Kenaikan PBB Terus Menuai Protes
Kalau semua mengeluh dan tidak membayar pajak, nanti siapa yang akan membangun daerah ini. (Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana).
Perbekel Minta Kenaikan NJOP Dikaji Ulang
SINGARAJA, NusaBali
Kenaikan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB P2) di Buleleng, terus menuai protes. Kali ini, kalangan perbekel atau kepala desa mendesak agar penetapan tarif Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dikaji ulang. Karena penetapan tarif NJOP itu telah memicu kenaikan PBB P2 hingga 1.000 persen. Kenaikan PBB P2 itu juga dinilai berdampak penurunan pendapatan daerah dari sektor PBB P2.
Keluhan kalangan perbekel ini menyusul banyaknya keluhan warga yang disampaikan kepada aparat desa karena tingginya kenaikan PBB P2. Kalangan perbekel pun berencana melayangkan surat kepada DPRD Buleleng guna menyikapi masalah tersebut. “Banyak warga yang menyampaikan keluhannya. Kami sudah rencanakan nanti, mungkin pekan depan, akan melanjutkan keluhan warga ini ke DPRD Buleleng,” ungkap Perbekel Tamblang, Kecamatan Kubutambahan, Mangku Nengah Sudarsana, Selasa (21/5).
Lebih lanjut, mantan Sekretaris Forkom Perbekel se Kabupaten Buleleng ini mengatakan, pihaknya tidak akan mempermasalahkan ada kenaikan PBB P2 demi meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Ia hanya mempermasalahkan kajian penetapan tarif NJOP yang berdampak tingginya PBB P2 yang mesti dibayarkan oleh wajib pajak (pemilik lahan, Red). Menurutnya, kajian NJOP tersebut tidak masuk akal karena kenaikan tarif NJOP jadi sangat tinggi antara 400 persen hingga 1.000 persen. Tak terkecuali lahan-lahan kritis dengan hasil tidak menentu, harus membayar PPB P2 dengan kenaikan 1.000 persen. Dicontohkan, lahan seluas 1 hektare dengan penghasilan tidak menentu, bisa membayar pajak hingga Rp 4.000.000. “Apakah hanya karena objek itu berada di jalan nasional, provinsi, kabupaten dan desa, atau semuanya dipukul rata. Nah, ini yang akan menjadi usulan kami, tolong penetapan NJOP itu dikaji ulang. Apakah wajar kenaikan itu rata-rata diatas 400 persen,” tegasnya.
Masih kata Mangku Darsana, dengan dikaji ulang penetapan NJOP itu akan memberi kepastian bagi wajib pajak dalam membayar pajak. Ia tidak sependapat dengan adanya upaya negosiasi kembali ketika ada yang mengajukan keberatan. Karena terhadap wajib pajak yang tidak melayangkan keberatan, kemungkinan urung membayar pajak. “Ini tentu akan berdampak terbalik, ada keinginan menaikkan PAD justru tidak terpenuhi, karena bisa jadi masyarakat jadi enggan membayar pajak karena pajaknya terlalu tinggi,” ujarnya.
Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana saat dikonfirmasi, mengakui masih ada yang mengeluh soal kenaikan PBB P2. Namun hal itu mesti disadari karena penyesuaian tarif NJOP sudah cukup lama tidak dilakukan, hingga menjadi temuan BPK RI. “Wajar ada yang mengeluh karena memang baru kali ini dinaikkan. Jadi kenaikan itu ada kelipatannya. Ini mohon dimaklumi karena sempat menjadi temuan BPK, dan tidak semua naik, justru ada yang turun. Kalau semua mengeluh dan tidak membayar pajak, nanti siapa yang akan membangun daerah ini,” katanya.
Bupati mengaku masih memberikan peluang bagi wajib pajak mengajukan keberatan hingga dua tahun. Karena keberatan itu akan dievaluasi untuk dapat memberikan keringanan pajak. “Saya sudah evaluasi dan bicarakan hal ini. Silakan kalau ada yang keberatan ajukan saja. Nanti ada tim lagi yang turun memastikan kondisi objek pajaknya. Siapa tahu dulunya vila, kemudian telah berubah menjadi lahan kosong, tentu ini menjadi pertimbangan memberikan keringan. Atau sebaliknya, tentu wajar ada kenaikan pajak,” tandasnya.
Untuk diketahui, penyesuaian tarif NJOP tersebut merupakan tindaklanjut dari perubahan Perda Nomor 5 Tahun 2013 tentang PBB P2. Dalam penyesuaian itu, Pemkab Buleleng melalui Badan Keuangan Daerah (BKD) telah menyewa tim appraisal menghitung perubahan tariff NJOP PBB P2. Kini, penyesuaian tariff tersebut mulai diberlakukan untuk PBB P2 tahun 2019, yang tertuang dalam SPPT tahun 2019. *k19
Komentar