6 Desa di 4 Kecamatan di Tabanan Masuk Kategori Kawasan Kumuh
Luas kawasan kumuh di Kabupaten Tabanan pada 2019 mencapai 116,35 hektare.
TABANAN, NusaBali
Dari luasan tersebut ada enam desa di empat kecamatan yang masuk wilayah kumuh. Kawasan kumuh dimaksud adalah Desa Banjar Anyar, Desa Abiantuwung, dan Desa Kediri di Kecamatan Kediri. Desa Kerambitan di Kecamatan Kerambitan. Desa Dajan Peken di Kecamatan Tabanan, dan Desa Peken Belayu, Kecamatan Marga.
Kepala Bidang Pemukiman Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Perumahan Rakyat, dan Kawasan Pemukiman (PUPR PKP) Tabanan I Gusti Agung Gede Krisna Kamasan, menjelaskan kawasan kumuh di Tabanan berdasarkan data tahun 2019 seluas 116,35 hektare. “Memang sulit untuk menuntaskan agar bisa bebas dari kawasan kumuh,” tuturnya, Selasa (14/5).
Dikatakannya, ada beberapa faktor yang menjadi kendala untuk mengurangi kawasan pemukiman kumuh. Yang paling mendasar adalah masalah peningkatan jumlah penduduk, faktor hidup sehat, dan minimnya anggaran.
Dijelaskannya, sesuai dengan Perda Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman, ada tujuh kriteria yang menjadi patokan sehingga suatu kawasan dikategorikan kumuh.
Di antaranya pengelolaan air limbah, proteksi sistem kebakaran dan bangunan gedung, penyediaan air minuman/air bersih, pengolahan sampah, jalan lingkungan dan drainase lingkungan. Dan dari tujuh itu baru jalan lingkungan, drainase, dan penyediaan air bersih yang bisa tertangani. “Sedangkan yang lainnya itu pengerjaannya ada di dinas lain. Seperti pengelolaan sampah ada di Dinas LH, proteksi sistem kebakaran ada di Satpol PP,” tegasnya.
Menurut Krisna dari tiga yang sudah bisa tertangani, penataan kawasan kumuh sudah mencapai sekitar 8,11 persen, sisanya 18,9 persen belum tertangani meskipun telah ditangani sejak tahun 2015. “Hanya saja di tahun 2019, tanggung jawab bidang pemukiman untuk mengatasi kawasan kumuh mendapat anggaran sebanyak Rp 4,7 miliar dari DAK dan dari APBD Rp 800 juta,” tutur Krisna. *des
Kepala Bidang Pemukiman Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Perumahan Rakyat, dan Kawasan Pemukiman (PUPR PKP) Tabanan I Gusti Agung Gede Krisna Kamasan, menjelaskan kawasan kumuh di Tabanan berdasarkan data tahun 2019 seluas 116,35 hektare. “Memang sulit untuk menuntaskan agar bisa bebas dari kawasan kumuh,” tuturnya, Selasa (14/5).
Dikatakannya, ada beberapa faktor yang menjadi kendala untuk mengurangi kawasan pemukiman kumuh. Yang paling mendasar adalah masalah peningkatan jumlah penduduk, faktor hidup sehat, dan minimnya anggaran.
Dijelaskannya, sesuai dengan Perda Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman, ada tujuh kriteria yang menjadi patokan sehingga suatu kawasan dikategorikan kumuh.
Di antaranya pengelolaan air limbah, proteksi sistem kebakaran dan bangunan gedung, penyediaan air minuman/air bersih, pengolahan sampah, jalan lingkungan dan drainase lingkungan. Dan dari tujuh itu baru jalan lingkungan, drainase, dan penyediaan air bersih yang bisa tertangani. “Sedangkan yang lainnya itu pengerjaannya ada di dinas lain. Seperti pengelolaan sampah ada di Dinas LH, proteksi sistem kebakaran ada di Satpol PP,” tegasnya.
Menurut Krisna dari tiga yang sudah bisa tertangani, penataan kawasan kumuh sudah mencapai sekitar 8,11 persen, sisanya 18,9 persen belum tertangani meskipun telah ditangani sejak tahun 2015. “Hanya saja di tahun 2019, tanggung jawab bidang pemukiman untuk mengatasi kawasan kumuh mendapat anggaran sebanyak Rp 4,7 miliar dari DAK dan dari APBD Rp 800 juta,” tutur Krisna. *des
1
Komentar