KPK Dalami Keterangan Ganjar soal Peran DPR
Kasus Proyek e-KTP
JAKARTA, NusaBali
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami pengetahuan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo terkait dengan kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP). Ganjar sendiri diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Markus Nari, Jumat (10/5).
"Tadi dilakukan pemeriksaan mendalami apa pengetahuan saksi terkait dengan rapat-rapat di DPR beberapa waktu yang lalu untuk membahas anggaran KTP-elektronik ini," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (10/5) seperti dilansir cnnindonesia.
KPK juga memanggil Bupati Morowali Utara Aptripel Tumimomor sebagai saksi untuk Markus Nari. KPK pun mendalami hal yang sama dengan menggali keterangan dari Aptripel.
Sementara itu, Ganjar mengaku ditanya ihwal pembahasan anggaran di DPR oleh penyidik KPK terkait kasus ini. Ia mengatakan pembahasan anggaran dilakukan bersama mitra Komisi II, yaitu Kementerian Dalam Negeri.
Saat itu, ujarnya, ada kebutuhan pencetakan e-KTP di sekitar 100 kabupaten sehingga dibutuhkan tambahan anggaran.
"Dari kementerian berkaitan dengan e-KTP itu ada, saya lupa persisnya sekitar 100 sekian kabupaten mesti mencetak itu sehingga butuh tambahan anggaran. Sehingga dalam rapat itu kementerian diminta untuk memberikan detailnya untuk apa saja, lalu itu diajukan di Badan Anggaran. Prosesnya gitu aja," katanya.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Markus Nari sebagai tersangka sejak 19 Juli 2017 silam. Markus diduga berperan dalam memuluskan penambahan anggaran e-KTP di DPR.
Atas dugaan itu Markus disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Markus merupakan satu di antara delapan tersangka kasus mega korupsi ini. Selain Markus tujuh tersangka lainnya sudah diproses KPK, mulai dari penyidikan hingga dijatuhi vonis.
Selain itu, Markus juga diduga merintangi diduga dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Ia juga diduga merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terhadap Miryam S Haryani dalam kasus indikasi memberikan keterangan tidak benar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada persidangan kasus e-KTP.
Atas perbuatannya itu Markus dikenakan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.*
"Tadi dilakukan pemeriksaan mendalami apa pengetahuan saksi terkait dengan rapat-rapat di DPR beberapa waktu yang lalu untuk membahas anggaran KTP-elektronik ini," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (10/5) seperti dilansir cnnindonesia.
KPK juga memanggil Bupati Morowali Utara Aptripel Tumimomor sebagai saksi untuk Markus Nari. KPK pun mendalami hal yang sama dengan menggali keterangan dari Aptripel.
Sementara itu, Ganjar mengaku ditanya ihwal pembahasan anggaran di DPR oleh penyidik KPK terkait kasus ini. Ia mengatakan pembahasan anggaran dilakukan bersama mitra Komisi II, yaitu Kementerian Dalam Negeri.
Saat itu, ujarnya, ada kebutuhan pencetakan e-KTP di sekitar 100 kabupaten sehingga dibutuhkan tambahan anggaran.
"Dari kementerian berkaitan dengan e-KTP itu ada, saya lupa persisnya sekitar 100 sekian kabupaten mesti mencetak itu sehingga butuh tambahan anggaran. Sehingga dalam rapat itu kementerian diminta untuk memberikan detailnya untuk apa saja, lalu itu diajukan di Badan Anggaran. Prosesnya gitu aja," katanya.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Markus Nari sebagai tersangka sejak 19 Juli 2017 silam. Markus diduga berperan dalam memuluskan penambahan anggaran e-KTP di DPR.
Atas dugaan itu Markus disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Markus merupakan satu di antara delapan tersangka kasus mega korupsi ini. Selain Markus tujuh tersangka lainnya sudah diproses KPK, mulai dari penyidikan hingga dijatuhi vonis.
Selain itu, Markus juga diduga merintangi diduga dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Ia juga diduga merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terhadap Miryam S Haryani dalam kasus indikasi memberikan keterangan tidak benar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada persidangan kasus e-KTP.
Atas perbuatannya itu Markus dikenakan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.*
1
Komentar