Terletak di Tebing Batu Kapur, Terdapat Empat 'Lingga'
Karya Mamungkah, Ngenteg Linggih, Padudusan Alit di Pura Goa Dalem Pingit
DENPASAR, NusaBali
Upacara Mecaru Panca Sanak Madurga, Melaspas dan Mendem Pedagingan serangkaian Karya Mamungkah, Ngenteg Linggih dan Padudusan Alit di Pura Goa Dalem Pingit, Desa Adat Pecatu, Kuta Selatan, Kabupaten Badung dilaksanakan pada Anggara Paing Bala, Selasa (2/4).
Upacara ini dipuput oleh Ida Pedanda Gede Jelantik Giri Santa Cita dari Griya Budha Jadi, Tabanan, dan Ida Pedanda Gede Diksa Singarsa dari Griya Babakan Cau Blayu, Tabanan. Hadir pada kesempatan tersebut, Wakil Bupati Badung I Ketut Suiasa, Wakil Walikota Denpasar IGN Jaya Negara, Sekda Kota Denpasar AAN Rai Iswara, Pangelingsir Puri Celagi Gendong, Camat Kuta Selatan serta undangan lainnya.
Menurut Drs Wayan Sudiarta MM sebagai prawartaka karya didampingi pemangku Putu Deddy Suhartawa, upacara ini digelar setelah sebelumnya dilakukan koordinasi dengan pihak Desa Pecatu, serta dari tuntunan pawisik dan saran dari beberapa Ida Pedanda serta pemangku. Upacara ini menurutnya, sebagai ucapan syukur serta rasa bakti kepada Hyang Widhi yang melinggih di Pura Goa Dalem Pingit.
Dijelaskannya, goa ini terletak di tebing batu kapur di tepian sungai dan berada diantara dua buah campuhan (pertemuan dua aliran sungai). Diperkirakan goa ini merupakan sebuah peninggalan dari zaman prasejarah dan tetap digunakan pada zaman sejarah kerajaan Bali. Namun diakuinya, saat ini belum ada babad, sastra ataupun catatan yang menunjukkan mengenai keberadaan goa tersebut. "Melihat keberadaan fisik secara visual meyakini kami bahwa goa ini merupakan tempat yang mempunyai nilai religius yang sangat tinggi, karena di dalam goa tersebut ditemukan empat buah batu berdiri yang berbentuk lonjong yang diyakini sebagai Lingga," terangnya.
Dari keempat lingga yang ada di dalam goa tersebut, lingga yang paling besar mempunyai tinggi 180 cm dengan lingkar luar 173 cm, kemudian dua lingga berikutnya berdiri dari dasar yang sama sehingga nampak seperti bercabang (kembar). Lingga kembar yang pertama mempunyai tinggi 167 cm dengan lingkar luar 112 cm sedangkan lingga kembar yang kedua mempunyai tinggi 136 cm dan lingkar luar 107 cm dan lingga yang paling terakhir mempunyai tinggi 44 cm dengan lingkar luar 105 cm.
Wakil Bupati Ketut Suiasa menyampaikan, pihaknya atas nama pemerintah merasa senang dengan ditemukannya goa ini, karena di dalam goa ini, ada warisan-warisan yang dirintis sejak dulu oleh para leluhur orang suci, yang diyakini sebagai rangkaian perjalanan suci, Dang Hyang Nirartha. Untuk itu, ini tentu wajib untuk memperhatikan dan menjaganya tidak hanya dari sisi fisik alami, namun dari segi religius.
Melalui upacara Mamungkah, Ngenteg Linggih dan Padudusan Alit ini, kata dia, menunjukkan bahwa untuk kedepannya, kegiatan religius keagamaan bisa dilaksanakan. Selain itu, dengan ditemukannya sejumlah situs purbakala, ini juga layak distatuskan kedepan sebagai tempat peninggalan purbakala. “Namun untuk itu, tetap harus dilakukan kajian dan penelitian sehingga bisa resmi menjadi tempat peninggalan purbakala,” ujarnya.
Semetara Bendesa Adat Pecatu, I Made Sumerta mengatakan, melalui upacara ini, pihaknya berharap keberadaan goa ini bisa dijaga, karena lokasi berada di wilayah Desa Adat Pecatu. “Kami mempersilahkan umat yang ingin tangkil ke Pura Goa,” ucapnya.
Rangkaian upacara di Pura Goa Dalem Pingit pada Kamis 4 April ini dilaksanakan Ngenteg Linggih, Pujawali, Nyatur Rebah, Nyenuk, Ngingkup Dasar Caru Manca Sanak Madurga. Pujawali akan berlangsung hingga Senin, 8 April yang dilanjutkan dengan prosesi Nyegara Gunung, Ida Batara Mesineb, dan Ngeluarang Gegaluh.
