Bukti Krama Bali Makin Sadar Lingkungan
Gayor berbahan alami ini, salah satu alternatif kreasi seni orang Bali yang patut dicontoh. Sangat artistik, namun tak membahayakan lingkungan.
Di Balik Dekorasi Gayor Alami Makin Jadi Trend
GIANYAR, NusaBali
Masyarakat Bali sangat sadar betapa penting menguatkan kepedulian terhadap lingkungan. Namun tak ujug-ujug atau semata-mata karena Bali sebagai destinasi wisata ternama di dunia. Seiring dengan kemajuan pikir manusianya, sikap peduli ini tiada lain karena demi kesehatan tubuh dan semesta alam, tanpa mengabaikan roh aktivitas secara Hindu. Roh itu yakni Satyam, Sivam, Sundaram, (kebenaran, kesucian, dan keharmonisan).
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Gianyar I Wayan Kujus Pawitra menilai makin banyaknya krama Bali memakai dekorasi gayor berbahan alami adalah petanda kemajuan masyarakat modern dalam menyikapi persoalan lingkungan. Seiring gencarnya kampanye pelestarian lingkungan, gayor ini sebagai salah satu jenis jawaban atas kepekaan masyarakat dalam menjaga dan merawat lingkungan dari keterancaman kerusakan baik nyata dan masif. Sikap peduli terhadap lingkungan ini secara tak langsung bersinergi dengan kreativitas seni masyarakat. Maka masyarakat Bali, terutama kalangan seniman mahir membuat alternatif budaya guna melahirkan karya-karya seni yang inovatif, indah, menawan, namun ramah lingkungan. Menurutnya, dalam perspektif penguatan lingkungan yang ramah kehidupan, alternatif ini menjadi amat penting. Karena sebelumnya sejumlah produk hiasan dominan berbahan styrofoam, plastik, dan sejenisnya. Masyarakat makin tahu bahan-bahan anorganik ini tak ramah lingkungan dan sangat membahayakan kehidupan. ‘’Gayor berbahan alami ini, salah satu alternatif kreasi seni orang Bali yang patut dicontoh. Sangat artistik, namun tak membahayakan lingkungan,’’ jelasnya, Jumat (5/4).
Menurutnya, masyarakat patut bersyukur karena kepedulian seniman terhadap lingkungan makin meningkat. Hal ini tentu karena pengetahuan dan wawasan masyarakat secara umum tentang pelestarian lingkungan makin meningkat pula. Hal ini didukung masifnya gerakan dan informasi tentang bahaya sampah jenis plastik, styrofoam dan sampah anorganik lainnya. ‘’Syukurnya lagi, Gianyar misalnya, adalah gumi seni. Warganya sudah terbiasa sejak kecil melakoni seni, segala aktivitas masyarakat yang berkaitan dengan budaya dan agama selalu diselipi aktivitas berkesenian, termasuk dalam membuat plengkungan (hiasan) yang kini jadi gayor berbahan alami,’’ jelas kepala dinas asal Banjar Kesian, Desa Lebih, Gianyar ini.
Kujus Pawitra mengakui, kepekaan masyarakat terhadap lingkungan juga didorong oleh kabijakan pemerintah melalui tata aturan yang bersifat khusus. Antara lain, gongnya berupa Peraturan Gubernur Bali (Pergub) No 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. Dalam Pergub ini, ada tiga bahan yang terbuat atau mengandung bahan dasar plastik yang dilarang yaitu kantong plastik, polysterina (styrofoam), dan sedotan plastik.
Menurutnya, hiasan berbahan alami bila dibuat dengan penuh ikhlas dan paduan jiwa seni, jauh lebih indah ketimbang berbahan palstik dan styrofoam. Corak kreasi hiasan berbahan alami juga biasanya luwes hingga jauh lebih bertaksu dibandingkan bahan styrofoam.
Menurut dia, gayor yang terbuat dari kayu, terpadu ukiran dedaunan dan wangi bunga, tidak perlu diawetkan. Namun, seperti pas bunga, agar lebih tahan dari waktu biasanya cukup diberi air dengan kompresan air tipis-tipis. Kiat lainnya, cukup mengganti bagian bunganya saja. ‘’Kalau ingin lebih keren lagi, perbanyak varian bunganya,’’ jelas dia.
Kata dia, penggunaan hiasan berbahan alami tentu akan memberi multi player efek kepada banyak pihak. Antara lain, petani bunga lokal, petani kelapa, jaka (enau), dan lainnya. Mereka akan makin kreatif agar dapat menghasilkan komoditas yang lebih bernilai tukar dan mudah diserap pasar. Pun, para pedagang akan makin berdaya dalam memvariasikan barang dagangan sehingga keuntungan bisa diraih lebih meningkat.*lsa
1
Komentar