Wayang Wong Tejakula Undang Decak Kagum Penonton
Sekaa Wayang Wong Guna Murti melibatkan 40 orang dalam garapannya yang terdiri dari penari dan penabuh
DENPASAR, NusaBali
Kesenian khas Desa Tejakula, Buleleng, Wayang Wong yang dibawakan oleh Sekaa Wayang Wong Guna Murti mengundang decak kagum para penikmat seni di Kalangan Angsoka Taman Budaya Denpasar, Selasa (18/6) dalam agenda Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-41 tahun 2019. Jumlah penarinya yang lebih dari 20 orang memantik semangat penonton untuk bersorak saat seluruh penari tampil berperang di atas panggung.
Wayang Wong merupakan sebuah kesenian khas Tejakula, Buleleng yang usianya diperkirakan lebih dari tiga abad. Meski zaman telah berubah, namun Wayang Wong Tejakula masih tetap eksis. Apalagi pada tahun 2015, Wayang Wong Tejakula diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia. Hal tersebut menjadikan Wayang Wong Tejakula kian dicintai oleh masyarakat Desa Tejakula hingga dunia.
Wayang Wong Tejakuka kemarin mengisahkan Gugurnya Patih Prahasta. Menurut penuturan Ketut Widiasa selaku Ketua Sekaa Wayang Wong Guna Murti, garapan ini memberi pesan akan penanaman sikap cinta tanah air. Prahasta sendiri adalah paman dari Raja Alengka yakni Rahwana. Saat Rahwana menculik Dewi Sita, Prahasta telah wanti-wanti mengingatkan Rahwana namun tetap diabaikan sampai akhirnya terjadi peperangan.
Ketika berperang, Prahasta tak memandang hubungannya dengan Rahwana, yang dipandang Prahasta adalah bagaimana ia dapat membela tanah airnya agar tak banyak korban berjatuhan.“Bagaimana perjuangan Prahasta sebagai patih Kerajaan Alengka dan akhirnya gugur patut menjadi tuntunan,” terang Widiasa yang turut memerankan tokoh Rahwana.
Sekaa ini melibatkan 40 orang dalam garapannya yang terdiri dari penari dan penabuh. Kesenian semi-sakral ini menyedot perhatian masyarakat dari berbagai kalangan. Salah satu seniman Wayang Wong yakni Made Suarjana, 44, mengaku senang dapat melestarikan kesenian ini. “Saya memang senang dan punya hobi nari, saya ditarik sama ketua sekaa ikut dalam sekaa wayang wong terus saya disuruh nari menjadi Hanoman,” terang Suarjana.
Ketekunannya selama 20 tahun melestarikan kesenian Wayang Wong membuat dirinya dipercaya untuk menjadi model dalam branding PKB ke-41. Suarjana pun mengungkapkan bahwa ia dipercaya oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali untuk menjadi model dalam branding PKB. “Waktu itu saya difotonya di Balai Desa Tejakula, ya saya senang dan bangga,” ungkap Suarjana.
Sejauh ini, penari termuda dalam Sekaa Guna Murti baru menginjak kelas tiga SMP. “Sulit-sulit gampang mencari penerus, tapi kami sudah upayakan sejak awal mengenalkan Wayang Wong lebih sering di desa-desa dan syukurnya ada yang tertarik,” tutur Widiasta.
Di sisi lain, terdapat dua perempuan yang tergabung dalam sekaa ini, salah satunya adalah Ni Luh Ayu Widiastini, berperan sebagai Laksamana yang mengaku bergabung sejak remaja. “Awalnya panggilan hati, saya ngayah di pura, dan sampai menjadi bisa ditampilkan di panggung saya masih tetap bergabung,” terang Widiastini yang kesehariannya sebagai petugas tata usaha di SMAN 1 Tejakula ini. *ind
Wayang Wong merupakan sebuah kesenian khas Tejakula, Buleleng yang usianya diperkirakan lebih dari tiga abad. Meski zaman telah berubah, namun Wayang Wong Tejakula masih tetap eksis. Apalagi pada tahun 2015, Wayang Wong Tejakula diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia. Hal tersebut menjadikan Wayang Wong Tejakula kian dicintai oleh masyarakat Desa Tejakula hingga dunia.
Wayang Wong Tejakuka kemarin mengisahkan Gugurnya Patih Prahasta. Menurut penuturan Ketut Widiasa selaku Ketua Sekaa Wayang Wong Guna Murti, garapan ini memberi pesan akan penanaman sikap cinta tanah air. Prahasta sendiri adalah paman dari Raja Alengka yakni Rahwana. Saat Rahwana menculik Dewi Sita, Prahasta telah wanti-wanti mengingatkan Rahwana namun tetap diabaikan sampai akhirnya terjadi peperangan.
Ketika berperang, Prahasta tak memandang hubungannya dengan Rahwana, yang dipandang Prahasta adalah bagaimana ia dapat membela tanah airnya agar tak banyak korban berjatuhan.“Bagaimana perjuangan Prahasta sebagai patih Kerajaan Alengka dan akhirnya gugur patut menjadi tuntunan,” terang Widiasa yang turut memerankan tokoh Rahwana.
Sekaa ini melibatkan 40 orang dalam garapannya yang terdiri dari penari dan penabuh. Kesenian semi-sakral ini menyedot perhatian masyarakat dari berbagai kalangan. Salah satu seniman Wayang Wong yakni Made Suarjana, 44, mengaku senang dapat melestarikan kesenian ini. “Saya memang senang dan punya hobi nari, saya ditarik sama ketua sekaa ikut dalam sekaa wayang wong terus saya disuruh nari menjadi Hanoman,” terang Suarjana.
Ketekunannya selama 20 tahun melestarikan kesenian Wayang Wong membuat dirinya dipercaya untuk menjadi model dalam branding PKB ke-41. Suarjana pun mengungkapkan bahwa ia dipercaya oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali untuk menjadi model dalam branding PKB. “Waktu itu saya difotonya di Balai Desa Tejakula, ya saya senang dan bangga,” ungkap Suarjana.
Sejauh ini, penari termuda dalam Sekaa Guna Murti baru menginjak kelas tiga SMP. “Sulit-sulit gampang mencari penerus, tapi kami sudah upayakan sejak awal mengenalkan Wayang Wong lebih sering di desa-desa dan syukurnya ada yang tertarik,” tutur Widiasta.
Di sisi lain, terdapat dua perempuan yang tergabung dalam sekaa ini, salah satunya adalah Ni Luh Ayu Widiastini, berperan sebagai Laksamana yang mengaku bergabung sejak remaja. “Awalnya panggilan hati, saya ngayah di pura, dan sampai menjadi bisa ditampilkan di panggung saya masih tetap bergabung,” terang Widiastini yang kesehariannya sebagai petugas tata usaha di SMAN 1 Tejakula ini. *ind
1
Komentar