Ilmu Kuno Tantra Dibangkitkan Lagi
Dikupas Tuntas dalam Buku ‘Tantra: Ilmu Kuno Nusantara’
DENPASAR, NusaBali
Ajaran kesadaran Tantra, ilmu kuno yang asli merupakan warisan leluhur nusantara dai khasanah Hindu, coba dibangkitkan kembali. Ajaran Tantra ini dikupas tuntas dalam buku berjudul ‘Tantra: Ilmu Kuno Nusantara’ karya I Ketut Sandika, 31, yang diluncurkan Minggu (19/5). Dalam peluncuran buku yang dilakukan di Bokashi Farm, Jalan Waribang Denpasar Timur tersebut, juga digelar workshop dan pengobatan ala Tantra.
Workshop dan pengobatan ala Tantra tersebut bekerjasama dengan Sanjaya Dwijaksara dan Komunitas Tantra Sastra. Dalam wokshop tersebut, materi diisi langsung oleh penulis buku, Ketut Sandika, yang kesehariannya menjadi dosen Tantra di IHDN Denpasar. Sedangkan pengobatan ala Tantra dipandu langsung oleh master Tantra, Jro Mangku Nengah Arimbawa (Jro Mangku Ludra Agni) bersama praktisi Tantra, Sanjaya, serta Jro Ketut Wijaksana dan Jro Mangku Istri Adi Agustini.
Penulis buku ‘Tantra: Ilmu Kuno Nusantara’, Ketut Sandika, mengatakan khasanah Tantra sebenarnya sudah ada sejak zaman lampau. Kemudian, karena ada aliran-aliran tradisi yang baru, akhirnya memendam ajaran Tantra, tradisi spiritual yang kuno. “Saya bersama rekan-rekan ingin membangkitkan kembali tradisi-tradisi nusantara yang kuno ini agar benar-benar membumi. Inilah sebenarnya karakteristik ke-nusantara-an,” jelas Ketut Sandika.
Menurut Sandika, buku setebal 350 halaman tersebut dikerjakan dalam waktu setahun. Setidaknya ada 30 lontar berbahasa Kawi yang ada di Bali dijadikan referensi untuk penulisan buku ini, sehingga lebih mudah dipahami oleh pembaca. Dalam buku ini dibahas mengenai hakikat Tantra, hakikat aksara dalam kehidupan, laku Tantra, hingga penyembuhan lewat meditasi aksara.
“Inilah kekayaan nusantara kita yang saya coba terjemahkan dan sederhanakan bahasanya. Kalau orang-orang baca lontar, biasanya kan bingung,” ujar pria asal Desa Nyalian, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung ini.
Ilmu Tantra, kata Sandika, menggunakan aksara. Filosofi ajaran ini adalah jagat raya bermula dari kehendak misterius Sanghyang Suwung, yang tak terkatakan. Kehendak itu kemudian terekspresi melalui swara (sabda). Swara adalah getaran mahadahsyat yang membentuk ruang semesta dalam sebuah pola geometris yang kompleks.
Melalui getaran swara itulah kehidupan tercipta. Swara yang meledak dari titik pusat semesta (Sanghyang Suwung) itu, kata Sandika, menyebar ke segala arah, membentuk pusaran-pusaran energi utama. Oleh leluhur nusantara, 10 pusaran energi itu dilambangkan dengan 10 aksara atau Dasaksara.
Nah, dalam Bhuana Alit (tubuh manusia) juga terdapat Dasaksara, yang menempati organ-organ vital dalam tubuh manusia yang secara langsung terkoneksi dengan Dasaksara di jagat raya melalui Matriks (Akasa). Artinya, jika manusia mampu mengakses dan mendayagunakan kekuatan Dasaksara di dalam tubuhnya, maka dia akan menjadi berkesadaran. Bukan untuk menjadikan diri sakti, namun lebih kepada kesadaran atau menemukan hakikat diri. Dengan berkesadaran, bukan tidak mungkin orang bisa mencapai moksa.
“Tantra ini konsentrasinya memang aksara. Bahwa segala sesuatu itu selalu berhubungan dengan aksara, baik kelahiran, kehidupan, maupun kematian. Jadi, Dasaksara dalam alam semesta itu juga ada di dalam tubuh. Tantra itu menghubungkan Dasaksara di dalam tubuh dan alam semesta,” beber akademisi IHDN Denpasar berusia 31 tahun ini.
Sandika menjelaskan, gangguan kestabilan dalam diri salah satunya bisa berupa penyakit fisik, temasuk juga psikis. Apalagi, penyakit yang sedang trend sekarang lebih banyak berhubungan dengan mental disebabkan oleh stres, depresi, dan lain-nya. Gangguan-gangguan dalam diri ini terkadang disebabkan oleh ketidakselarasan energi (aksara) dalam tubuh. Nah, dengan aktivasi aksara dalam konsep Tantra, energi atau aksara dalam tubuh bisa diselaraskan hingga orang tersebut mampu mengontrol diri dan menumbuhkan kesadaran.
