga dengan pengantaran jenazah, akan dibiayai melalui Pergub ini. “Ambulans yang ada akan dimanfaatkan dan dibayarkan biayanya oleh pemerintah daerah.”
Visum et Repertum yang selama ini tidak dicover oleh BPJS Kesehatan, menurut Lanang, juga akan dibiayai. Satu lagi layanan yang penting bagi Bali mengingat wisata bahari menjadi daya tarik adalah layanan hiperbarik akan diberikan secara gratis, terutama bagi penyelam. Sebab, terapi hiperbarik ini penting bagi penyelam---bahkan penyelam seharusnya rutin melakukan terapi hiperbarik.
Menurut Lanang, yang paling bagus dari JKN-KBS adalah keluhan pelayanan secara online. Di setiap Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota nantinya akan ada unit yang melayani keluhan-keluhan masyarakat. Unit ini akan segra dibentuk. “Kalau dulu, jika dulu ada keluhan belum tentu dilayani. Sekarang keluhan itu harus dilayani dan buka 24 jam,” kata Lanang.
Guna mendukung pengobatan tradisional dan komplementer, Pemprov Bali akan membangun tempat-tempat untuk pengelolaan tanaman obat pasca panen. Tentunya, bekerjasama dengan BBPOM untuk keamanan obat tradisional yang diproduksi. Lokasinya dipilih di Bangli dan Karangasem. “Kalau sudah jadi, disalurkan melalui Puskesmas dan rumah sakit.”
Sementara itu, Direktur RSUD Mangusada Badung, dr I Nyoman Gunarta MPH, mengatakan dalam Pergub Bali Nomor 104 Tahun 2019 terlihat upaya untuk mewujudkan Bali Universal Health Coverage (UHC). “Ini untuk meningkatkan akses layanan kepada masyarakat seluruh Bali. Ini sesuatu yang sangat bagus, karena JKN-KBS akan meningkatkan akses layanan masyarakat,” ujar dr Gunarta.
Namun, yang menjadi perhatiannya adalah bridging antara sistem online BPJS dengan sistem rujukan terintegrasi JKN-KBS. Jika di tingkat pusat, sistem rujukan terintegrasi yang disebut Sisrute ini difokuskan pada kasus kegawatdaruratan. Sementara, sistem rujukan terintegrasi JKN-KBS yang bukan kasus kegawatdaruratan inilah yang perlu diperhatikan bridgingnya antara sistem yang dikembangkan oleh BPJS Kesehatan dengan sistem rujukan terintegrasi JKN KBS.
Gunarta menyebutkan, harapan dari masyarakat di pelayanan kesehatan adalah bisa mengakses RS terdekat yang sesuai sakitnya dan fasilitas yang ada di RS tersebut. Sehingga, masyarakat tidak terombang-ambing. Selain itu, yang menjadi perhatiannya adalah terkait tarif layanan tambahan yang tidak dicover BPJS. Sebab, setiap kabupaten/kota memiliki tarif yang berbeda-beda. Misalnya, untuk tarif antar jemput dari daerah satu ke daerah lain di RSUD Mangusada bisa saja berbeda dengan tarif di RSUD Jembrana. Maka, diperlukan kesepakatan tarif.
Program JKN-KBS itu sendiri telah diluncurkan Gubernur Koster, 27 Februari 2019 lalu. Program JKN-KBS ini diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 104 Tahun 2019. Gubernur Koster me-nyatakan, dari aspek kepesertaan, JKN-KBS menjangkau seluruh krama Bali, yakni masyarakat dengan nomor induk kependudukan (NIK) dan bertempat tinggal di Provinsi Bali.
“JKN-KBS menjangkau seluruh krama Bali, untuk memberikan perlindungan kesehatan dan mencapai cakupan kesehatan semesta. Dari segi pelayanan, ada item pelayanan yang ditambahkan di mana sebelumnya tidak ter-cover JKN, namun dalam program JKN-KBS ini bisa terlayani,” ungkap Gubernur Koster.
Gubernur Koster menargetkan 100 persen krama Bali akan ter-cover program JKN-KBS pada 2020 mendatang. Saat ini, lebih dari 95 persen krama Bali sudah terlayani JKN yang secara otomatis terintegrasi ke JKN-KBS. “Dalam pelaksanaan JKN-KBS, Puskesmas akan dimaksimalkan sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat, ditambah penyempurnaan pada sistem, riwayat kesehatan, dan layanan online melalui aplikasi,” jelas Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini. *
Akademisi bidang kesehatan yang mantan Direktur RSUP Sanglah, dr Lanang Rudiartha, mengatakan program JKN-KBS ini sangat bagus untuk masyarakat Bali. Pasalnya, ada beberapa poin penting yang menguntungkan masyarakat, sebagaimana diatur dalam Pergub Bali Nomor 104 Tahun 2019 tentang JKN-KBS tersebut. Antara lain, terkait sistem rujukan terintegrasi yang tidak bertingkat.
“Selama ini (dengan sistem JKN yang dikelola BPJS Kesehatan, Red), sering dikeluhkan di mana pasien dari Mengwi misalnya tidak boleh langsung dibawa ke RSUD Mangusada Badung di Kelurahan Kapal, yang jaraknya cukup dekat. Tapi, mereka harus dibawa ke RS Bhakti Rahayu dulu,” ujar dr Lanang Rudiartha di Denpasar, Senin (11/3).
“Namun, dengan program JKN-KBS dengan sistem rujukan terintegrasi yang dirancang oleh Dinas Kesehatan, maka regionalisasi ini bisa dibicarakan lagi. Sehingga, dokter di Puskesmas punya kewenangan. Kalau memang harus dibawa ke RSUD Mangusada, yang ke sana,” lanjut Lanang Rudhiartha.
