Kerajinan Gerabah Punya Peluang
Bukan andalan ekspor Bali, dan banyak didatangkan dari Lombok. Namun kerajinan gerabah masih member kontribusi bagi Bali.
DENPASAR, NusaBali
Produk kerajinan dari Bali tidak hanya ukiran kayu, ukiran batu dan lainnya. Kerajinan gerabah juga termasuk di antaranya. Hanya saja volume kerajinan gerabah Bali tidak masif. Namun demikian tetap merupakan potensi yang mampu menghasilkan devisa.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) I Putu Astawa mengatakan, produk kerajinan gerabah yang dipasarkan di Bali, kebanyakan dari Lombok, NTB. “Kita di Bali hanya sedikit,” ujar Astawa. Meski kecil, potensi kerajinan gerabah tetap mendapatkan atensi. Karena kata Astawa, meskipun perajin dan produknya tidak banyak, tetap merupakan potensi ekonomi yang berpengaruh terhadap perekonomian daerah. “Pemasarannya kan juga lumayan, lokal dan ekspor,” kata Astawa.
Jadi kata Astawa, memberi pengaruh juga terhadap neraca perdagangan luar negeri (Bali). “Dengan sentuhan style Bali dan membawa nama Bali, kami harap gerabah kian berkembang, volume dan nilai ekspornya terus meningkat,” harap Astawa.
Untuk diketahui kerajinan gerabah di Bali, dalam bentuk produk gentong atau produk gerabah lain dengan ukuran masif, hanya ada di beberapa lokasi di Bali. Di antaranya di jalur Bypass I Gusti Ngurah Rai dari Tohpati, Kesiman hingga di jalur Sanur, Denpasar Selatan.
“Gerabah ukuran besar dengan proses keramik bahannya khusus dari Serang (Banten),” ujar I Made Darta, seorang pemilik usaha penjualan gerabah di kawasan Tohpati, Kesiman, Kamis (28/3).
Mengapa bahannya dari Serang, Banten? Karena bahan untuk kerajinan gerabah besar, tidak tersedia di Bali. “Bahan tanah di Bali, tidak cocok untuk bahan gerabah,” ujar Darta. Karena itu didatangkan bahan tanah liat khusus dari Serang. Harganya Rp 18 juta bahkan lebih untuk setiap truk. Memang lumayan mahal.
Namun harga sebuah gerabah ‘jumbo’ dan sejenisnya, juga tidak murah. Gerabah dengan bentuk gentong ukuran tinggi sekitar 1,20 meter dengan diamater 80 centimeter bisa seharga Rp 2 juta. “ Selain untuk pasaran lokal, hotel dan perumahan, banyak untuk ekspor,” ungkap Darta.
Sebelumnya di I Made Kariasta, pebisnis gerabah lain di jalur Bypass Ngurah Rai, Denpasar menyatakan ekspor gerabah Bali banyak ditujukan ke Jepang, Australia, Amerika Serikat hingga Prancis. Selain sebagai ornamen dekorasi, kerajinan gerabah juga untuk keperluan/ perabot tertentu. “Di Jepang katanya cocok untuk menyimpan sayur,” ungkap Kariasta. *k17
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) I Putu Astawa mengatakan, produk kerajinan gerabah yang dipasarkan di Bali, kebanyakan dari Lombok, NTB. “Kita di Bali hanya sedikit,” ujar Astawa. Meski kecil, potensi kerajinan gerabah tetap mendapatkan atensi. Karena kata Astawa, meskipun perajin dan produknya tidak banyak, tetap merupakan potensi ekonomi yang berpengaruh terhadap perekonomian daerah. “Pemasarannya kan juga lumayan, lokal dan ekspor,” kata Astawa.
Jadi kata Astawa, memberi pengaruh juga terhadap neraca perdagangan luar negeri (Bali). “Dengan sentuhan style Bali dan membawa nama Bali, kami harap gerabah kian berkembang, volume dan nilai ekspornya terus meningkat,” harap Astawa.
Untuk diketahui kerajinan gerabah di Bali, dalam bentuk produk gentong atau produk gerabah lain dengan ukuran masif, hanya ada di beberapa lokasi di Bali. Di antaranya di jalur Bypass I Gusti Ngurah Rai dari Tohpati, Kesiman hingga di jalur Sanur, Denpasar Selatan.
“Gerabah ukuran besar dengan proses keramik bahannya khusus dari Serang (Banten),” ujar I Made Darta, seorang pemilik usaha penjualan gerabah di kawasan Tohpati, Kesiman, Kamis (28/3).
Mengapa bahannya dari Serang, Banten? Karena bahan untuk kerajinan gerabah besar, tidak tersedia di Bali. “Bahan tanah di Bali, tidak cocok untuk bahan gerabah,” ujar Darta. Karena itu didatangkan bahan tanah liat khusus dari Serang. Harganya Rp 18 juta bahkan lebih untuk setiap truk. Memang lumayan mahal.
Namun harga sebuah gerabah ‘jumbo’ dan sejenisnya, juga tidak murah. Gerabah dengan bentuk gentong ukuran tinggi sekitar 1,20 meter dengan diamater 80 centimeter bisa seharga Rp 2 juta. “ Selain untuk pasaran lokal, hotel dan perumahan, banyak untuk ekspor,” ungkap Darta.
Sebelumnya di I Made Kariasta, pebisnis gerabah lain di jalur Bypass Ngurah Rai, Denpasar menyatakan ekspor gerabah Bali banyak ditujukan ke Jepang, Australia, Amerika Serikat hingga Prancis. Selain sebagai ornamen dekorasi, kerajinan gerabah juga untuk keperluan/ perabot tertentu. “Di Jepang katanya cocok untuk menyimpan sayur,” ungkap Kariasta. *k17
1
Komentar