Polisi Bongkar Pengoplos Elpiji 'Suntik'
Pindahkan isi gas subsidi ke tabung nonsubsidi, pelaku untung ratusan juta
SEMARANG, NusaBali
Polda Jawa Tengah membongkar praktik suntik LPG dengan omset ratusan juta rupiah di 3 lokasi. Para pelaku memindahkan isi gas subsidi ke tabung nonsubsidi untuk memperoleh untung.
Pengungkapan pertama pada 11 Maret 2019 di Perum Grand Marina Blok 8, Semarang Barat. Tersangka yaitu Artya Brahman (32) melakukan praktik pemindahan gas subsidi 3 kg ke nonsubsidi 5,5 kg dan 12 kg itu dengan omzet penjualan sekitar Rp 100 juta per bulan dengan area penjualan di Semarang dan Kendal.
Pengungkapan kedua, dilakukan pada 20 Maret 2019 di daerah Ngadirejo, Kecamatan Kartasuro, Kabupaten Sukoharjo. Tersangka atas nama Margono (29) itu menjualnya ke Kartosuro, Boyolali, Solo dengan omzet sekitar Rp 250 juta per bulan.
Lokasi ketiga diungkap di hari yang sama yaitu 20 Maret 2019 yaitu di Wates, Kabupaten Boyolali dengan tersangka Sugeng Sanjaya (36). Modus yang dilakukan sama dengan omzet mencapai Rp 280 juta per bulan.
Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Agus Triatmaja, mengatakan pengungkapan oleh Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah itu dari informasi warga yang menyebutkan ada orang yang menjual gas non subsidi dengan harga yang tidak wajar atau di bawah standar.
"Para tersangka mendapatkan tabung-tabung beli satu per satu dari toko atau warung. Setelah terkumpul, kemudian isinya dipindahkan menggunakan selang ke tabung nonsubsidi yang 5,5 kilogram dan 12 kilogram. Untuk tabung 12 kilogram dari keterangan tersangka, membutuhkan antara 4,5 tabung sampai 5 tabung," kata Agus, Kamis (28/3) seperti dilansir detik. "Mereka beraksi selama 1 tahun terakhir," imbuhnya.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jateng, Kombes Hendra Suhartiyono, menambahkan praktik penyuntikan gas tersebut sering terjadi menjelang bulan Ramadhan kemudian berdampak pada isu 'hilang'nya peredaran gas subsidi.
"Plus adanya 'hilang' di pasar. Untuk menyikapi ini, Ditreskrimsus Polda Jateng mengambil langkah-langkah awal. Dari pengungkapan ini, intinya kita memberi warning kepada mereka yang bermain-main seperti ini, supaya tidak lagi bermain dan melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum, yang tentunya ada sanksi pidananya," tegas Hendra.
Unit Manager Communication and CSR Pertamina MOR IV, Andar Titi Lestari, menambahkan aksi pelaku cukup meresahkan. Namun untuk warga, ada cara membedakan gas nonsubsidi yang masih asli dari Pertamina yaitu dengan barcode dan hologram di segel pengaman.
"Ini barcode oleh Pertamina untuk mengetahui dari SPBE mana, ada hologramnya, ini menyatakan segel ini resmi. Yang 3 kilo (subsidi) memang tidak ada hologramnya, dobel ya," tandas Andar.
Ketiga tersangka dijerat Pasal 106 UU RI No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dengan ancaman penjara 4 tahun dan atau denda paling banyak Rp 10 miliar, Pasal 32 ayat (1) UU RI No 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal dengan pidana 1 tahun dan atau denda Rp 1 juta, Pasal 62 ayat (1) jo pasal 8 ayat (1) hutuf a dan b UU RI no 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan hukuman 5 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp 2 miliar. *
Pengungkapan pertama pada 11 Maret 2019 di Perum Grand Marina Blok 8, Semarang Barat. Tersangka yaitu Artya Brahman (32) melakukan praktik pemindahan gas subsidi 3 kg ke nonsubsidi 5,5 kg dan 12 kg itu dengan omzet penjualan sekitar Rp 100 juta per bulan dengan area penjualan di Semarang dan Kendal.
Pengungkapan kedua, dilakukan pada 20 Maret 2019 di daerah Ngadirejo, Kecamatan Kartasuro, Kabupaten Sukoharjo. Tersangka atas nama Margono (29) itu menjualnya ke Kartosuro, Boyolali, Solo dengan omzet sekitar Rp 250 juta per bulan.
Lokasi ketiga diungkap di hari yang sama yaitu 20 Maret 2019 yaitu di Wates, Kabupaten Boyolali dengan tersangka Sugeng Sanjaya (36). Modus yang dilakukan sama dengan omzet mencapai Rp 280 juta per bulan.
Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Agus Triatmaja, mengatakan pengungkapan oleh Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah itu dari informasi warga yang menyebutkan ada orang yang menjual gas non subsidi dengan harga yang tidak wajar atau di bawah standar.
"Para tersangka mendapatkan tabung-tabung beli satu per satu dari toko atau warung. Setelah terkumpul, kemudian isinya dipindahkan menggunakan selang ke tabung nonsubsidi yang 5,5 kilogram dan 12 kilogram. Untuk tabung 12 kilogram dari keterangan tersangka, membutuhkan antara 4,5 tabung sampai 5 tabung," kata Agus, Kamis (28/3) seperti dilansir detik. "Mereka beraksi selama 1 tahun terakhir," imbuhnya.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jateng, Kombes Hendra Suhartiyono, menambahkan praktik penyuntikan gas tersebut sering terjadi menjelang bulan Ramadhan kemudian berdampak pada isu 'hilang'nya peredaran gas subsidi.
"Plus adanya 'hilang' di pasar. Untuk menyikapi ini, Ditreskrimsus Polda Jateng mengambil langkah-langkah awal. Dari pengungkapan ini, intinya kita memberi warning kepada mereka yang bermain-main seperti ini, supaya tidak lagi bermain dan melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum, yang tentunya ada sanksi pidananya," tegas Hendra.
Unit Manager Communication and CSR Pertamina MOR IV, Andar Titi Lestari, menambahkan aksi pelaku cukup meresahkan. Namun untuk warga, ada cara membedakan gas nonsubsidi yang masih asli dari Pertamina yaitu dengan barcode dan hologram di segel pengaman.
"Ini barcode oleh Pertamina untuk mengetahui dari SPBE mana, ada hologramnya, ini menyatakan segel ini resmi. Yang 3 kilo (subsidi) memang tidak ada hologramnya, dobel ya," tandas Andar.
Ketiga tersangka dijerat Pasal 106 UU RI No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dengan ancaman penjara 4 tahun dan atau denda paling banyak Rp 10 miliar, Pasal 32 ayat (1) UU RI No 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal dengan pidana 1 tahun dan atau denda Rp 1 juta, Pasal 62 ayat (1) jo pasal 8 ayat (1) hutuf a dan b UU RI no 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan hukuman 5 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp 2 miliar. *
1
Komentar