Amplop Cap Jempol Untuk Serangan Fajar Pileg
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah membuka 3 kardus berisi amplop dari total 82 kardus dan 2 box kontainer yang disita terkait kasus dugaan suap Anggota DPR Bowo Sidik Pangarso.
JAKARTA, NusaBali
Pada amplop yang sudah dibuka dari 3 kardus itu disebut ada cap jempol yang ditemukan. Kabiro Humas KPK Febri Diansyah awalnya menjelaskan soal penyidik yang sudah melakukan pengecekan barang bukti dengan membuka 3 kardus dan menemukan simbol berupa cap jempol di dalamnya. Febri mengatakan cap jempol itu ada di dalam semua amplop yang sudah dibuka dari ketiga kardus itu.
"Memang ada stempel atau cap-cap tertentu di amplop tersebut, tapi sejauh ini fakta hukum yang ada itu masih terkait keperluan pemilu legislatif. Tidak ada nomor urut, yang ada adalah cap jempol di amplop tersebut," kata Febri, Selasa (2/4).
Secara total, dari 82 kardus dan 2 box kontainer itu ada 400 ribu amplop berisi uang pecahan Rp 20 atau Rp 50 ribu dengan total nilai Rp 8 miliar. Uang itu diduga berasal dari suap dan gratifikasi yang diterima Bowo.
"Dari bukti-bukti, fakta-fakta hukum yang ditemukan, sejauh ini yang bisa dikonfirmasi dan kami temukan fakta hukumnya adalah amplop tersebut diduga akan digunakan untuk serangan fajar pada pemilu legislatif pada pencalegan BSP (Bowo Sidik Pangarso)," ujarnya.
Meski telah menjelaskan ada cap jempol di amplop, namun Febri belum menyebut cap jempol itu ada di bagian dalam atau bagian luar amplop. Dia hanya menjelaskan penyidik menduga proses memasukkan uang ke 400 ribu amplop yang ditemukan itu memerlukan waktu selama 1 bulan.
Dia juga tak menjelaskan apakah ada cap jempol di amplop lainnya. Menurut Febri saat ini penyidik baru membuka 3 kardus karena pengecekan harus dilakukan secara hati-hati.
"Baru 3 kardus yang dibuka karena kami harus lakukan sangat hati-hati sesuai hukum acara yang berlaku," ucap Febri.
Dari tiga kardus itu, Febri menyebut total uang yang telah dihitung sebesar Rp 246 juta. Di luar itu, masih ada 79 kardus dan 2 boks kontainer yang belum dibongkar KPK.
Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menilai, KPK seolah menutupi simbol Pilpres di kasus Bowo Sidik.
"Saya sayangkan sikap Bu Basaria Pandjaitan dan Pak Agus Rahardjo yang seolah ingin menutupi fakta ada simbol-simbol Pilpres di 400 ribu amplop yang akan dibagi-bagikan oleh Politisi Golkar tersebut," ujar Koordinator Juru Bicara BPN Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar, saat dihubungi, Selasa (2/4).
Dahnil menyayangkan KPK yang tidak membeberkan barang bukti pada saat jumpa pers pada Kamis (28/3). Dia melihat ada kejanggalan yang perlu dipertanyakan soal sikap KPK terkait kasus 'cap jempol' Bowo Sidik.
"Karena itu standar KPK ketika konpres terkait barang bukti, makanya, aneh bila Bu Basaria Panjaitan menolak membuka amplop tersebut, saya tidak tahu apa motif Bu Basaria menolak membuka, agaknya perlu dipertanyakan kepada beliau, karena sikap tersebut terang ganjil sekali. " kata Dahnil.
Dalam perkara ini, Bowo ditetapkan KPK sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Asty Winasti lewat orang kepercayaannya bernama Indung. Ketiga orang itu telah ditetapkan menjadi tersangka.
Bowo diduga menerima suap untuk membantu PT HTK kembali mendapat perjanjian penggunaan kapal-kapalnya untuk distribusi pupuk dari PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog). Bowo pun meminta imbalan sebesar USD 2 per metrik ton.
