BKOW Bali-IKIP PGRI Bali Gelar Literasi Pembentukan Karakter Anak Melalui Dongeng
Dongeng merupakan salah satu cara mendidik anak. Dongeng masih ada hingga saat ini, namun mengalami banyak perubahan mengikuti zaman.
DENPASAR, NusaBali
Bagaimana kondisi dongeng di zaman sekarang dan bagaimana cara orangtua mendongeng untuk sang anak? Dua bahasan ini menjadi topik dalam seminar ‘Literasi Pembentukan Karakter Anak Melalui Dongeng’ kerjasama Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW) Provinsi Bali dengan IKIP PGRI Bali di Denpasar, Jumat (29/3). Seminar ini dipandu moderator yang sekaligus sebagai Ketua Panitia HUT ke-56 BKOW Bali Ni Wayan Parwati Asih SPd MPd CH.
Menurut Ketua BKOW Provinsi Bali, Dr AAA Ngurah Tini Rusmini Gorda SH MH, dongeng penting dibahas kembali karena menjadi salah satu media untuk menumbuhkan karakter anak. “Kami pilih dogeng karena ke-Indonesiaannaya ada. Literasi pembentukan karakter melalui dongeng, karena banyak sekali dongeng kita memberikan pesan moral untuk bentuk karakter anak. Narasumber yang dihadirkan hari ini adalah pakar literasi,” ujarnya.
Menurut Tini Gorda, ada penggeseran bentuk dongeng saat ini yang menyesuaikan dengan perkembangan teknologi. Namun, yang membedakan kurangnya totalitas orangtua dalam menjelaskan alur dongeng. “Ibu dan ayahnya kurang totalitas memberikan jalannya alur dongeng, Sekarang malah fokus mempublish, sehingga pesan dongeng tidak tersampaikan,” kata Tini Gorda.
Narasumber dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, Prof Dr I Nyoman Darma Putra MLitt, mengatakan, perbedaan dongeng dulu dan sekarang bisa dilihat dari beberapa aspek. Kalau dulu dongeng kebanyakan cerita fiktif yang bertutur tentang binatang dan manusia bodoh. Namun di era kekinian, dongeng dibuat dengan mengambil tema-tema faktual. “Dongeng sekarang nilai hiburannya lebih rendah namun lebih menonjolkan pengetahuan. Temanya, isi dan judulnya betul-betul aktual. Hampir tidak ada mitos. Kalaupun ada, itu dilengkapi dengan pengetahuan faktual,” jelasnya.
Perbedaan lainnya, dongeng zaman dulu mulanya dilisankan dulu baru ditulis, karena takut hilang atau dilupakan. Sedangkan dongeng sekarang ditulis dulu baru dilisankan. Yang paling penting dalam dongeng adalah pesan moralnya. “Dulu dogeng kebanyakan sebagai pelipur lara, pengantar tidur, sekarang menjadi pengetahuan. Dulu dongeng adalah warisan daerah, sekarang fenomena dongeng adalah inisiatif pusat untuk promosi daerah,” katanya.
Sementara Kasi Pembelajaran Subdit Kurikulum Direktorat Pembinaan Paud, Dirjen Paud, dan Dikmas Kemendikbud RI, Dra Mareta Wahyuni MPd, mengatakan, anak masa kini harus dibekali berbagai kemampuan literasi dasar sejak dini, seperti literasi matematika, sains, teknologi, finansial, budaya dan kewarganegaraan. Dari bekal tersebut akan membangun keterampilan berpikir kreatif, kritis, inovatif, komunikatif dan kolaboratif.
“Agar karakter anak bagus, kenalkan harus berbuat baik, disiplin, bilang minta tolong, terima kasih, dan menyapa teman. Ajak anak belajar mempertimbangkan kalau tidak dilakukan ini atau itu, maka apa yang akan terjadi. Ajak juga anak merasakan akibat yang akan dilakukan,” ungkapnya.
Lanjutnya, anak-anak memiliki kemampuan fantasi yang bagus. Kalau dipupuk fantasinya, maka akan menjadi kreatif. Karena itu, imajinasinya ini perlu dilatih. Membacakan dongeng menghadirkan rasa ingin tahunya besar. Sayangnya, berdasarkan penelitian, hanya 1/3 orangtua yang masih memiliki waktu untuk mendongeng.
“2/3-nya sudah tidak ada lagi kesempatan mendongeng. Alasannya banyak, saya kira ini menyedihkan. Jika kita ingin anak kreatif, luangkan waktu untuk membacakan dongeng. Agar juga terbangun kedekatan antara anak dan orang tua,” imbuhnya.
Sedangkan Rektor IKIP PGRI Bali, Dr I Made Suarta SH MHum menambahkan, pendidikan sejak dini juga harus berbasis budaya. Di Bali, banyak sekali dongeng-dongeng yang tidak saja memberikan pesan moral, namun juga mengandung nilai etika, agama, kemanusiaan. “Kita perlu membangun kembali satua Bali yang hampir punah. Karena saat ini masih segelintir saja yang melestarikan” ucapnya.
