Meninggal Usai Sesak Saat Fogging
Seorang remaja kelainan mental yang tinggal di Banjar Pinda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, Ni Wayan Fitriani, 18, meregang nyawa usai pelaksanaan fogging (pengasapan) di pekarangan rumahnya, Jumat (10/5) siang pukul 13.00 Wita.
GIANYAR, NusaBali
Gadis berusia 18 tahun ini diduga meregang nyawa karena penyakit sesak napasnya kumat saat fogging paginya sekitar pukul 09.00 Wita.
Begitu sesak napas saat petugas dari Dinas Kesehatan Ginyar melakukan fogging, korban Wayan Fitriani sempat dilarikan ke IGD RSUD Sanjiwani untuk mendapatkan penanganan. Namun, nyawanya tidak terselamatkan. Korban meninggal siang itu pukul 13.00 Wita. Versi RS dan Dinas Kesehatan, korban meninggal karena sakit bawaan yakni kelainan paru-paru. Namun, pihak keluarga sebut meninggal akibat terpapar asap fogging.
Ibunda Wayan Fitriani, Ni Nyoman Ceped, 70, mengaku masih terngiang-ngiang dengan anak semata wayangnya yang meninggal usai fogging ini. Nyoman Ceped menuturkan, sebelum anaknya meninggal, memang ada kegiatan fogging di seputaran rumahnya, Jumat pagi. Tahu ada kegiatan fogging, Nyoman Ceped pun berupaya mencegat petugas agar tidak langsung mengarahkan asap ke rumahnya. “Saya saat itu cegah petugas masuk ke rumah, karena anak saya yang mengenakan kursi roda sakit,” kenang Nyoman Ceped saat ditemui NusaBali di rumahnya kawasan banjar Pinda, Desa Saba, Senin (13/5).
Usai menghentikan petugas, Nyoman Ceped lantas mengajak anaknya yang duduk di kursi roda untuk keluar pekarangan rumah. Nah, saat keluar ke jalan inilah tiba-tiba dia dan anaknya terpapar asap dari arah rumah tetangganya. “Begitu muncul asap dari arah selatan, saya langsung bawa anak ke tempat yang tidak ada asapnya,” ungkap perempuan berusia 70 tahun ini.
Disebutkan, saat berada di luar rumah, korban Fitriani sempat bercanda dengan sejumlah tetangga. Usai proses fogging, Fitriani kembali diajak pulang untuk makan. Namun, sekitar pukul 10.30 Wita, Fitriani tiba-tiba sesak napas, hingga langsung diajak ke Puskesmas Blahbatuh. “Karena keterbatasan alat di Puskesmas, anak saya kemudian dirujuk ke RSUD Sanjiwani,” katanya. “Saat ditangani di rumah sakit, sempat dibilang anak saya baik-baik saja. Tapi, sektiar pukul 13.00 Wita anak saya dikatakan meninggal.”
Korban Fitriani sendiri merupakan anak semata wayang pasautri sepuh I Ketut Tinggal dan Ni Nyoman Ceped. Menurut Nyoman Ceped, anaknya ini kondisinya lemah sejak bayi sampai sekarang. “Dia tetap kami rawat,” keluhnya sembari menyebut jenazah Ftriani sudah dikuburkan, Jumat malam pukul 19.00 Wita.
Dikonfirmasi NusaBali terpisah, Senin kemarin, Dirut RSUD Sanjiwani dr Ida Komang Upeksa bantah kalau korban Wayan Fitriani disebut meninggal akibat fogging. Menurut dr Upeksa, bila meninggal akibat fogging, seharusnya ada tanda keracunan pestisida. Namun, dalam kasus ini tidak ada tanda tersebut. “Jadi, bukan fogging penyebanya. Anak itu memang ada kelainan bawaan dari kecil, seperti perkembangan paru-paru yang tidak bagus,” tegasnya.
