Terapis Spa Jujur, Tanpa Sentuhan Nakal Massage 'Bum-Bum'
Kuta sebagai ikon pariwisata kerap ramai dikunjungi turis yang memiliki tujuan berlibur saat ke Bali. Bahkan ternyata, terdapat banyak sarana hiburan berupa Spa atau jasa pijat yang dijadikan peluang usaha oleh beberapa orang. Jasa pijat ini dibuka tak lain karena memanfaatkan kelelahan turis saat jalan berkeliling di kawasan Kuta. Namun, pekerjaan ini tak selalu dipandang positif.
Penulis : Ni Putu Indira Rikma Suryani
Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Udayana
Setiap sore terlihat lalu lalang para wisatawan mancanegara melintas di sekitaran Jalan Pantai Kuta. Daerah wisata ini biasa dikenal dengan ombak pantainya yang menakjubkan. Di pinggir jalan bertrotoar yang ramai, berkanopikan tanaman rambat, dengan tiang hijau sebagai ciri khas atap peneduh, terdapat deretan bangunan toko yang menghiasi suasana Kuta.
Selain Art Shop, peluang usaha yang banyak dimanfaatkan oleh penduduk setempat adalah sarana hiburan berupa Spa & Massage atau sebutan lain dari jasa pijat. Tak jarang, masih ada penilaian masyarakat bahwa bekerja menjadi pegawai spa berarti siap menjadi pelayan pijat plus-plus.
“Emang bener, biasanya tamu India. Dia milih terapis kayak gitu karena pingin enak aja dan pingin yang cantik,” tutur Srini Astuti, pegawai Dikuta Massage & Spa.
Siapa sangka, begitu besarnya minat pengusaha untuk terjun dalam bisnis Spa ini. Jika dihitung jari dengan jarak ±100 meter dari perempatan Bemo Corner hingga gapura Pantai Kuta, terdapat 15 operasional spa yang dikelola oleh manajemen berbeda.
“Kita sebagai karyawan harus bisa menjelaskan ke pelanggan bahwa kita tidak ada massage bum-bum,” begitu jelasnya Sri yang berumur 19 tahun ini bercerita sambil tertawa menjelaskan konotasi massage bum-bum. Pada kalangan terapis, istilah massage bum-bum memiliki arti yang mana pelanggan datang dengan harga yang disepakati, memilih terapis yang akan melayani, dan terjadilah tindak prostitusi untuk memenuhi hasrat birahi.
Tak dapat dipungkiri, beberapa daerah di Bali memang masih ada layanan jasa pijat yang berkedok prostitusi terselubung ini. “Sama saja jika dia sudah kelihatan mulai pingin begitu, ya sudah, kelihatan dari cara bicara dan tatapan tamu.” Sri menyampaikan bahwa dalam sebulan kurang lebih ada 8 kali tamu yang menanyakan jasa massage bum-bum ini.
Tak hanya terapis perempuan, terapis laki-laki pun terkadang saat menawarkan brosur pada tamu yang lewat di jalan, sesekali ditanyakan kesediaan jasa ini oleh tamu laki-laki pula. “Intinya setiap kami ngasi brosur, mereka selalu bilang ada nggak massage bum-bum atau plus-plus,” jawab Dandi seorang terapis pria.
Wisatawan yang datang tak sedikit memang bertanya jasa itu, datang sendiri dan terkadang berdua. Namun dengan begitu masih banyak terapis secara profesional terhadap pekerjaannya dan menolak jasa pijat plus-plus.
“Sri pribadi sih sudah pasti menolak ya, selama satu tahun kerja tidak pernah melayani jasa itu” jawab Sri jujur.
Meski terdapat stigma dari masyarakat tentang sisi kelam sebagai pegawai spa sesuai kondisi lapangan ini, masih banyak pegawai dengan tegas menolak, serta memilih bekerja secara jujur dan profesional. Hal ini dikarenakan seluruh gaji yang didapat, digunakan untuk menghidupi keluarga di kampung halaman.*
*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
1
Komentar