KPK menduga Bowo sudah menerima 7 kali suap dari Asty dengan total duit sekitar Rp 1,6 miliar. Jumlah itu terdiri dari Rp 89,4 juta yang diterima Bowo melalui Indung saat OTT dan 6 penerimaan sebelumnya yang disebut KPK sebesar Rp 221 juta dan USD 85.130. Selain penerimaan uang dari Asty terkait distribusi pupuk itu, KPK menduga Bowo menerima gratifikasi dari pihak lain senilai Rp 6,5 miliar. *
"Memang ada stempel atau cap-cap tertentu di amplop tersebut, tapi sejauh ini fakta hukum yang ada itu masih terkait keperluan pemilu legislatif. Tidak ada nomor urut, yang ada adalah cap jempol di amplop tersebut," kata Febri, Selasa (2/4).
Secara total, dari 82 kardus dan 2 box kontainer itu ada 400 ribu amplop berisi uang pecahan Rp 20 atau Rp 50 ribu dengan total nilai Rp 8 miliar. Uang itu diduga berasal dari suap dan gratifikasi yang diterima Bowo.
"Dari bukti-bukti, fakta-fakta hukum yang ditemukan, sejauh ini yang bisa dikonfirmasi dan kami temukan fakta hukumnya adalah amplop tersebut diduga akan digunakan untuk serangan fajar pada pemilu legislatif pada pencalegan BSP (Bowo Sidik Pangarso)," ujarnya.
Meski telah menjelaskan ada cap jempol di amplop, namun Febri belum menyebut cap jempol itu ada di bagian dalam atau bagian luar amplop. Dia hanya menjelaskan penyidik menduga proses memasukkan uang ke 400 ribu amplop yang ditemukan itu memerlukan waktu selama 1 bulan.
Dia juga tak menjelaskan apakah ada cap jempol di amplop lainnya. Menurut Febri saat ini penyidik baru membuka 3 kardus karena pengecekan harus dilakukan secara hati-hati.
"Baru 3 kardus yang dibuka karena kami harus lakukan sangat hati-hati sesuai hukum acara yang berlaku," ucap Febri.
Dari tiga kardus itu, Febri menyebut total uang yang telah dihitung sebesar Rp 246 juta. Di luar itu, masih ada 79 kardus dan 2 boks kontainer yang belum dibongkar KPK.
Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menilai, KPK seolah menutupi simbol Pilpres di kasus Bowo Sidik.
"Saya sayangkan sikap Bu Basaria Pandjaitan dan Pak Agus Rahardjo yang seolah ingin menutupi fakta ada simbol-simbol Pilpres di 400 ribu amplop yang akan dibagi-bagikan oleh Politisi Golkar tersebut," ujar Koordinator Juru Bicara BPN Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar, saat dihubungi, Selasa (2/4).
Dahnil menyayangkan KPK yang tidak membeberkan barang bukti pada saat jumpa pers pada Kamis (28/3). Dia melihat ada kejanggalan yang perlu dipertanyakan soal sikap KPK terkait kasus 'cap jempol' Bowo Sidik.
"Karena itu standar KPK ketika konpres terkait barang bukti, makanya, aneh bila Bu Basaria Panjaitan menolak membuka amplop tersebut, saya tidak tahu apa motif Bu Basaria menolak membuka, agaknya perlu dipertanyakan kepada beliau, karena sikap tersebut terang ganjil sekali. " kata Dahnil.
Dalam perkara ini, Bowo ditetapkan KPK sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Asty Winasti lewat orang kepercayaannya bernama Indung. Ketiga orang itu telah ditetapkan menjadi tersangka.
Bowo diduga menerima suap untuk membantu PT HTK kembali mendapat perjanjian penggunaan kapal-kapalnya untuk distribusi pupuk dari PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog). Bowo pun meminta imbalan sebesar USD 2 per metrik ton.
KPK menduga Bowo sudah menerima 7 kali suap dari Asty dengan total duit sekitar Rp 1,6 miliar. Jumlah itu terdiri dari Rp 89,4 juta yang diterima Bowo melalui Indung saat OTT dan 6 penerimaan sebelumnya yang disebut KPK sebesar Rp 221 juta dan USD 85.130. Selain penerimaan uang dari Asty terkait distribusi pupuk itu, KPK menduga Bowo menerima gratifikasi dari pihak lain senilai Rp 6,5 miliar. *
1
Komentar