Perguruan Tinggi Harus Buka Prodi Sesuai Kebutuhan
Menristek: Tutup Prodi Tak Produktif
JAKARTA, NusaBali
Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Ismunandar meminta agar perguruan tinggi membuka program studi (prodi) sesuai dengan kebutuhan yang ada.
"Kami selalu mendorong agar perguruan tinggi membuka prodi sesuai dengan kebutuhan yang ada di industri, sehingga bisa memenuhi permintaan dunia industri," ujar Ismunandar saat memberikan sambutan pada peresmian Studio SHOH Entertainment di Jakarta, Jumat (15/3) lalu.
Program studi tersebut harus sesuai dengan potensi daerah. Ia memberi contoh beberapa waktu lalu di Universitas Riau dibuka prodi Pulp dan Kertas, karena di daerah itu terdapat dua perusahaan bubur kertas terbesar.
Ke depan, dia berharap prodi yang baru bisa menunjang ekonomi kreatif, seperti program studi animasi, yang tidak hanya ada di perguruan tinggi tetapi juga tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Saat ini, semakin banyak industri yang membutuhkan tenaga animator. Ia menyebut Korea Selatan merupakan yang salah satu negara yang terdepan di bidang animasi.
Direktur Utama SHOH Entertainment, Seung-Hyun Oh, mengatakan para mahasiswa perlu diberikan akses pengetahuan serta pengalaman dalam bisnis. Terutama dalam bidang animasi.
Studio SHOH Entertainment (SSE) merupakan studio animasi kreatif yang didukung generasi muda dengan talenta berbakat dan teknologi canggih. Studio itu merupakan bagian dari ekspansi SHOH Enterprise yang berbasis di Singapura yang dimulai pada 2018.
"Kami membutuhkan banyak lulusan animasi. Saat ini, kami menampung lebih dari 100 pemuda kreatif. Ke depan akan lebih banyak lagi," kata Seung-Hyun Oh. Seung Hyun juga mengharapkan lulusan animasi perguruan tinggi dapat mengimbangi permintaan industri animasi. Ia menyebutkan dalam waktu empat tahun ke depan, SSE berencana akan memiliki kurang lebih 500 karyawan permanen.
"Kami percaya pertumbuhan bisnis animasi ke depannya akan meningkat secara signifikan dan hal itu membutuhkan tenaga-tenaga yang memiliki kompetensi," cetus Seung Hyun.
Terpisah Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohammad Nasir meminta kampus untuk menutup program studi tidak produktif menghasilkan lulusan yang diserap lapangan kerja karena akan menambah jumlah pengangguran.
“Kami mendorong kampus untuk mengganti program studi yang tidak menghasilkan lulusan yang memiliki lapangan kerja dengan program studi keahlian dan memiliki lapangan kerja yang jelas,” kata Menteri Nasir. Ia mengatakan saat ini ada kampus yang memiliki program studi dan menghasilkan 80 persen lulusan yang langsung diserap di lapangan kerja, namun ada juga kampus yang 80 persen lulusan mereka tidak diserap lapangan kerja dan hanya 20 persen yang diterima.
“Ini yang menjadi persoalan, untuk itu kami meminta rektor untuk memindahkan program studi yang tidak diterima industri agar digeser menjadi program studi yang memiliki lapangan pekerjaan yang jelas,” katanya.
Menurut dia dalam hal ini pihak kampus tidak boleh berdiam diri namun segera mengambil sikap agar lulusan mereka dapat diserap di industri masyarakat saat ini. “Kami tentu akan memberikan kemudahan dalam pergerseran tersebut,” tambahnya.
Ia mencontohkan Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidikan (LPTK) di Indonesia setiap tahun itu menghasilkan lulusan sekitar 300 ribu orang namun yang mampu diserap hanya sekitar 120 ribu orang. “Maka sisa ini akan kemana dan akan bekerja dimana, ini yang coba kita sikapi bersama dan salah satu caranya mengajak kampus melakukan hal tersebut,” katanya.
Selain itu banyak guru yang belum terferifikasi dan ada juga yang sedang menjalani pendidikan profesi keguruan namun menurutnya sertifikasi itu belum tentu berdampak pada kualitas yang dimiliki guru tersebut. “Hingga saat ini belum ada kolerasi antara sertifikasi yang didapatkan guru dengan kualitas mereka mengajar. Ini yang harus diperbaiki bersama,” kata dia. *ant
Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Ismunandar meminta agar perguruan tinggi membuka program studi (prodi) sesuai dengan kebutuhan yang ada.
