BPJ Bali Akan Gelar Pameran Situs dan Ritus
Khawatir Makin Marak Pembongkaran Pura
DENPASAR, NusaBali
Para pecinta situs bersejarah yang tergabung dalam wadah Yayasan Bakti Pertiwi Jati (BPJ) Bali akan menggeber pameran situs berjudul ‘Tiga Wilayah Rohani Bali’ yang berlokasi di Denpasar Art Space (DAS) Denpasar, mulai 25 April hingga 9 Mei 2019. Pameran ini merespon maraknya pembongkaran sejumlah kawasan bernilai atau bangunan (heritage) seperti pura atau tempat suci berupa palinggih, candi dan yang lainnya yang kian mengkhawatirkan.
Ketua BPJ Bali Made Bakti Wiyasa mengungkapkan, pameran tersebut merupakan bagian dari upaya membangkitkan kesadaran masyarakat Bali, yang peduli terhadap nilai-nilai atau spirit kawasan warisan leluhur. “Munculnya peduli situs berawal dari kekhawatiran maraknya pembongkaran kawasan suci dimana masyarakat bermaksud memperbaiki namun tanpa dibekali pengetahuan. Sehingga yang terjadi adalah tidak memperhatikan nilai situs tersebut yang seharusnya bisa dilakukan lewat restorasi, bukan mengganti dengan bahan baru,” ungkapnya.
Melalui pendataan langsung di berbagai daerah di Bali, BPJ menemukan banyak hal yang memprihatinkan di Bali. Sangat dan banyak telah kehilangan situs-situs kuno berupa warisan leluhur yang berusia ratusan tahun. Bali telah mengalami bencana heritage yang justru dilakukan oleh pewaris budayanya sendiri. Sebagian lagi bencana heritage akibat kerusakan dari bencana alam seperti gempa dan curah hujan yang menyebabkan kerusakan struktur dan candi-candi pura.
Dalam pameran tersebut, kata Bakti, akan ada ratusan karya berupa foto, lukisan yang akan disuguhkan untuk kembali memperkenalkan nilai warisan luhur budaya Bali kepada masyarakat. Pameran ini mendapat dukungan positif dari berbagai pihak terutama pemerintah daerah. “Berbagai persiapan pameran sedang dilakukan para pecinta situs, semoga pada saat digelar masyarakat bisa saling berbagi dan mempelajari spiritnya,” imbuhnya.
Sementara itu, salah satu pegiat situs, Jro Mangku Sara menambahkan, pameran ini bertujuan untuk kembali mengingatkan spirit rohani yang bisa digali dari setiap situs yang ada. Menurutnya, spirit dari peninggalan bersejarah itu yang belum banyak dipahami. “Simbol-simbol dalam setiap bangunan, baik candi, pelinggih, bale itu bukan seni semata, melainkan banyak yang menjelaskan fungsi-fungsi tertentu. Kalau di Bali kita kan mengenal konsep tatwa, etika dan upacara. Nah, jadi spiritnya banyak yang belum dipahami,” kata Mangku Sara.
Selain itu, menurutnya belakangan ini pemaknaan desa mawacara, atau desa kala Patra kian kabur. Padahal kenyataannya, di Bali upaya penyeragaman mulai terjadi. “Ini yang mau kita ingatkan kembali, bicara tanah Bali (karang) tentu berbeda antara wilayah satu dengan wilayah lainya. Untuk itu secara bertahap kita bersama-sama mengajak kesadaran semua elemen masyarakat agar memahami peradaban Bali sebenarnya,” tandasnya. *ind
Ketua BPJ Bali Made Bakti Wiyasa mengungkapkan, pameran tersebut merupakan bagian dari upaya membangkitkan kesadaran masyarakat Bali, yang peduli terhadap nilai-nilai atau spirit kawasan warisan leluhur. “Munculnya peduli situs berawal dari kekhawatiran maraknya pembongkaran kawasan suci dimana masyarakat bermaksud memperbaiki namun tanpa dibekali pengetahuan. Sehingga yang terjadi adalah tidak memperhatikan nilai situs tersebut yang seharusnya bisa dilakukan lewat restorasi, bukan mengganti dengan bahan baru,” ungkapnya.
Melalui pendataan langsung di berbagai daerah di Bali, BPJ menemukan banyak hal yang memprihatinkan di Bali. Sangat dan banyak telah kehilangan situs-situs kuno berupa warisan leluhur yang berusia ratusan tahun. Bali telah mengalami bencana heritage yang justru dilakukan oleh pewaris budayanya sendiri. Sebagian lagi bencana heritage akibat kerusakan dari bencana alam seperti gempa dan curah hujan yang menyebabkan kerusakan struktur dan candi-candi pura.
Dalam pameran tersebut, kata Bakti, akan ada ratusan karya berupa foto, lukisan yang akan disuguhkan untuk kembali memperkenalkan nilai warisan luhur budaya Bali kepada masyarakat. Pameran ini mendapat dukungan positif dari berbagai pihak terutama pemerintah daerah. “Berbagai persiapan pameran sedang dilakukan para pecinta situs, semoga pada saat digelar masyarakat bisa saling berbagi dan mempelajari spiritnya,” imbuhnya.
Sementara itu, salah satu pegiat situs, Jro Mangku Sara menambahkan, pameran ini bertujuan untuk kembali mengingatkan spirit rohani yang bisa digali dari setiap situs yang ada. Menurutnya, spirit dari peninggalan bersejarah itu yang belum banyak dipahami. “Simbol-simbol dalam setiap bangunan, baik candi, pelinggih, bale itu bukan seni semata, melainkan banyak yang menjelaskan fungsi-fungsi tertentu. Kalau di Bali kita kan mengenal konsep tatwa, etika dan upacara. Nah, jadi spiritnya banyak yang belum dipahami,” kata Mangku Sara.
Selain itu, menurutnya belakangan ini pemaknaan desa mawacara, atau desa kala Patra kian kabur. Padahal kenyataannya, di Bali upaya penyeragaman mulai terjadi. “Ini yang mau kita ingatkan kembali, bicara tanah Bali (karang) tentu berbeda antara wilayah satu dengan wilayah lainya. Untuk itu secara bertahap kita bersama-sama mengajak kesadaran semua elemen masyarakat agar memahami peradaban Bali sebenarnya,” tandasnya. *ind
1
Komentar