Warga Jasan Pertanyakan Kasus Pemalsuan Awig-awig
Warga Banjar Jasan, Desa Sebatu, Kecamatan Tegallalang, Gianyar, I Kadek Artono, mempertanyakan perkembangan kasus pemalsuan awig-awig yang dilakukan oleh Bendesa Jasan WAW.
GIANYAR, NusaBali
Laporan terkait kasus ini sudah dilakukan pada 29 Juni 2018 di Mapolres Gianyar. Namun hingga kini kasus ini belum ada perkembangan.
Ditemui, Selasa (18/6), Kadek Artono mengungkapkan Bendesa WAW memalsukan awig-awig Desa Pakraman Jasan, hingga ditetapkan menjadi tersangka. Menurut pelapor, Kadek Artono, bendesa ini memalsukan awig-awig dengan mengubah salah satu paos atau pasal dengan memfotocopi 150 eksemplar. "Fotocopian ini dibagikan kepada masyarakat,” ujarnya. Kata Artono, awig-awig itu dibuat tahun 1988, dan diubah sekitar awal 2018.
Artono kemudian melapor dengan dasar paos yang diterjemahkan Drs Nyoman Sukarta dari Universitas Udayana, karena paos itu berbahasa Bali. "Setelah diterjemahkan berbunyi ‘ekalipun orang yang bersengketa tidak setuju dengan keputusan prajuru desa, boleh mereka memohonkan petunjuk pada pengadilan negeri saja,” ujar Artono membacakan salah satu pasal yang lama. “Bila keputusan pengadilan sama dengan keputusan prajuru desa, maka orang yang meminta keputusan, dikenakan beban berupa denda pecalang. Sesuai kesepakatan pararem,” ujarnya.
Kemudian, tanpa rapat desa, paos itu diubah diam-diam oleh bendesa Jasan. “Lalu yang diubah ‘sekalipun orang yang bersengketa (bermasalah), tidak setuju pada keputusan pengadilan, tetapi bila keputusan yang dikeluarkan para aparat desa maka orang yang memohon keadilan dikenakan denda bea pecalang. Sesuai ketentuan pararem,” jelasnya.
Lantaran awig-awig itu dipalsukan, maka Artono merasa dirugikan, karena dia sedang bersengketa tanah di pengadilan. “Saya baru mengetahui awig-awig dipalsukan pada 14 Desember 2017. Langsung saya laporkan bendesa ini Polres Gianyar,” jelasnya.
Meski berstatus tersangka, jelas dia, Bendesa Jasan sampai kini belum ditahan. Artono pun mempertanyakan permasalahan itu. “Sudah saya tanyakan ke Polres, katanya berkas mau pelimpahan ke Kejaksaan,” tukasnya.
Membaca bunyi pasal awig-awig yang dipalsukan itu, Artono menilai ada pengekangan bagi warga desa pakraman. “Warga yang melapor ke pengadilan, akan dikenakan bea pecalang (denda, red). Spesifiknya tidak tahu, bisa berupa banten. Artinya kalau saya melapor dikenakan denda,” keluhnya.
Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Gianyar Nyoman Bella membenarkan jika bendesa Jasan menjadi tersangka. “Kasusnya masih P19. Ada berkas yang dikembalikan ke Polres karena belum lengkap,” ujarnya singkat.*nvi
Ditemui, Selasa (18/6), Kadek Artono mengungkapkan Bendesa WAW memalsukan awig-awig Desa Pakraman Jasan, hingga ditetapkan menjadi tersangka. Menurut pelapor, Kadek Artono, bendesa ini memalsukan awig-awig dengan mengubah salah satu paos atau pasal dengan memfotocopi 150 eksemplar. "Fotocopian ini dibagikan kepada masyarakat,” ujarnya. Kata Artono, awig-awig itu dibuat tahun 1988, dan diubah sekitar awal 2018.
Artono kemudian melapor dengan dasar paos yang diterjemahkan Drs Nyoman Sukarta dari Universitas Udayana, karena paos itu berbahasa Bali. "Setelah diterjemahkan berbunyi ‘ekalipun orang yang bersengketa tidak setuju dengan keputusan prajuru desa, boleh mereka memohonkan petunjuk pada pengadilan negeri saja,” ujar Artono membacakan salah satu pasal yang lama. “Bila keputusan pengadilan sama dengan keputusan prajuru desa, maka orang yang meminta keputusan, dikenakan beban berupa denda pecalang. Sesuai kesepakatan pararem,” ujarnya.
Kemudian, tanpa rapat desa, paos itu diubah diam-diam oleh bendesa Jasan. “Lalu yang diubah ‘sekalipun orang yang bersengketa (bermasalah), tidak setuju pada keputusan pengadilan, tetapi bila keputusan yang dikeluarkan para aparat desa maka orang yang memohon keadilan dikenakan denda bea pecalang. Sesuai ketentuan pararem,” jelasnya.
Lantaran awig-awig itu dipalsukan, maka Artono merasa dirugikan, karena dia sedang bersengketa tanah di pengadilan. “Saya baru mengetahui awig-awig dipalsukan pada 14 Desember 2017. Langsung saya laporkan bendesa ini Polres Gianyar,” jelasnya.
Meski berstatus tersangka, jelas dia, Bendesa Jasan sampai kini belum ditahan. Artono pun mempertanyakan permasalahan itu. “Sudah saya tanyakan ke Polres, katanya berkas mau pelimpahan ke Kejaksaan,” tukasnya.
Membaca bunyi pasal awig-awig yang dipalsukan itu, Artono menilai ada pengekangan bagi warga desa pakraman. “Warga yang melapor ke pengadilan, akan dikenakan bea pecalang (denda, red). Spesifiknya tidak tahu, bisa berupa banten. Artinya kalau saya melapor dikenakan denda,” keluhnya.
Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Gianyar Nyoman Bella membenarkan jika bendesa Jasan menjadi tersangka. “Kasusnya masih P19. Ada berkas yang dikembalikan ke Polres karena belum lengkap,” ujarnya singkat.*nvi
1
Komentar