“Jalan Tantra ini bisa dikatakan jalan holistik atau menyeluruh. Ada meditasi, tradisi spiritual berkesadaran, kemudian juga penyembuhan, dan healing Tantra dengan mengucapkan aksara Omkara. Prinsip Tantra begini, jika tubuh tidak seimbang, tidak stabil, dan ada gangguan, bagaimana bisa menumbuhkan kesadaran? Maka, konsep Tantra adalah keseimbangan,” beber Sandika.
Pria kelahiran 11 Februari 1988 ini menyebutkan, dengan pelatihan meditasi-meditasi, bisa menumbuhkan pemikiran-pemikiran positif dalam diri. Selain itu, juga melatih berkesadaran. Namun, untuk bisa berhasil, orang yang mengikuti konsep Tantra haruslah tekun berlatih. Dengan semakin tekun, maka kemajuannya akan semakin terlihat.
“Tergantung masing-masing. Ini bisa dilakukan di rumah. Kalau tekun latihan, akan dapat kemajuan penyembuhan dan kesembuhan. Ada beberapa tahap. Saat datang pertama diberikan arahan, materi, pemahaman, pemaknaan. Barulah kemudian dilakukan pemurnian dan pembangkitan energi melalui aksara. Selanjutnya, pendalaman Tantra melalui teknik-teknik meditasi,” katanya.
Sandika menambahkan, peserta workshop kemarin sebenarnya dibatasi hanya 25 orang. Namun, peserta yang datang cukup banyak, tidak hanya berasal dari Bali, namun juga Jawa dan Kalimantan. Mereka sengaja datang ke Bali untuk mengikuti diskusi soal Tantra. Ada pula yang memang mencari kesembuhan, ada yang tertarik bergabung karena penasaran, ada juga yang sedang bimbang. Bahkan, ada pula seorang polisi yang tengah kebingungan karena konon harus menjalani tugas ngayah sebagai pamangku. Polisi tersebut kemudian mencari petunjuk kesadaran lewat diskusi Tantra.
“Ada kisah yang menarik. Setelah membaca buku Tantra, justru mengalami kejadian mistik dan gaib. Ada juga yang bermimpi didatangi orang-orang suci tertentu. Ada yang menghafal aksara, tiba-tiba trance. Ada juga yang mencari jawaban atas permasalahan yang dihadapi,” terang Sandika.
Menurut Sandika, kendati Tantra berasal dari khasanah Hindu, namun ilmu kuno ini bersifat universal. Bahkan, kemarin ada beberapa perempuan Muslim yang ikut workshop. “Aksara-aksara ini kan berasal dari khasanah Hindu. Tapi, ini berlaku universal, siapa pun bisa.” *ind
Workshop dan pengobatan ala Tantra tersebut bekerjasama dengan Sanjaya Dwijaksara dan Komunitas Tantra Sastra. Dalam wokshop tersebut, materi diisi langsung oleh penulis buku, Ketut Sandika, yang kesehariannya menjadi dosen Tantra di IHDN Denpasar. Sedangkan pengobatan ala Tantra dipandu langsung oleh master Tantra, Jro Mangku Nengah Arimbawa (Jro Mangku Ludra Agni) bersama praktisi Tantra, Sanjaya, serta Jro Ketut Wijaksana dan Jro Mangku Istri Adi Agustini.
Penulis buku ‘Tantra: Ilmu Kuno Nusantara’, Ketut Sandika, mengatakan khasanah Tantra sebenarnya sudah ada sejak zaman lampau. Kemudian, karena ada aliran-aliran tradisi yang baru, akhirnya memendam ajaran Tantra, tradisi spiritual yang kuno. “Saya bersama rekan-rekan ingin membangkitkan kembali tradisi-tradisi nusantara yang kuno ini agar benar-benar membumi. Inilah sebenarnya karakteristik ke-nusantara-an,” jelas Ketut Sandika.
Menurut Sandika, buku setebal 350 halaman tersebut dikerjakan dalam waktu setahun. Setidaknya ada 30 lontar berbahasa Kawi yang ada di Bali dijadikan referensi untuk penulisan buku ini, sehingga lebih mudah dipahami oleh pembaca. Dalam buku ini dibahas mengenai hakikat Tantra, hakikat aksara dalam kehidupan, laku Tantra, hingga penyembuhan lewat meditasi aksara.
“Inilah kekayaan nusantara kita yang saya coba terjemahkan dan sederhanakan bahasanya. Kalau orang-orang baca lontar, biasanya kan bingung,” ujar pria asal Desa Nyalian, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung ini.
Ilmu Tantra, kata Sandika, menggunakan aksara. Filosofi ajaran ini adalah jagat raya bermula dari kehendak misterius Sanghyang Suwung, yang tak terkatakan. Kehendak itu kemudian terekspresi melalui swara (sabda). Swara adalah getaran mahadahsyat yang membentuk ruang semesta dalam sebuah pola geometris yang kompleks.
