Puan akan Buat Sejarah
Puan Maharani akan menjadi perempuan pertama yang memegang posisi Ketua DPR RI di Indonesia.
Digadang Jadi Ketua DPR RI Pasca PDIP Juarai Pileg 2019
JAKARTA, NusaBali
Dalam Pemilu Legislatif (Pileg) 2019, PDIP keluar sebagai jawara. Berdasarkan UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3), pemenang pemilu berhak menempati posisi Ketua DPR RI. Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Puan Maharani, pun digadang-gadang menjadi orang nomor satu di lembaga legislatif ini.
Anggota Fraksi PDIP DPR RI, Eva Kusuma Sundari, mengatakan jika kelak Puan menjadi Ketua DPR RI akan membuat sejarah. "Saya gembira kalau kemudian mbak Puan menjabat Ketua DPR. Ini akan menjadi sejarah baru," ujar Eva di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/6). Sebab, Puan akan menjadi perempuan pertama yang memegang posisi tersebut di Indonesia.
PDIP pun menjadi partai pertama yang menempatkan perempuan memegang jabatan penting. Lantaran sebelumnya mereka sukses menghantarkan Megawati Soekarnoputri menjadi Wakil Presiden dan Presiden. "Memang untuk jabatan Ketua DPR dipegang perempuan sudah ada di negara lain seperti Laos dan Vietnam. Namun dengan masuknya Puan sebagai Ketua Parlemen bisa menjadi sejarah baru. Saya ingin nantinya parlemen feminis," papar Eva.
Parlemen feminis, lanjut Eva, dilakukan pula oleh Swedia dan Kanada. "Kenapa kita tidak mulai parlemen feminis. Konsep parlemen feminis adalah memastikan prinsip-prinsip sustainable development yang ada di dalam mainstream gender," kata Eva.
Disinggung apakah PDIP tidak khawatir bakal kehilangan kursi Ketua DPR RI seperti pada 2014 lalu, di mana mereka adalah pemenang pemilu, tetapi tidak menempati posisi pimpinan DPR RI. Mereka baru mendapat posisi itu mendekati masa tugas anggota DPR RI periode 2014-2019 berakhir.
Eva menegaskan, PDIP tidak merasa terancam kehilangan kursi pimpinan. "Karena berdasarkan UU MD3, pimpinan DPR RI adalah pemenang pemilu. Teman-teman, saya rasa tidak mengganggu lagi," imbuhnya. Hal senada dikatakan anggota Fraksi Golkar, Zainudin Amali.
Menurut Zainudin, kursi pimpinan DPR RI sesuai UU MD3 dipegang oleh pemenang pemilu. "Saya jamin Golkar tidak akan melakukan perubahan. Namun sebagai pemenang kedua, beri kami kesempatan duduk di kursi pimpinan MPR RI," ucap pria yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi II DPR RI ini.
Sementara Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah, optimis tidak ada gejolak politik dalam pemilihan pimpinan DPR dan MPR RI pada Oktober 2019 mendatang. Sebab, partai pemenang pemilu sudah berada di kubu pemerintah.
“Pimpinan DPR RI sudah pasti dijabat oleh PDIP. Saya dengar Ibu Puan Maharani. Selanjutnya para wakil dijabat oleh Golkar, Gerindra, NasDem dan PKB. Dari sidang Mahkamah Konstitusi (MK) juga sudah bisa ditebak,” ucap Fahri di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa kemarin. Dengan banyaknya kubu pendukung pemerintah berada di parlemen, dia memprediksi parlemen tidak ada dinamika. Dia pun berharap agar kelak anggota-anggota DPR untuk lima tahun ke depan lebih ‘nakal’ agar ada check and balancing.
Check and balancing merupakan kontrol yang jelas terhadap pemerintah, agar tidak membahayakan pemerintah sendiri. Karena itu, perlu mengkaji presidensialisme untuk menentukan arah negara ini mau ke mana melalui efektifitas lembaga-lembaga negara. “Kalau pemerintah tanpa kontrol berbahaya. Misalnya, para menteri bisa seenaknya membuat kebijakan yang merugikan negara,” ucapnya. *k22
Komentar