Produksi Kopi di Buleleng Bangkit Lagi
Sempat Merosot Dua Tahun
SINGARAJA, NusaBali
Produksi kopi di Kabupaten Buleleng merupakan salah satu komoditas unggulan Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng. Hanya saja dalam perkembangannya, petani kopi juga sempat mengalami pasang surut produksi panen. Produksi petani kopi di Buleleng pun sempat merosot di tahun 2016-2017 karena cuaca ekstrem, namun sudah kembali merangkat naik di tahun 2018 lalu.
Plt Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng, I Made Sumiarta, Jumat (14/6) kemarin menjelaskan, Buleleng dengan topografinya yang berbukit memiliki potensi sangat tinggi terhadap pengembangan tanaman kopi. Data terakhir di tahun 2018 lalu, jumlah lahan kopi yang dikembangkan di Buleleng mencapai 13.327 hektare, dengan varietas kopi Robusta sebanyak 10.473 hektare dan 2.854 hektare sisanya adalah lahan kopi varietas Arabica.
Dari luasan lahan kopi Robusta itu di tahun 2018 lalu menghasilkan kopi 7.123 ton, sedangkan kopi jenis Arabica sebanyak 1.236 ton. Produksi kopi menurut Sumiarta sempat mengalami penurunan yang sangat drastis di tahun 2016-2017, yang diakibatkan cuaca ekstrem. “Di tahun 2015-2016 memang sempat anjlok sekali karena curah hujan saat itu sangat tinggi dan panjang, antara musim kemarau dengan musim hujan juga tidak tentu, ini berpengaruh besar terhadap produksi kopi di Buleleng,” jelas dia.
Kopi Robusta yang satu hektarenya biasanya menghasilkan 800-1.200 kilogram saat itu turun drastis menjadi 300-400 kilogram per hektare. Produksi kopi jenis Arabica juga mengalami hal yang sama. Jika satu hektare lahan biasnya menghasilkan hampir 1.000 kilogram kopi, pada musim cuaca ekstrem hanya dapat berproduksi 200-300 kilogram saja.
Sumiarta pun mengakui bahwa tantangan terbesar petani saat ini selain serangan hama penyakit adalah cuaca ekstrem. Tantangan cuaca disebutnya lebih berbahaya dari kendala serangan hama penyakit yang dapat ditanggulangi segera. Namun jika musim cuaca ekstrem tiba, petani pun tak dapat berbuat banyak karena cuaca adalah pengaruh langsung dari alam.
Dengan keterpurukan tersebut, petani Buleleng dibantu Dinas Pertanian melakukan rehabilitasi tanaman kopi di tahun 2018, untuk memaksimalkan produksi kembali. Tanaman kopi yang sudah rusak dan tidak produktif lagi disulam dengan tanaman kopi yang baru. Bahkan di tahun 2018 lalu, program peningkatan produksi kopi di Buleleng diimbangi oleh Dinas Pertanian dengan bantuan bibit kopi kepada petani sebanyak 20 ribu untuk kopi Arabica terpusat di Desa Tista Kecmaatan Busungbiu dan Desa Tambakan di Kecamatan Kubutambahan. Selain juga kegiatan peremajaan kopi dan pelatihan budidaya kopi, bersumber dari dana APBN dan APBD Kabupaten Buleleng. *k23
Plt Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng, I Made Sumiarta, Jumat (14/6) kemarin menjelaskan, Buleleng dengan topografinya yang berbukit memiliki potensi sangat tinggi terhadap pengembangan tanaman kopi. Data terakhir di tahun 2018 lalu, jumlah lahan kopi yang dikembangkan di Buleleng mencapai 13.327 hektare, dengan varietas kopi Robusta sebanyak 10.473 hektare dan 2.854 hektare sisanya adalah lahan kopi varietas Arabica.
Dari luasan lahan kopi Robusta itu di tahun 2018 lalu menghasilkan kopi 7.123 ton, sedangkan kopi jenis Arabica sebanyak 1.236 ton. Produksi kopi menurut Sumiarta sempat mengalami penurunan yang sangat drastis di tahun 2016-2017, yang diakibatkan cuaca ekstrem. “Di tahun 2015-2016 memang sempat anjlok sekali karena curah hujan saat itu sangat tinggi dan panjang, antara musim kemarau dengan musim hujan juga tidak tentu, ini berpengaruh besar terhadap produksi kopi di Buleleng,” jelas dia.
Kopi Robusta yang satu hektarenya biasanya menghasilkan 800-1.200 kilogram saat itu turun drastis menjadi 300-400 kilogram per hektare. Produksi kopi jenis Arabica juga mengalami hal yang sama. Jika satu hektare lahan biasnya menghasilkan hampir 1.000 kilogram kopi, pada musim cuaca ekstrem hanya dapat berproduksi 200-300 kilogram saja.
Sumiarta pun mengakui bahwa tantangan terbesar petani saat ini selain serangan hama penyakit adalah cuaca ekstrem. Tantangan cuaca disebutnya lebih berbahaya dari kendala serangan hama penyakit yang dapat ditanggulangi segera. Namun jika musim cuaca ekstrem tiba, petani pun tak dapat berbuat banyak karena cuaca adalah pengaruh langsung dari alam.
Dengan keterpurukan tersebut, petani Buleleng dibantu Dinas Pertanian melakukan rehabilitasi tanaman kopi di tahun 2018, untuk memaksimalkan produksi kembali. Tanaman kopi yang sudah rusak dan tidak produktif lagi disulam dengan tanaman kopi yang baru. Bahkan di tahun 2018 lalu, program peningkatan produksi kopi di Buleleng diimbangi oleh Dinas Pertanian dengan bantuan bibit kopi kepada petani sebanyak 20 ribu untuk kopi Arabica terpusat di Desa Tista Kecmaatan Busungbiu dan Desa Tambakan di Kecamatan Kubutambahan. Selain juga kegiatan peremajaan kopi dan pelatihan budidaya kopi, bersumber dari dana APBN dan APBD Kabupaten Buleleng. *k23
1
Komentar