Melalui getaran swara itulah kehidupan tercipta. Swara yang meledak dari titik pusat semesta (Sanghyang Suwung) itu, kata Sandika, menyebar ke segala arah, membentuk pusaran-pusaran energi utama. Oleh leluhur nusantara, 10 pusaran energi itu dilambangkan dengan 10 aksara atau Dasaksara.
Nah, dalam Bhuana Alit (tubuh manusia) juga terdapat Dasaksara, yang menempati organ-organ vital dalam tubuh manusia yang secara langsung terkoneksi dengan Dasaksara di jagat raya melalui Matriks (Akasa). Artinya, jika manusia mampu mengakses dan mendayagunakan kekuatan Dasaksara di dalam tubuhnya, maka dia akan menjadi berkesadaran. Bukan untuk menjadikan diri sakti, namun lebih kepada kesadaran atau menemukan hakikat diri. Dengan berkesadaran, bukan tidak mungkin orang bisa mencapai moksa.
“Tantra ini konsentrasinya memang aksara. Bahwa segala sesuatu itu selalu berhubungan dengan aksara, baik kelahiran, kehidupan, maupun kematian. Jadi, Dasaksara dalam alam semesta itu juga ada di dalam tubuh. Tantra itu menghubungkan Dasaksara di dalam tubuh dan alam semesta,” beber akademisi IHDN Denpasar berusia 31 tahun ini.
Sandika menjelaskan, gangguan kestabilan dalam diri salah satunya bisa berupa penyakit fisik, temasuk juga psikis. Apalagi, penyakit yang sedang trend sekarang lebih banyak berhubungan dengan mental disebabkan oleh stres, depresi, dan lain-nya. Gangguan-gangguan dalam diri ini terkadang disebabkan oleh ketidakselarasan energi (aksara) dalam tubuh. Nah, dengan aktivasi aksara dalam konsep Tantra, energi atau aksara dalam tubuh bisa diselaraskan hingga orang tersebut mampu mengontrol diri dan menumbuhkan kesadaran.
“Jalan Tantra ini bisa dikatakan jalan holistik atau menyeluruh. Ada meditasi, tradisi spiritual berkesadaran, kemudian juga penyembuhan, dan healing Tantra dengan mengucapkan aksara Omkara. Prinsip Tantra begini, jika tubuh tidak seimbang, tidak stabil, dan ada gangguan, bagaimana bisa menumbuhkan kesadaran? Maka, konsep Tantra adalah keseimbangan,” beber Sandika.
Pria kelahiran 11 Februari 1988 ini menyebutkan, dengan pelatihan meditasi-meditasi, bisa menumbuhkan pemikiran-pemikiran positif dalam diri. Selain itu, juga melatih berkesadaran. Namun, untuk bisa berhasil, orang yang mengikuti konsep Tantra haruslah tekun berlatih. Dengan semakin tekun, maka kemajuannya akan semakin terlihat.
“Tergantung masing-masing. Ini bisa dilakukan di rumah. Kalau tekun latihan, akan dapat kemajuan penyembuhan dan kesembuhan. Ada beberapa tahap. Saat datang pertama diberikan arahan, materi, pemahaman, pemaknaan. Barulah kemudian dilakukan pemurnian dan pembangkitan energi melalui aksara. Selanjutnya, pendalaman Tantra melalui teknik-teknik meditasi,” katanya.
Sandika menambahkan, peserta workshop kemarin sebenarnya dibatasi hanya 25 orang. Namun, peserta yang datang cukup banyak, tidak hanya berasal dari Bali, namun juga Jawa dan Kalimantan. Mereka sengaja datang ke Bali untuk mengikuti diskusi soal Tantra. Ada pula yang memang mencari kesembuhan, ada yang tertarik bergabung karena penasaran, ada juga yang sedang bimbang. Bahkan, ada pula seorang polisi yang tengah kebingungan karena konon harus menjalani tugas ngayah sebagai pamangku. Polisi tersebut kemudian mencari petunjuk kesadaran lewat diskusi Tantra.
“Ada kisah yang menarik. Setelah membaca buku Tantra, justru mengalami kejadian mistik dan gaib. Ada juga yang bermimpi didatangi orang-orang suci tertentu. Ada yang menghafal aksara, tiba-tiba trance. Ada juga yang mencari jawaban atas permasalahan yang dihadapi,” terang Sandika.
Menurut Sandika, kendati Tantra berasal dari khasanah Hindu, namun ilmu kuno ini bersifat universal. Bahkan, kemarin ada beberapa perempuan Muslim yang ikut workshop. “Aksara-aksara ini kan berasal dari khasanah Hindu. Tapi, ini berlaku universal, siapa pun bisa.” *ind
Komentar