Hal senada juga diungkapkan Kadis Kesehatan Gianyar, Ida Ayu Cahyani. "Hasil uji Laboratorium menunjukkan pasien (Fitriani) mengalami infeksi. Jadi, bukan karena keracunan asap fogging. Suksma," katanya melalui WA, Senin kemarin. *nvi
Begitu sesak napas saat petugas dari Dinas Kesehatan Ginyar melakukan fogging, korban Wayan Fitriani sempat dilarikan ke IGD RSUD Sanjiwani untuk mendapatkan penanganan. Namun, nyawanya tidak terselamatkan. Korban meninggal siang itu pukul 13.00 Wita. Versi RS dan Dinas Kesehatan, korban meninggal karena sakit bawaan yakni kelainan paru-paru. Namun, pihak keluarga sebut meninggal akibat terpapar asap fogging.
Ibunda Wayan Fitriani, Ni Nyoman Ceped, 70, mengaku masih terngiang-ngiang dengan anak semata wayangnya yang meninggal usai fogging ini. Nyoman Ceped menuturkan, sebelum anaknya meninggal, memang ada kegiatan fogging di seputaran rumahnya, Jumat pagi. Tahu ada kegiatan fogging, Nyoman Ceped pun berupaya mencegat petugas agar tidak langsung mengarahkan asap ke rumahnya. “Saya saat itu cegah petugas masuk ke rumah, karena anak saya yang mengenakan kursi roda sakit,” kenang Nyoman Ceped saat ditemui NusaBali di rumahnya kawasan banjar Pinda, Desa Saba, Senin (13/5).
Usai menghentikan petugas, Nyoman Ceped lantas mengajak anaknya yang duduk di kursi roda untuk keluar pekarangan rumah. Nah, saat keluar ke jalan inilah tiba-tiba dia dan anaknya terpapar asap dari arah rumah tetangganya. “Begitu muncul asap dari arah selatan, saya langsung bawa anak ke tempat yang tidak ada asapnya,” ungkap perempuan berusia 70 tahun ini.
Disebutkan, saat berada di luar rumah, korban Fitriani sempat bercanda dengan sejumlah tetangga. Usai proses fogging, Fitriani kembali diajak pulang untuk makan. Namun, sekitar pukul 10.30 Wita, Fitriani tiba-tiba sesak napas, hingga langsung diajak ke Puskesmas Blahbatuh. “Karena keterbatasan alat di Puskesmas, anak saya kemudian dirujuk ke RSUD Sanjiwani,” katanya. “Saat ditangani di rumah sakit, sempat dibilang anak saya baik-baik saja. Tapi, sektiar pukul 13.00 Wita anak saya dikatakan meninggal.”
Korban Fitriani sendiri merupakan anak semata wayang pasautri sepuh I Ketut Tinggal dan Ni Nyoman Ceped. Menurut Nyoman Ceped, anaknya ini kondisinya lemah sejak bayi sampai sekarang. “Dia tetap kami rawat,” keluhnya sembari menyebut jenazah Ftriani sudah dikuburkan, Jumat malam pukul 19.00 Wita.
Dikonfirmasi NusaBali terpisah, Senin kemarin, Dirut RSUD Sanjiwani dr Ida Komang Upeksa bantah kalau korban Wayan Fitriani disebut meninggal akibat fogging. Menurut dr Upeksa, bila meninggal akibat fogging, seharusnya ada tanda keracunan pestisida. Namun, dalam kasus ini tidak ada tanda tersebut. “Jadi, bukan fogging penyebanya. Anak itu memang ada kelainan bawaan dari kecil, seperti perkembangan paru-paru yang tidak bagus,” tegasnya.
Hal senada juga diungkapkan Kadis Kesehatan Gianyar, Ida Ayu Cahyani. "Hasil uji Laboratorium menunjukkan pasien (Fitriani) mengalami infeksi. Jadi, bukan karena keracunan asap fogging. Suksma," katanya melalui WA, Senin kemarin. *nvi
1
Komentar