'Terlalu Tergesa-gesa Sebut Pemilu 2019 Terburuk'
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan terlalu tergesa-gesa jika menyebut pelaksanaan Pemilu 2019 adalah yang terburuk sepanjang sejarah Pemilu di Indonesia.
JAKARTA, NusaBali
Pasalnya, setiap pemilu punya tantangan masing-masing. Oleh karenanya, akan lebih bijak jika penilaian diberikan dengan melihat dari berbagai sudut pandang.
"Memang banyak kelemahan teknis, tapi tak berarti Pemilu 2019 paling buruk dalam sejarah Indonesia," kata Titi, Selasa (28/5). Menurut Titi, dengan keterbukaan dan keberlimpahan informasi saat ini, publik dapat dengan mudah mengetahui kelemahan pelaksanaan Pemilu 2019.
Keterbukaan informasi inilah yang tidak didapat dari pemilu-pemilu sebelumnya. Justru hal ini menyebabkan tingginya kontrol publik terhadap pelaksanaan pemilu. Titi mengatakan, memang ada banyak kekurangan teknis dan pelanggaran pemilu. Namun, hal ini tidak serta merta membuat pemilih menjadi tak merdeka dalam menggunakan hak suaranya di bilik suara. Belum lagi, lembaga peradilan hukum pemilu saat ini juga semakin baik dalam penanganan pelanggaran dan penyelesaian sengketa pemilu.
"Makanya di pileg ada penurunan PHPU (perselisihan hasil pemilihan umum), karena problem hukum yang selama ini banyak tak terselesaikan satu tahapan, saat ini lebih mampu dituntaskan," ujar Titi. Dibandingkan dengan pelaksanaan pemilu Orde Baru, Titi menolak jika Pemilu 2019 disebut yang paling buruk. "Kalau dibilang Pemilu 2019 paling buruk dalam sejarah Indonesia, jelas salah. Pemilu Orde Baru adalah pemilu-pemiluan yang mestinya tidak akan mau kita ingat sebagai pemilu," katanya dilansir kompas.com.
Sebelumnya, ketua tim hukum pasangan Prabowo-Sandiaga, Bambang Widjojanto menyebut, pemilu kali ini sebagai yang terburuk pascareformasi. "Pemilu kali ini oleh pengamat disebut pemilu terburuk pasca reformasi," ujar Bambang dalam pernyataan pers. Menurut mantan anggota tim sukses Anies Baswedan dan Sandiaga Uno pada pilkada DKI itu, pemilu kali ini tidak memenuhi asas langsung, umum, bebas dan rahasia. Serta tidak memenuhi prinsip jujur dan adil (jurdil). *
"Memang banyak kelemahan teknis, tapi tak berarti Pemilu 2019 paling buruk dalam sejarah Indonesia," kata Titi, Selasa (28/5). Menurut Titi, dengan keterbukaan dan keberlimpahan informasi saat ini, publik dapat dengan mudah mengetahui kelemahan pelaksanaan Pemilu 2019.
Keterbukaan informasi inilah yang tidak didapat dari pemilu-pemilu sebelumnya. Justru hal ini menyebabkan tingginya kontrol publik terhadap pelaksanaan pemilu. Titi mengatakan, memang ada banyak kekurangan teknis dan pelanggaran pemilu. Namun, hal ini tidak serta merta membuat pemilih menjadi tak merdeka dalam menggunakan hak suaranya di bilik suara. Belum lagi, lembaga peradilan hukum pemilu saat ini juga semakin baik dalam penanganan pelanggaran dan penyelesaian sengketa pemilu.
"Makanya di pileg ada penurunan PHPU (perselisihan hasil pemilihan umum), karena problem hukum yang selama ini banyak tak terselesaikan satu tahapan, saat ini lebih mampu dituntaskan," ujar Titi. Dibandingkan dengan pelaksanaan pemilu Orde Baru, Titi menolak jika Pemilu 2019 disebut yang paling buruk. "Kalau dibilang Pemilu 2019 paling buruk dalam sejarah Indonesia, jelas salah. Pemilu Orde Baru adalah pemilu-pemiluan yang mestinya tidak akan mau kita ingat sebagai pemilu," katanya dilansir kompas.com.
Sebelumnya, ketua tim hukum pasangan Prabowo-Sandiaga, Bambang Widjojanto menyebut, pemilu kali ini sebagai yang terburuk pascareformasi. "Pemilu kali ini oleh pengamat disebut pemilu terburuk pasca reformasi," ujar Bambang dalam pernyataan pers. Menurut mantan anggota tim sukses Anies Baswedan dan Sandiaga Uno pada pilkada DKI itu, pemilu kali ini tidak memenuhi asas langsung, umum, bebas dan rahasia. Serta tidak memenuhi prinsip jujur dan adil (jurdil). *
1
Komentar