Inovasi Karakter untuk Perluas Segmen
Workshop Pembuatan Wayang oleh Dalang Sembroli
SINGARAJA, NusaBali
Sejumlah pemuda asal Buleleng, mengikuti workshop pembuatan wayang yang diisi oleh dalang Gusti Made Aryana, Minggu (26/5) di rumah belajar Komunitas Mahima. Dalang yang akrab disapa Dalang Sembroli ini mengajarkan cara dasar membuat wayang sebagai salah satu kesenian tradisional Bali yang bertalian erat dengan upacara keagamaan.
Peserta pun dituntun dalam membuat sket gambar wayang hingga teknik memahat dengan benar. Dalang Sembroli yang jebolan Jurusan Pedalangan ISI Denpasar mengatakan,”Untuk dapat membuat wayang yang bagus, tak cukup waktu 2-3 jam.”
Hanya saja workshop pembuatan wayang dengan teknik dasarnya dapat memberikan pengetahuan kepada generasi muda yang meminati jenis kesenian ini. Kesenian wayang sejauh ini, lanjut Sembroli, masih sangat konsisten di Bali. Hanya saja perajin wayang memiliki tantangan tersendiri untuk mempertahankan eksitensinya dalam berkarya. Wayang yang hanya dicari oleh dalang dan beberapa penggemarnya membuat perajin wayang dipandang sebelah mata. Bahkan setengah mati untuk memperjuangkan kehidupan dari hasil karyanya, karena konsumennya dari kalangan terbatas.
“Saat ini memang setengah mati, karena yang cari wayang kalangan terbatas. Perajin harus buat inovasi karakter baru untuk memperluas pangsa pasarnya,” ujar dia.
Sementara itu disinggung soal dunia perdalangan, Sembroli mengatakan seorang dalang sangat penting tahu cara membuat wayang. Meskipun pada eksekusi pementasan ia menggunakan wayang karya perajin wayang. Pengetahuan dasar membuat wayang wajib dimiliki oleh dalang untuk mempermudah pendalaman karakter dan juga melakukan servis ringan jika ada perbaikan. Pengetahuan ini juga disebutnya bisa dipakai dalam kolaborasi teater modern.
Sejauh ini, kesenian wayang stabilitasnya di Bali cukup terjamin. Hal tersebut karena kesenian wayang kerap kali dikonsumsi untuk menyempurnakan upacara di Bali. Selain memang ada kewajiban orang Bali yang lahir pada wuku wayang harus mendapat tirta pangelukatan (air suci pembersihan, Red) dari wayang.
Konsistensi dan kelestariannya juga terjaga, dengan regenerasi oleh peminat pedalangan yang jumlahnya cukup stabil dari waktu ke waktu. Meski di kisaran tak lebih dari 15 orang dalam satu angkatan baik dari lulusan SMKI dan ISI Denpasar yang membuka jurusan itu, jumlahnya cukup untuk menjaga kelestarian kesenian wayang di Bali.
Sembroli menyebut yang menurun justru regenerasi terpola yang menurun dari orangtuanya. Pewarisan kesenian wayang yang biasanya ditemukan di desa-desa, kini nyaris tak ada. “Yang otodidak di kampung-kampung sudah menurun dan jarang. Khususnya di Buleleng sangat jarang yang orangtuanya dalang anaknya mau melanjutkan, sehingga terputus begitu saja,” jelas dia. *k23
Peserta pun dituntun dalam membuat sket gambar wayang hingga teknik memahat dengan benar. Dalang Sembroli yang jebolan Jurusan Pedalangan ISI Denpasar mengatakan,”Untuk dapat membuat wayang yang bagus, tak cukup waktu 2-3 jam.”
Hanya saja workshop pembuatan wayang dengan teknik dasarnya dapat memberikan pengetahuan kepada generasi muda yang meminati jenis kesenian ini. Kesenian wayang sejauh ini, lanjut Sembroli, masih sangat konsisten di Bali. Hanya saja perajin wayang memiliki tantangan tersendiri untuk mempertahankan eksitensinya dalam berkarya. Wayang yang hanya dicari oleh dalang dan beberapa penggemarnya membuat perajin wayang dipandang sebelah mata. Bahkan setengah mati untuk memperjuangkan kehidupan dari hasil karyanya, karena konsumennya dari kalangan terbatas.
“Saat ini memang setengah mati, karena yang cari wayang kalangan terbatas. Perajin harus buat inovasi karakter baru untuk memperluas pangsa pasarnya,” ujar dia.
Sementara itu disinggung soal dunia perdalangan, Sembroli mengatakan seorang dalang sangat penting tahu cara membuat wayang. Meskipun pada eksekusi pementasan ia menggunakan wayang karya perajin wayang. Pengetahuan dasar membuat wayang wajib dimiliki oleh dalang untuk mempermudah pendalaman karakter dan juga melakukan servis ringan jika ada perbaikan. Pengetahuan ini juga disebutnya bisa dipakai dalam kolaborasi teater modern.
Sejauh ini, kesenian wayang stabilitasnya di Bali cukup terjamin. Hal tersebut karena kesenian wayang kerap kali dikonsumsi untuk menyempurnakan upacara di Bali. Selain memang ada kewajiban orang Bali yang lahir pada wuku wayang harus mendapat tirta pangelukatan (air suci pembersihan, Red) dari wayang.
Konsistensi dan kelestariannya juga terjaga, dengan regenerasi oleh peminat pedalangan yang jumlahnya cukup stabil dari waktu ke waktu. Meski di kisaran tak lebih dari 15 orang dalam satu angkatan baik dari lulusan SMKI dan ISI Denpasar yang membuka jurusan itu, jumlahnya cukup untuk menjaga kelestarian kesenian wayang di Bali.
Sembroli menyebut yang menurun justru regenerasi terpola yang menurun dari orangtuanya. Pewarisan kesenian wayang yang biasanya ditemukan di desa-desa, kini nyaris tak ada. “Yang otodidak di kampung-kampung sudah menurun dan jarang. Khususnya di Buleleng sangat jarang yang orangtuanya dalang anaknya mau melanjutkan, sehingga terputus begitu saja,” jelas dia. *k23
Komentar