Untuk diketahui, keberadaan Pura Goa Dalem Pingit, yang berlokasi di kawasan Desa Adat Pecatu, Kuta Selatan, ini memang belum banyak dikenal. Goa yang terletak di kawasan tanah pribadi yang berdekatan dengan Pura Dalem Pangleburan Pantai Labuan Sait, Pecatu ini, sebelumnya ditemukan secara tidak sengaja pada tanggal 15 Juli 2016 lalu. *isu
Upacara ini dipuput oleh Ida Pedanda Gede Jelantik Giri Santa Cita dari Griya Budha Jadi, Tabanan, dan Ida Pedanda Gede Diksa Singarsa dari Griya Babakan Cau Blayu, Tabanan. Hadir pada kesempatan tersebut, Wakil Bupati Badung I Ketut Suiasa, Wakil Walikota Denpasar IGN Jaya Negara, Sekda Kota Denpasar AAN Rai Iswara, Pangelingsir Puri Celagi Gendong, Camat Kuta Selatan serta undangan lainnya.
Menurut Drs Wayan Sudiarta MM sebagai prawartaka karya didampingi pemangku Putu Deddy Suhartawa, upacara ini digelar setelah sebelumnya dilakukan koordinasi dengan pihak Desa Pecatu, serta dari tuntunan pawisik dan saran dari beberapa Ida Pedanda serta pemangku. Upacara ini menurutnya, sebagai ucapan syukur serta rasa bakti kepada Hyang Widhi yang melinggih di Pura Goa Dalem Pingit.
Dijelaskannya, goa ini terletak di tebing batu kapur di tepian sungai dan berada diantara dua buah campuhan (pertemuan dua aliran sungai). Diperkirakan goa ini merupakan sebuah peninggalan dari zaman prasejarah dan tetap digunakan pada zaman sejarah kerajaan Bali. Namun diakuinya, saat ini belum ada babad, sastra ataupun catatan yang menunjukkan mengenai keberadaan goa tersebut. "Melihat keberadaan fisik secara visual meyakini kami bahwa goa ini merupakan tempat yang mempunyai nilai religius yang sangat tinggi, karena di dalam goa tersebut ditemukan empat buah batu berdiri yang berbentuk lonjong yang diyakini sebagai Lingga," terangnya.
Dari keempat lingga yang ada di dalam goa tersebut, lingga yang paling besar mempunyai tinggi 180 cm dengan lingkar luar 173 cm, kemudian dua lingga berikutnya berdiri dari dasar yang sama sehingga nampak seperti bercabang (kembar). Lingga kembar yang pertama mempunyai tinggi 167 cm dengan lingkar luar 112 cm sedangkan lingga kembar yang kedua mempunyai tinggi 136 cm dan lingkar luar 107 cm dan lingga yang paling terakhir mempunyai tinggi 44 cm dengan lingkar luar 105 cm.
Wakil Bupati Ketut Suiasa menyampaikan, pihaknya atas nama pemerintah merasa senang dengan ditemukannya goa ini, karena di dalam goa ini, ada warisan-warisan yang dirintis sejak dulu oleh para leluhur orang suci, yang diyakini sebagai rangkaian perjalanan suci, Dang Hyang Nirartha. Untuk itu, ini tentu wajib untuk memperhatikan dan menjaganya tidak hanya dari sisi fisik alami, namun dari segi religius.
Melalui upacara Mamungkah, Ngenteg Linggih dan Padudusan Alit ini, kata dia, menunjukkan bahwa untuk kedepannya, kegiatan religius keagamaan bisa dilaksanakan. Selain itu, dengan ditemukannya sejumlah situs purbakala, ini juga layak distatuskan kedepan sebagai tempat peninggalan purbakala. “Namun untuk itu, tetap harus dilakukan kajian dan penelitian sehingga bisa resmi menjadi tempat peninggalan purbakala,” ujarnya.
Semetara Bendesa Adat Pecatu, I Made Sumerta mengatakan, melalui upacara ini, pihaknya berharap keberadaan goa ini bisa dijaga, karena lokasi berada di wilayah Desa Adat Pecatu. “Kami mempersilahkan umat yang ingin tangkil ke Pura Goa,” ucapnya.
Rangkaian upacara di Pura Goa Dalem Pingit pada Kamis 4 April ini dilaksanakan Ngenteg Linggih, Pujawali, Nyatur Rebah, Nyenuk, Ngingkup Dasar Caru Manca Sanak Madurga. Pujawali akan berlangsung hingga Senin, 8 April yang dilanjutkan dengan prosesi Nyegara Gunung, Ida Batara Mesineb, dan Ngeluarang Gegaluh.
Untuk diketahui, keberadaan Pura Goa Dalem Pingit, yang berlokasi di kawasan Desa Adat Pecatu, Kuta Selatan, ini memang belum banyak dikenal. Goa yang terletak di kawasan tanah pribadi yang berdekatan dengan Pura Dalem Pangleburan Pantai Labuan Sait, Pecatu ini, sebelumnya ditemukan secara tidak sengaja pada tanggal 15 Juli 2016 lalu. *isu
1
Komentar