Harga Minyak Dunia Penentu PNBP
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan bahwa faktor harga minyak dunia merupakan penentu utama Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor minyak dan gas bumi.
JAKARTA, NusaBali
Kementerian ESDM tengah menempuh berbagai terobosan menyikapi gejolak harga minyak dunia yang tak menentu pada tahun 2019. Upaya ini dimaksudkan untuk memenuhi target PNBP subsektor minyak dan gas bumi (migas). "Kalau migas satu-satunya acuan penerimaan negara adalah kenaikan atau penuruan harga minyak mentah," jelas Jonan, Rabu (20/3).
Jonan pun membeberkan sejumlah langkah yang dioptimalkan untuk meningkatkan PNBP Migas. Pertama, perubahan kontrak kerja sama bagi hasil dari Cost Recovery ke Gross Split. "Ini akan mengurangi pembayaran cost recovery melalui APBN," ujarnya.
Kedua, meningkatkan pengawasan produksimigas, illegal tapping dan illegal drilling. Ketiga, menahan penurunan alamiah produksi migasdengan cara meningkatkan kegiatan pemboran, workover dan well service. "Kita akan upayakan lifting-nya tidak akan meleset dari apa yang ditargetkan," kata Jonan.
Langkah lainnya adalah penerapan Enhance Oil Recovery (EOR), pengendalian cost recovery padakontrak sistem PSC; mempercepat persetujuanPlant of Development (POD), Sertifikasi Operasi Produksi (POP), Work Program and Budget (WP&B) dan Authorization for Expenditure (AFE).
Hal lain yang akan dilakukan adalah peningkatan penawaran WK (Wilayah Kerja) baru migas, percepatan perpanjangan/alih kelola Kontrak WK produksi migas, serta penagihan sisa komitmen pasti yang tidak dilaksanakan.
Pemerintah sendiri menargetkan PNBP Migas sebesar Rp168,62 triliun pada tahun 2019. Hingga 15 Maret 2019, PNBP Migas tersebut sudah masuk sebesar Rp20,64 triliun. "Target Rp 168 triliun dari sektor migas semata asumsi ICP 70 dolar AS per barel Itu jadi tantangan sendiri," imbuh Jonan. Sebagai perbandingan, subsektor migas mampu menyumbang PNBP sebesar yaitu Rp150,33 triliun dari target Rp86,46 triliun pada tahun 2018.
Sebagaimana diketahui, asumsi Indonesian Crude Price (ICP) di APBN 2019 adalah sebesar 70 dolat AS per barel dan rata-rata realisasi ICP Januari-Februari 2019 yaitu 57,93 dolar/barel. *ant
Jonan pun membeberkan sejumlah langkah yang dioptimalkan untuk meningkatkan PNBP Migas. Pertama, perubahan kontrak kerja sama bagi hasil dari Cost Recovery ke Gross Split. "Ini akan mengurangi pembayaran cost recovery melalui APBN," ujarnya.
Kedua, meningkatkan pengawasan produksimigas, illegal tapping dan illegal drilling. Ketiga, menahan penurunan alamiah produksi migasdengan cara meningkatkan kegiatan pemboran, workover dan well service. "Kita akan upayakan lifting-nya tidak akan meleset dari apa yang ditargetkan," kata Jonan.
Langkah lainnya adalah penerapan Enhance Oil Recovery (EOR), pengendalian cost recovery padakontrak sistem PSC; mempercepat persetujuanPlant of Development (POD), Sertifikasi Operasi Produksi (POP), Work Program and Budget (WP&B) dan Authorization for Expenditure (AFE).
Hal lain yang akan dilakukan adalah peningkatan penawaran WK (Wilayah Kerja) baru migas, percepatan perpanjangan/alih kelola Kontrak WK produksi migas, serta penagihan sisa komitmen pasti yang tidak dilaksanakan.
Pemerintah sendiri menargetkan PNBP Migas sebesar Rp168,62 triliun pada tahun 2019. Hingga 15 Maret 2019, PNBP Migas tersebut sudah masuk sebesar Rp20,64 triliun. "Target Rp 168 triliun dari sektor migas semata asumsi ICP 70 dolar AS per barel Itu jadi tantangan sendiri," imbuh Jonan. Sebagai perbandingan, subsektor migas mampu menyumbang PNBP sebesar yaitu Rp150,33 triliun dari target Rp86,46 triliun pada tahun 2018.
Sebagaimana diketahui, asumsi Indonesian Crude Price (ICP) di APBN 2019 adalah sebesar 70 dolat AS per barel dan rata-rata realisasi ICP Januari-Februari 2019 yaitu 57,93 dolar/barel. *ant
Komentar