Menurutnya, harus diakui saat ini satua Bali hampir tidak terdengar. Namun ia meyakini akan bisa difilter karena ada adat budaya. Ia berharap orangtua meluangkan waktunya sedikit saja untuk mendongeng. “Dongeng Bali sebagian besar diambil dari sastra dan nilai agama Bali. Revitalisasi kegiatan mesatua saya kira penting, sehingga melengkapi proses filterisasi,” tandasnya. *ind
Bagaimana kondisi dongeng di zaman sekarang dan bagaimana cara orangtua mendongeng untuk sang anak? Dua bahasan ini menjadi topik dalam seminar ‘Literasi Pembentukan Karakter Anak Melalui Dongeng’ kerjasama Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW) Provinsi Bali dengan IKIP PGRI Bali di Denpasar, Jumat (29/3). Seminar ini dipandu moderator yang sekaligus sebagai Ketua Panitia HUT ke-56 BKOW Bali Ni Wayan Parwati Asih SPd MPd CH.
Menurut Ketua BKOW Provinsi Bali, Dr AAA Ngurah Tini Rusmini Gorda SH MH, dongeng penting dibahas kembali karena menjadi salah satu media untuk menumbuhkan karakter anak. “Kami pilih dogeng karena ke-Indonesiaannaya ada. Literasi pembentukan karakter melalui dongeng, karena banyak sekali dongeng kita memberikan pesan moral untuk bentuk karakter anak. Narasumber yang dihadirkan hari ini adalah pakar literasi,” ujarnya.
Menurut Tini Gorda, ada penggeseran bentuk dongeng saat ini yang menyesuaikan dengan perkembangan teknologi. Namun, yang membedakan kurangnya totalitas orangtua dalam menjelaskan alur dongeng. “Ibu dan ayahnya kurang totalitas memberikan jalannya alur dongeng, Sekarang malah fokus mempublish, sehingga pesan dongeng tidak tersampaikan,” kata Tini Gorda.
Narasumber dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, Prof Dr I Nyoman Darma Putra MLitt, mengatakan, perbedaan dongeng dulu dan sekarang bisa dilihat dari beberapa aspek. Kalau dulu dongeng kebanyakan cerita fiktif yang bertutur tentang binatang dan manusia bodoh. Namun di era kekinian, dongeng dibuat dengan mengambil tema-tema faktual. “Dongeng sekarang nilai hiburannya lebih rendah namun lebih menonjolkan pengetahuan. Temanya, isi dan judulnya betul-betul aktual. Hampir tidak ada mitos. Kalaupun ada, itu dilengkapi dengan pengetahuan faktual,” jelasnya.
Perbedaan lainnya, dongeng zaman dulu mulanya dilisankan dulu baru ditulis, karena takut hilang atau dilupakan. Sedangkan dongeng sekarang ditulis dulu baru dilisankan. Yang paling penting dalam dongeng adalah pesan moralnya. “Dulu dogeng kebanyakan sebagai pelipur lara, pengantar tidur, sekarang menjadi pengetahuan. Dulu dongeng adalah warisan daerah, sekarang fenomena dongeng adalah inisiatif pusat untuk promosi daerah,” katanya.
Sementara Kasi Pembelajaran Subdit Kurikulum Direktorat Pembinaan Paud, Dirjen Paud, dan Dikmas Kemendikbud RI, Dra Mareta Wahyuni MPd, mengatakan, anak masa kini harus dibekali berbagai kemampuan literasi dasar sejak dini, seperti literasi matematika, sains, teknologi, finansial, budaya dan kewarganegaraan. Dari bekal tersebut akan membangun keterampilan berpikir kreatif, kritis, inovatif, komunikatif dan kolaboratif.
“Agar karakter anak bagus, kenalkan harus berbuat baik, disiplin, bilang minta tolong, terima kasih, dan menyapa teman. Ajak anak belajar mempertimbangkan kalau tidak dilakukan ini atau itu, maka apa yang akan terjadi. Ajak juga anak merasakan akibat yang akan dilakukan,” ungkapnya.
Lanjutnya, anak-anak memiliki kemampuan fantasi yang bagus. Kalau dipupuk fantasinya, maka akan menjadi kreatif. Karena itu, imajinasinya ini perlu dilatih. Membacakan dongeng menghadirkan rasa ingin tahunya besar. Sayangnya, berdasarkan penelitian, hanya 1/3 orangtua yang masih memiliki waktu untuk mendongeng.
“2/3-nya sudah tidak ada lagi kesempatan mendongeng. Alasannya banyak, saya kira ini menyedihkan. Jika kita ingin anak kreatif, luangkan waktu untuk membacakan dongeng. Agar juga terbangun kedekatan antara anak dan orang tua,” imbuhnya.
Sedangkan Rektor IKIP PGRI Bali, Dr I Made Suarta SH MHum menambahkan, pendidikan sejak dini juga harus berbasis budaya. Di Bali, banyak sekali dongeng-dongeng yang tidak saja memberikan pesan moral, namun juga mengandung nilai etika, agama, kemanusiaan. “Kita perlu membangun kembali satua Bali yang hampir punah. Karena saat ini masih segelintir saja yang melestarikan” ucapnya.
Menurutnya, harus diakui saat ini satua Bali hampir tidak terdengar. Namun ia meyakini akan bisa difilter karena ada adat budaya. Ia berharap orangtua meluangkan waktunya sedikit saja untuk mendongeng. “Dongeng Bali sebagian besar diambil dari sastra dan nilai agama Bali. Revitalisasi kegiatan mesatua saya kira penting, sehingga melengkapi proses filterisasi,” tandasnya. *ind
Komentar