Dia menambahkan, dengan adanya Universal Health Coverage (UHC), diharapkan masyarakat Bali tercover oleh JKN-KBS---yang dia sebut sebagai BPJS Kesehatan Plus. Nantinya, tidak ada lagi krama Bali yang tak bisa berobat karena nggak memiliki kartu JKN.
Jika selama ini kartu JKN aktif setelah 14 hari pendaftaran, kata Lanang, maka dengan program yang diluncurkan Gubernur Koster, kartu bisa langsung aktif. Ini telah disepakati dengan BPJS Kesehatan sebagai badan penyelenggara JKN. “Bayi lahir juga langsung secara otomatis menjadi anggota JKN. Kalau dulu kan harus menunggu daftar dulu,” tandasnya.
Layanan tambahan yang tidak dicover BPJS Kesehatan, juga akan tercover dengan JKN-KBS ini. Misalnya, biaya transportasi pasien dengan kasus kegawatdaruratan akan diganti oleh pemerintah daerah. Begitu juga dengan pengantaran jenazah, akan dibiayai melalui Pergub ini. “Ambulans yang ada akan dimanfaatkan dan dibayarkan biayanya oleh pemerintah daerah.”
Visum et Repertum yang selama ini tidak dicover oleh BPJS Kesehatan, menurut Lanang, juga akan dibiayai. Satu lagi layanan yang penting bagi Bali mengingat wisata bahari menjadi daya tarik adalah layanan hiperbarik akan diberikan secara gratis, terutama bagi penyelam. Sebab, terapi hiperbarik ini penting bagi penyelam---bahkan penyelam seharusnya rutin melakukan terapi hiperbarik.
Menurut Lanang, yang paling bagus dari JKN-KBS adalah keluhan pelayanan secara online. Di setiap Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota nantinya akan ada unit yang melayani keluhan-keluhan masyarakat. Unit ini akan segra dibentuk. “Kalau dulu, jika dulu ada keluhan belum tentu dilayani. Sekarang keluhan itu harus dilayani dan buka 24 jam,” kata Lanang.
Guna mendukung pengobatan tradisional dan komplementer, Pemprov Bali akan membangun tempat-tempat untuk pengelolaan tanaman obat pasca panen. Tentunya, bekerjasama dengan BBPOM untuk keamanan obat tradisional yang diproduksi. Lokasinya dipilih di Bangli dan Karangasem. “Kalau sudah jadi, disalurkan melalui Puskesmas dan rumah sakit.”
Sementara itu, Direktur RSUD Mangusada Badung, dr I Nyoman Gunarta MPH, mengatakan dalam Pergub Bali Nomor 104 Tahun 2019 terlihat upaya untuk mewujudkan Bali Universal Health Coverage (UHC). “Ini untuk meningkatkan akses layanan kepada masyarakat seluruh Bali. Ini sesuatu yang sangat bagus, karena JKN-KBS akan meningkatkan akses layanan masyarakat,” ujar dr Gunarta.
Namun, yang menjadi perhatiannya adalah bridging antara sistem online BPJS dengan sistem rujukan terintegrasi JKN-KBS. Jika di tingkat pusat, sistem rujukan terintegrasi yang disebut Sisrute ini difokuskan pada kasus kegawatdaruratan. Sementara, sistem rujukan terintegrasi JKN-KBS yang bukan kasus kegawatdaruratan inilah yang perlu diperhatikan bridgingnya antara sistem yang dikembangkan oleh BPJS Kesehatan dengan sistem rujukan terintegrasi JKN KBS.
Gunarta menyebutkan, harapan dari masyarakat di pelayanan kesehatan adalah bisa mengakses RS terdekat yang sesuai sakitnya dan fasilitas yang ada di RS tersebut. Sehingga, masyarakat tidak terombang-ambing. Selain itu, yang menjadi perhatiannya adalah terkait tarif layanan tambahan yang tidak dicover BPJS. Sebab, setiap kabupaten/kota memiliki tarif yang berbeda-beda. Misalnya, untuk tarif antar jemput dari daerah satu ke daerah lain di RSUD Mangusada bisa saja berbeda dengan tarif di RSUD Jembrana. Maka, diperlukan kesepakatan tarif.
Program JKN-KBS itu sendiri telah diluncurkan Gubernur Koster, 27 Februari 2019 lalu. Program JKN-KBS ini diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 104 Tahun 2019. Gubernur Koster me-nyatakan, dari aspek kepesertaan, JKN-KBS menjangkau seluruh krama Bali, yakni masyarakat dengan nomor induk kependudukan (NIK) dan bertempat tinggal di Provinsi Bali.
“JKN-KBS menjangkau seluruh krama Bali, untuk memberikan perlindungan kesehatan dan mencapai cakupan kesehatan semesta. Dari segi pelayanan, ada item pelayanan yang ditambahkan di mana sebelumnya tidak ter-cover JKN, namun dalam program JKN-KBS ini bisa terlayani,” ungkap Gubernur Koster.
Gubernur Koster menargetkan 100 persen krama Bali akan ter-cover program JKN-KBS pada 2020 mendatang. Saat ini, lebih dari 95 persen krama Bali sudah terlayani JKN yang secara otomatis terintegrasi ke JKN-KBS. “Dalam pelaksanaan JKN-KBS, Puskesmas akan dimaksimalkan sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat, ditambah penyempurnaan pada sistem, riwayat kesehatan, dan layanan online melalui aplikasi,” jelas Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini. *
1
Komentar