"Kami selalu mendorong agar perguruan tinggi membuka prodi sesuai dengan kebutuhan yang ada di industri, sehingga bisa memenuhi permintaan dunia industri," ujar Ismunandar saat memberikan sambutan pada peresmian Studio SHOH Entertainment di Jakarta, Jumat (15/3) lalu.
Program studi tersebut harus sesuai dengan potensi daerah. Ia memberi contoh beberapa waktu lalu di Universitas Riau dibuka prodi Pulp dan Kertas, karena di daerah itu terdapat dua perusahaan bubur kertas terbesar.
Ke depan, dia berharap prodi yang baru bisa menunjang ekonomi kreatif, seperti program studi animasi, yang tidak hanya ada di perguruan tinggi tetapi juga tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Saat ini, semakin banyak industri yang membutuhkan tenaga animator. Ia menyebut Korea Selatan merupakan yang salah satu negara yang terdepan di bidang animasi.
Direktur Utama SHOH Entertainment, Seung-Hyun Oh, mengatakan para mahasiswa perlu diberikan akses pengetahuan serta pengalaman dalam bisnis. Terutama dalam bidang animasi.
Studio SHOH Entertainment (SSE) merupakan studio animasi kreatif yang didukung generasi muda dengan talenta berbakat dan teknologi canggih. Studio itu merupakan bagian dari ekspansi SHOH Enterprise yang berbasis di Singapura yang dimulai pada 2018.
"Kami membutuhkan banyak lulusan animasi. Saat ini, kami menampung lebih dari 100 pemuda kreatif. Ke depan akan lebih banyak lagi," kata Seung-Hyun Oh. Seung Hyun juga mengharapkan lulusan animasi perguruan tinggi dapat mengimbangi permintaan industri animasi. Ia menyebutkan dalam waktu empat tahun ke depan, SSE berencana akan memiliki kurang lebih 500 karyawan permanen.
"Kami percaya pertumbuhan bisnis animasi ke depannya akan meningkat secara signifikan dan hal itu membutuhkan tenaga-tenaga yang memiliki kompetensi," cetus Seung Hyun.
Terpisah Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohammad Nasir meminta kampus untuk menutup program studi tidak produktif menghasilkan lulusan yang diserap lapangan kerja karena akan menambah jumlah pengangguran.
“Kami mendorong kampus untuk mengganti program studi yang tidak menghasilkan lulusan yang memiliki lapangan kerja dengan program studi keahlian dan memiliki lapangan kerja yang jelas,” kata Menteri Nasir. Ia mengatakan saat ini ada kampus yang memiliki program studi dan menghasilkan 80 persen lulusan yang langsung diserap di lapangan kerja, namun ada juga kampus yang 80 persen lulusan mereka tidak diserap lapangan kerja dan hanya 20 persen yang diterima.
“Ini yang menjadi persoalan, untuk itu kami meminta rektor untuk memindahkan program studi yang tidak diterima industri agar digeser menjadi program studi yang memiliki lapangan pekerjaan yang jelas,” katanya.
Menurut dia dalam hal ini pihak kampus tidak boleh berdiam diri namun segera mengambil sikap agar lulusan mereka dapat diserap di industri masyarakat saat ini. “Kami tentu akan memberikan kemudahan dalam pergerseran tersebut,” tambahnya.
Ia mencontohkan Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidikan (LPTK) di Indonesia setiap tahun itu menghasilkan lulusan sekitar 300 ribu orang namun yang mampu diserap hanya sekitar 120 ribu orang. “Maka sisa ini akan kemana dan akan bekerja dimana, ini yang coba kita sikapi bersama dan salah satu caranya mengajak kampus melakukan hal tersebut,” katanya.
Selain itu banyak guru yang belum terferifikasi dan ada juga yang sedang menjalani pendidikan profesi keguruan namun menurutnya sertifikasi itu belum tentu berdampak pada kualitas yang dimiliki guru tersebut. “Hingga saat ini belum ada kolerasi antara sertifikasi yang didapatkan guru dengan kualitas mereka mengajar. Ini yang harus diperbaiki bersama,” kata dia. *ant
Komentar