Diskop Dorong Koperasi Sektor Riil
Jika bergerak di sector riil, niscaya koperasi bisa berperan lebih besar di bidang perekonomian.
DENPASAR, NusaBali
Pemprov Bali mendorong memperbanyak jumlah koperasi yang bergerak di sektor riil, seperti koperasi produksi, jasa, pemasaran dan sektor riil lainnya. Tujuannya agar koperasi bisa berperan lebih luas di sektor ekonomi. Apalagi peluang tersebut terbuka. Salah satunya kebijakan Gubernur Bali, yang mendorong pemberdayaan produk lokal, baik pertanian, peternakan, perikanan dan industri kerajinan dan lainnya.
Kepala Dinas Koperasi dan UKM Bali I Gede Indra Dewa Putra mengatakan, Senin (15/4). “ Ini merupakan peluang yang sangat bagus untuk koperasi sektor riil,” ujar Gede Indra, di sela-sela pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) Peranan Kelembagaan dan Usaha Koperasi di Dinas Koperasi dan UKM di Dinas Koperasi dan UKM di Kompleks Niti Mandala Renon, Denpasar.
Dikatakan, peluang di sektor riil itulah yang mesti ditangkap koperasi. “Dengan demikian koperasi bisa berperan lebih luas pada sektor ekonomi,” jelas Gede Indra.
Pemprov, dalam hal ini Dinas Koperasi dan UKM mendorong pertumbuhan koperasi sektor riil tersebut. Dalam waktu dekat rencananya di Karangasem dan Tabanan. “Nanti akan kami koordinasikan dengan Dinas Koperasi setempat,” ungkapnya.
Untuk itu, akan dilakukan pendampingan terhadap kelompok masyarakat yang akan membentuk koperasi. Pendampingan tersebut, dalam pengetahuan teknis administrasi, akutansi dan lainnya. “Sehingga begitu berdiri sudah langsung bisa beroperasi,” jelasnya.
Di Bali saat ini tercatat ada 4.882 koperasi. Dari jumlah tersebut, koperasi sektor riil tidak lebih dari 4 persen. Persisnya 1 – 3,5 persen. Sedang koperasi simpan pinjam (SP) mencapai 45 persen. Yang lainnya, ada koperasi karyawan, keperasi pegawai negeri, koperasi sektor-sektor lain.
Khusus untuk koperasi simpan pinjam, kata Gede Indra, akan diupayakan nanti menjadi bagian atau unit usaha dari koperasi sektor riil. Alasannya, jumlah koperasi simpan pinjam sudah cukup banyak. Di pihak lain, Pemerintah tidak boleh melarang warga atau masyarakat mendirikan koperasi. “Nanti bisa dituntut saya, kalau bilang stop,” ujarnya. Karena itu, koperasi simpan pinjam atau SP akan diupayakan menjadi salah satu unit usaha koperasi sektor riil.
Secara umum perkembangan koperasi relatif positif. Hal ini ditunjukkan sejumlah indikator. Di antaranya, modal sendiri, modal luar, volume usaha, SHU dan Aset. Per 31 Desember 2018, indikator tersebut rata- rata mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, 31 Desember 2017. Modal sendiri meningkat 20,31 persen, modal luar naik 15,33 persen, volume usaha 11,66 persen dan aset meningkat 9,23 persen.
Meski demikian Gede Indra, mengakuinya adanya koperasi yang bermasalah, yang mengganggu citra koperasi. “Misalnya mengucurkan kredit dengan mengabaikan azas 5 C ( caracter, capacity, capital, collateral dan condition) dengan alasan peminjam merupakan kerabat atau teman,” kata Gede Indra mencontohkan.
Model tersebut biasanya jamak terjadi pada koperasi simpan pinjam, yang akhirnya bermasalah, sehingga berimbas pada koperasi yang sehat. Kata Gede Indra, pengalamannya menunjukkan faktor mengabaikan azas profesional itulah yang akhirnya merusak koperasi. “Inilah peran pengawas koperasi,” tandasnya.
I Wayan Murja, dari KSP Ema Duta Mandiri, menegaskan semua bisnis termasuk koperasi berpedoman pada visi dan misi, yakni arah dan cara bagaimana tujuan dicapai. Persoalannya, sering dalam prakteknya visi dan misi itu tidak dipedulikan. Terkait itu, visi dan misi harus jadi pedoman. Dalam berkoperasi, karakter dan aspek dasar-dasar manajemen harus dipedomi. “Diantaranya menerapkan prinsip yang sehat dalam pemberian pinjaman,” ujar Murja yang menjadi salah seorang narasumber dalam FGD tersebut.
