Teladan untuk Pilah Sampah Sejak Dini
Bank Sampah Gema Pelita memiliki nasabah paling banyak di Denpasar yang mencapai 650 orang
Bank Sampah SDN 5 Pedungan Terbaik Kedua di Bali
DENPASAR, NusaBali
Berangkat dari keprihatinan sekolah terhadap sampah anorganik yang berakhir sia-sia di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), SDN 5 Pedungan tergerak untuk membuat bank sampah. Sejak pertama didirikan oleh salah satu guru pada 21 September 2018 lalu, bank sampah yang bernama Gema Pelita (Gerakan Bersama Peduli Lingkungan Tercinta) tersebut telah menorehkan prestasi, yakni Terbaik ke-2 di Bali sebagai Bank Sampah Berbasis Sekolah Dasar dalam Program Reducing for Environment Impact 2019. Kini, jumlah nasabah bank sampah Gema Pelita pun telah mencapai 560 orang.
Kepada NusaBali, I Putu Dede Mahendra SPd MPd, 27, selaku salah satu manager di Bank Sampah Gema Pelita SDN 5 Pedungan, memaparkan perihal latar belakang terbentuknya bank sampah di sekolahnya. “Jadi, berdirinya bank sampah berbasis sekolah ini karena dulu prihatin terhadap banyaknya sampah anorganik (plastik, botol kaca, kertas) yang terbuang percuma ke TPA, mengingat sampah di sekolah sangat banyak volumenya dalam sehari karena jumlah siswa yang mencapai 650 orang. Jika asumsi per orang menghasilkan sampah 1 kilogram, maka dalam sehari hampir setengah ton sampah terbuang percuma ke TPA,” paparnya saat ditemui Nusabali, Jumat (19/4).
Sambung Dede, SDN 5 Pedungan yang berlokasi di Jalan Dipenogoro No 60, Pesanggaran, Kelurahan Pedungan, Denpasar Selatan, tersebut juga berjarak kurang dari 1 kilometer dari TPA Suwung, yang merupakan TPA terbesar di Bali. Sering kali, saat musim hujan, aroma sampah menguap dari TPA. Belum lagi saat musim kemarau yang terkadang menimbulkan polusi asap hingga ke sekolah akibat kebakaran sampah di TPA. Risih dengan keadaan itu, Dede dan teman sesama guru pun terketuk untuk mengajukan proposal perihal pembentukan bank sampah ke salah satu perusahaan milik Negara yang akhirnya membantu mewujudkannya.
Sampah anorganik yang ditabung di bank sampah tidak hanya berasal dari sekolah saja, melainkan para siswa berinisiatif menularkan kebiasaan positifnya ke keluarga mereka di rumah. Sehingga, pada saat jadwal penabungan sampah, mereka akan membawa sampah hasil pilahan baik yang berasal dari sekolah maupun dari rumah. Ada pun jenis-jenis sampah yang dapat ditabung, yakni sampah organik, semua jenis sampah plastik, kertas, logam, botol kaca, dan sampah lainnya (aki, CD kaset, sepatu, spon, sendal bekas, elektronik bekas, kelapa daksina, minyak goreng bekas).
Kegiatan menabung dilaksanakan tiap 2 minggu sekali di sekolah. Kader bank sampah yang terdiri dari guru dan beberapa siswa akan menimbang sampah pilahan dari siswa sesuai jenis, kemudian dimasukkan ke dalam Buku Tabungan Sampah dan sistem online bank sampah yang bekerja sama dengan aplikasi Simalu.id. Setelah menabung, siswa yang memiliki akun dalam aplikasi tersebut akan dapat melihat sampah yang ditabung sudah dikonversi menjadi tabungan uang, baik di buku tabungan maupun secara real time. “Namun, kini Pemkot Denpasar sudah mengembangkan aplikasi terpadu yang bernama SiDarling Kota Denpasar yang merupakan aplikasi serupa dengan Simalu.id,” timpal Dede yang juga Guru Kelas VIB di SDN 5 Pedungan.
Sampah-sampah yang dibawa para siswa ke sekolah dihargai bervariasi per kilogramnya, dimulai dari Rp25 hingga Rp30.000 untuk berbagai klasifikasi sampah. Sampah-sampah yang terkumpul selanjutnya akan dijual ke tengkulak dengan selisih harga sedikit lebih tinggi untuk menutupi biaya operasional bank sampah. Setelah dibeli, selanjutnya oleh tengkulak, sampah-sampah tersebut dijual kembali ke sentra daur ulang sampah yang rata-rata berlokasi di Jawa. Salah satu perusahaan yang sudah memiliki sentra daur ulang produk sendiri adalah Unilever. Selanjutnya, hasil tabungan warga sekolah hanya bisa ditarik dengan cara ditukar dengan voucher setiap 1 tahun sekali pada saat kenaikan kelas. “Uang sekecil apapun sangat berharga bagi mereka (siswa) karena dari hasil jerih payah sendiri. Bahkan, kami sangat terenyuh saat terjadi perubahan pola bahwa sekarang anak-anak ini berlomba-lomba mencari sampah agar tabungan mereka semakin banyak,” tandas Dede yang merupakan sosok di balik Bank Sampah Gema Pelita itu.
Kendati bank sampah Gema Pelita bukanlah yang pertama di Denpasar, namun baru 6 bulan berdiri, bank sampah milik SDN 5 Pedungan tersebut telah menorehkan prestasi sebagai Bank Sampah Berbasis Sekolah Dasar Terbaik ke-2 di Bali dalam Program Reducing for Environment Impact 2019 yang jatuh pada 21 Februari dan digelar pada 1 Maret 2019 lalu. Keunikan lainnya, bahwa bank sampah Gema Pelita memiliki nasabah paling banyak di Denpasar yang mencapai 650 orang. Bank sampah tersebut juga diswakelola oleh kader bank sampah yang notabene merupakan para guru SDN 5 Pedungan, namun masih di bawah naungan DLHK Denpasar. Dengan adanya bank sampah tersebut, kini produksi sampah di SDN 5 Pedungan berkurang sekitar 70-80 persen. Truk pengangkut sampah pun kini hanya datang 2 atau 3 hari sekali yang dulunya datang setiap hari. *cr41
Komentar