Dari Kaling hingga Lurah Diingatkan Jangan Sembarangan Beri Data Kependudukan
Seiring makin canggihnya tindak kejahatan yang menyalahgunakan data perseorangan, mulai dari kaling (kepala lingkungan), kadus (kepala dusun), kades (kepala desa), dan lurah sebagai pengelola data kependudukan diingatkan agar jangan sembarangan memberikan data kependudukan khususnya data perseorangan.
DENPASAR, NusaBali
Hal ini ditekankan saat Sosialisasi Kebijakan Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang digelar Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Denpasar di Mal Pelayanan Publik Graha Sewaka Dharma, Jalan Majapahit, Denpasar, Senin (29/4).
Kepala Bidang Pemanfaatan Data dan Inovasi Pelayanan Disdukcapil Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Agung SE mengatakan, sosialiasi tersebut digelar untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa identitas perseorangan bersifat wajib dilindung kerahasiaannya oleh negara. Tidak sembarang orang bisa menggunakan data kependudukan jenis tersebut.
“Data kependudukan ada dua, yakni data perseorangan dan data agregat yang berkaitan dengan jumlah penduduk. Data perseorangan ini yang tidak boleh dimanfaatkan sembarangan. Kami sampaikan kepada kaling, kadus, kades, lurah jangan sembarangan memberikan data kependudukan berupa data perseorangan kepada orang lain,” ujarnya.
Langkah ini, kata dia, sesuai dengan prosedur dan aturan yang ada bahwa data perseorangan wajib dilindungi oleh negara kerahasiaannya. Sebab, banyak kejadian yang menyalahgunakan data perseorangan ini hingga menimbulkan tindak kejahatan. “Banyak kejadian di luar Bali, kalau di Bali belum pernah. Data perseorangan itu disalahgunakan misalnya digunakan untuk minjam uang, atau tindak kejahatan lainnya. Sekarang makin canggih yang menyalahgunakan. Makanya jangan diberikan sembarangan,” jelasnya.
Bahkan sekarang, kata dia, kepala desa dan lurah sudah tidak diberikan lagi meminta data kependudukan terutama data perseorangan ke Disdukcapil. Tidak hanya kades dan lurah, pihak lain dengan berbagai kepentingan seperti penelitian juga tidak diizinkan meminta data perseorangan. Bila menyebarluaskan data kependudukan yang bukan haknya, maka bisa dikenakan sanksi pidana kurungan selama dua tahun dan denda Rp 25 juta. Sedangkan yang bisa diberikan adalah data agregat, yakni data yang menyangkut jumlah penduduk.
“Sekarang dengan adanya surat penegasan dari Ditjen Administrasi Kependudukan (Adminduk), ya kami larang kepala desa dan lurah itu kalau minta data ke sini (Disdukcapil, red). Sudah saya tidak kasih, dan dasarnya saya cantumkan surat dari ditjen yang isinya melarang memberikan data kependudukan yang bukan haknya,” katanya.
Sementara itu, dalam sosialiasi tersebut juga sekaligus menyosialisasikan soal Kartu Identitas Anak (KIA) yang diwajibkan secara nasional tahun 2019. Kemanfaatannya nanti bisa digunakan untuk kepentingan publik seperti pendaftaran sekolah, berobat ke rumah sakit, hingga buka rekening di bank dan paspor. KIA ditujukan bagi bayi yang baru lahir hingga remaja usia 17 tahun kurang satu hari. Diakui, sampai saat ini belum semua anak memiliki KIA. Harapannya, dari sosialisasi tersebut informasi bisa sampai ke masyarakat paling bawah yakni keluarga.
“Belum semua, baru sekitar 60 ribu KIA. Kemarin karena keterbatasan blangko, yang kami sasar yang kelas VI SD menuju SMP, dan kelas III SMP menuju SMA. Nah sekarang, blangkonya sudah kami sebar. Bagi yang sudah punya akta kelahiran, nyari KIA-nya bisa di kecamatan,” tandasnya. *ind
Kepala Bidang Pemanfaatan Data dan Inovasi Pelayanan Disdukcapil Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Agung SE mengatakan, sosialiasi tersebut digelar untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa identitas perseorangan bersifat wajib dilindung kerahasiaannya oleh negara. Tidak sembarang orang bisa menggunakan data kependudukan jenis tersebut.
“Data kependudukan ada dua, yakni data perseorangan dan data agregat yang berkaitan dengan jumlah penduduk. Data perseorangan ini yang tidak boleh dimanfaatkan sembarangan. Kami sampaikan kepada kaling, kadus, kades, lurah jangan sembarangan memberikan data kependudukan berupa data perseorangan kepada orang lain,” ujarnya.
Langkah ini, kata dia, sesuai dengan prosedur dan aturan yang ada bahwa data perseorangan wajib dilindungi oleh negara kerahasiaannya. Sebab, banyak kejadian yang menyalahgunakan data perseorangan ini hingga menimbulkan tindak kejahatan. “Banyak kejadian di luar Bali, kalau di Bali belum pernah. Data perseorangan itu disalahgunakan misalnya digunakan untuk minjam uang, atau tindak kejahatan lainnya. Sekarang makin canggih yang menyalahgunakan. Makanya jangan diberikan sembarangan,” jelasnya.
Bahkan sekarang, kata dia, kepala desa dan lurah sudah tidak diberikan lagi meminta data kependudukan terutama data perseorangan ke Disdukcapil. Tidak hanya kades dan lurah, pihak lain dengan berbagai kepentingan seperti penelitian juga tidak diizinkan meminta data perseorangan. Bila menyebarluaskan data kependudukan yang bukan haknya, maka bisa dikenakan sanksi pidana kurungan selama dua tahun dan denda Rp 25 juta. Sedangkan yang bisa diberikan adalah data agregat, yakni data yang menyangkut jumlah penduduk.
“Sekarang dengan adanya surat penegasan dari Ditjen Administrasi Kependudukan (Adminduk), ya kami larang kepala desa dan lurah itu kalau minta data ke sini (Disdukcapil, red). Sudah saya tidak kasih, dan dasarnya saya cantumkan surat dari ditjen yang isinya melarang memberikan data kependudukan yang bukan haknya,” katanya.
Sementara itu, dalam sosialiasi tersebut juga sekaligus menyosialisasikan soal Kartu Identitas Anak (KIA) yang diwajibkan secara nasional tahun 2019. Kemanfaatannya nanti bisa digunakan untuk kepentingan publik seperti pendaftaran sekolah, berobat ke rumah sakit, hingga buka rekening di bank dan paspor. KIA ditujukan bagi bayi yang baru lahir hingga remaja usia 17 tahun kurang satu hari. Diakui, sampai saat ini belum semua anak memiliki KIA. Harapannya, dari sosialisasi tersebut informasi bisa sampai ke masyarakat paling bawah yakni keluarga.
“Belum semua, baru sekitar 60 ribu KIA. Kemarin karena keterbatasan blangko, yang kami sasar yang kelas VI SD menuju SMP, dan kelas III SMP menuju SMA. Nah sekarang, blangkonya sudah kami sebar. Bagi yang sudah punya akta kelahiran, nyari KIA-nya bisa di kecamatan,” tandasnya. *ind
1
Komentar