Yusril Perjuangkan Guru PAUD Setara Guru Formal
Ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menilai Undang Undang Nomor 14 Tahun 2015 tentang Guru dan Dosen telah mendiskriminasi guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) nonformal.
JAKARTA, NusaBali
Dia menggugat aturan tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam pasal (1) UU Guru dan Dosen menyebutkan bahwa guru merupakan pendidik profesional bagi anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Yusril menilai aturan tersebut mendiskriminasi pengajar PAUD nonformal karena dianggap bukan guru. Akibatnya guru PAUD nonformal diperlakukan tak adil. Mereka tidak bisa menjadi pegawai, digaji resmi, diberi tunjangan, maupun disertifikasi sebagai guru. Yusril menyebut kebanyakan honor guru PAUD nonformal Rp100 ribu hingga Rp400 ribu per bulan.
"Pemerintah memang membedakan pendidikan PAUD formal dan nonformal, itu kita terima. Tapi persoalannya mengenai gurunya, haruskah dibedakan antara formal dengan nonformal," kata Yusril di Gedung MK, Jakarta, Kamis (14/3) seperti dilansir cnnindonesia.
Mantan Menteri Kehakiman ini menilai guru PAUD nonformal mengajarkan hal yang sama dengan guru yang mengajar di pendidikan formal. Oleh karena itu, menurutnya, guru PAUD nonformal harus mendapatkan hak yang sama dengan guru di pendidikan formal.
"Tidak boleh ada kesempatan yang tidak sama dalam mencapai taraf penghidupan yang layak dan tidak boleh ada diskriminasi pada orang yang memiliki tugas dan kewajiban yang sama," kata Yusril.
Gugatan terkait aturan guru PAUD non formal ini diajukan seorang guru PAUD Anisa Rosadi dengan kuasa hukum Yusril sejak Desember 2018. Ia menggugat pasal (1) dan pasal (2) UU Guru dan Dosen.
Sidang uji meteril UU Guru dan Dosen kali ini memasuki sidang kelima. Pada kesempatan itu, ratusan guru dari berbagai provinsi juga hadir ke MK. Mereka meminta persamaan hak agar diperlakukan sama dengan guru PAUD formal.
Menurut Yusril, guru PAUD nonformal telah empat tahun memperjuangkan nasibnya. Mereka pernah mendatangi DPR, menemui Mendiknas, dan menyurati Presiden Joko Widodo.
Pada akhir 2018, Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi) meminta bantuan Yusril. Yusril setuju dan membawa masalah ini ke MK.
Sidang kemarin, Yusril tak sepakat dengan keterangan ahli yang dihadirkan pihak pemerintah. Menurutnya, keterangan ahli tersebut tak relevan dengan pengujian UU yang ia ajukan ke MK.
"Keterangan dari ahli tidak terlalu relevan dengan pengujian di MK karena yang dipersoalkan adalah sebuah norma. Tapi yang dijelaskan tadi justru pembedaan pendidikannya," ucap Yusril.
Ahli psikologi Universitas Airlangga Nur Ainy sebelumnya menjelaskan, pembedaan pendidikan formal dan non formal sejak lama telah berlaku di Indonesia. Menurutnya, pembedaan kategori ini penting untuk menyesuaikan dengan usia tumbuh kembang anak.
"Kenapa ada pembedaan guru formal dan nonformal? Karena status guru melekat dari konsekuensi yang dilakukan guru di lembaga-lembaga tersebut. Di Indonesia ada jalur formal dan nonformal maka tidak semua disebut guru. Bisa disebut sebagai pengasuh," ujarnya. *
Yusril menilai aturan tersebut mendiskriminasi pengajar PAUD nonformal karena dianggap bukan guru. Akibatnya guru PAUD nonformal diperlakukan tak adil. Mereka tidak bisa menjadi pegawai, digaji resmi, diberi tunjangan, maupun disertifikasi sebagai guru. Yusril menyebut kebanyakan honor guru PAUD nonformal Rp100 ribu hingga Rp400 ribu per bulan.
"Pemerintah memang membedakan pendidikan PAUD formal dan nonformal, itu kita terima. Tapi persoalannya mengenai gurunya, haruskah dibedakan antara formal dengan nonformal," kata Yusril di Gedung MK, Jakarta, Kamis (14/3) seperti dilansir cnnindonesia.
Mantan Menteri Kehakiman ini menilai guru PAUD nonformal mengajarkan hal yang sama dengan guru yang mengajar di pendidikan formal. Oleh karena itu, menurutnya, guru PAUD nonformal harus mendapatkan hak yang sama dengan guru di pendidikan formal.
"Tidak boleh ada kesempatan yang tidak sama dalam mencapai taraf penghidupan yang layak dan tidak boleh ada diskriminasi pada orang yang memiliki tugas dan kewajiban yang sama," kata Yusril.
Gugatan terkait aturan guru PAUD non formal ini diajukan seorang guru PAUD Anisa Rosadi dengan kuasa hukum Yusril sejak Desember 2018. Ia menggugat pasal (1) dan pasal (2) UU Guru dan Dosen.
Sidang uji meteril UU Guru dan Dosen kali ini memasuki sidang kelima. Pada kesempatan itu, ratusan guru dari berbagai provinsi juga hadir ke MK. Mereka meminta persamaan hak agar diperlakukan sama dengan guru PAUD formal.
Menurut Yusril, guru PAUD nonformal telah empat tahun memperjuangkan nasibnya. Mereka pernah mendatangi DPR, menemui Mendiknas, dan menyurati Presiden Joko Widodo.
Pada akhir 2018, Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi) meminta bantuan Yusril. Yusril setuju dan membawa masalah ini ke MK.
Sidang kemarin, Yusril tak sepakat dengan keterangan ahli yang dihadirkan pihak pemerintah. Menurutnya, keterangan ahli tersebut tak relevan dengan pengujian UU yang ia ajukan ke MK.
"Keterangan dari ahli tidak terlalu relevan dengan pengujian di MK karena yang dipersoalkan adalah sebuah norma. Tapi yang dijelaskan tadi justru pembedaan pendidikannya," ucap Yusril.
Ahli psikologi Universitas Airlangga Nur Ainy sebelumnya menjelaskan, pembedaan pendidikan formal dan non formal sejak lama telah berlaku di Indonesia. Menurutnya, pembedaan kategori ini penting untuk menyesuaikan dengan usia tumbuh kembang anak.
"Kenapa ada pembedaan guru formal dan nonformal? Karena status guru melekat dari konsekuensi yang dilakukan guru di lembaga-lembaga tersebut. Di Indonesia ada jalur formal dan nonformal maka tidak semua disebut guru. Bisa disebut sebagai pengasuh," ujarnya. *
1
Komentar