FGD juga menghadirkan narusumber lain yakni FX Joniono Rahardjo dari Puskodit Bali. Menurutnya, era digital menjadi tantangan koperasi. Karena itu mau tidak mau, koperasi harus nanti menyesuaikan dengan teknologi. “Bukan sebaliknya,” ujar Joniono Rahardjo. *k17
Kepala Dinas Koperasi dan UKM Bali I Gede Indra Dewa Putra mengatakan, Senin (15/4). “ Ini merupakan peluang yang sangat bagus untuk koperasi sektor riil,” ujar Gede Indra, di sela-sela pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) Peranan Kelembagaan dan Usaha Koperasi di Dinas Koperasi dan UKM di Dinas Koperasi dan UKM di Kompleks Niti Mandala Renon, Denpasar.
Dikatakan, peluang di sektor riil itulah yang mesti ditangkap koperasi. “Dengan demikian koperasi bisa berperan lebih luas pada sektor ekonomi,” jelas Gede Indra.
Pemprov, dalam hal ini Dinas Koperasi dan UKM mendorong pertumbuhan koperasi sektor riil tersebut. Dalam waktu dekat rencananya di Karangasem dan Tabanan. “Nanti akan kami koordinasikan dengan Dinas Koperasi setempat,” ungkapnya.
Untuk itu, akan dilakukan pendampingan terhadap kelompok masyarakat yang akan membentuk koperasi. Pendampingan tersebut, dalam pengetahuan teknis administrasi, akutansi dan lainnya. “Sehingga begitu berdiri sudah langsung bisa beroperasi,” jelasnya.
Di Bali saat ini tercatat ada 4.882 koperasi. Dari jumlah tersebut, koperasi sektor riil tidak lebih dari 4 persen. Persisnya 1 – 3,5 persen. Sedang koperasi simpan pinjam (SP) mencapai 45 persen. Yang lainnya, ada koperasi karyawan, keperasi pegawai negeri, koperasi sektor-sektor lain.
Khusus untuk koperasi simpan pinjam, kata Gede Indra, akan diupayakan nanti menjadi bagian atau unit usaha dari koperasi sektor riil. Alasannya, jumlah koperasi simpan pinjam sudah cukup banyak. Di pihak lain, Pemerintah tidak boleh melarang warga atau masyarakat mendirikan koperasi. “Nanti bisa dituntut saya, kalau bilang stop,” ujarnya. Karena itu, koperasi simpan pinjam atau SP akan diupayakan menjadi salah satu unit usaha koperasi sektor riil.
Secara umum perkembangan koperasi relatif positif. Hal ini ditunjukkan sejumlah indikator. Di antaranya, modal sendiri, modal luar, volume usaha, SHU dan Aset. Per 31 Desember 2018, indikator tersebut rata- rata mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, 31 Desember 2017. Modal sendiri meningkat 20,31 persen, modal luar naik 15,33 persen, volume usaha 11,66 persen dan aset meningkat 9,23 persen.
Meski demikian Gede Indra, mengakuinya adanya koperasi yang bermasalah, yang mengganggu citra koperasi. “Misalnya mengucurkan kredit dengan mengabaikan azas 5 C ( caracter, capacity, capital, collateral dan condition) dengan alasan peminjam merupakan kerabat atau teman,” kata Gede Indra mencontohkan.
Model tersebut biasanya jamak terjadi pada koperasi simpan pinjam, yang akhirnya bermasalah, sehingga berimbas pada koperasi yang sehat. Kata Gede Indra, pengalamannya menunjukkan faktor mengabaikan azas profesional itulah yang akhirnya merusak koperasi. “Inilah peran pengawas koperasi,” tandasnya.
I Wayan Murja, dari KSP Ema Duta Mandiri, menegaskan semua bisnis termasuk koperasi berpedoman pada visi dan misi, yakni arah dan cara bagaimana tujuan dicapai. Persoalannya, sering dalam prakteknya visi dan misi itu tidak dipedulikan. Terkait itu, visi dan misi harus jadi pedoman. Dalam berkoperasi, karakter dan aspek dasar-dasar manajemen harus dipedomi. “Diantaranya menerapkan prinsip yang sehat dalam pemberian pinjaman,” ujar Murja yang menjadi salah seorang narasumber dalam FGD tersebut.
FGD juga menghadirkan narusumber lain yakni FX Joniono Rahardjo dari Puskodit Bali. Menurutnya, era digital menjadi tantangan koperasi. Karena itu mau tidak mau, koperasi harus nanti menyesuaikan dengan teknologi. “Bukan sebaliknya,” ujar Joniono Rahardjo. *k17
Komentar