Kantor Perbekel Dauh Puri Kelod Digeledah Jaksa
Terkait Dugaan Korupsi APBDes Senilai Rp 1,03 Miliar
DENPASAR, NusaBali
Kantor Perbekel Dauh Puri Kelod, Kecamatan Denpasar Barat digeledah oleh Tim Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Denpasar, Kamis (20/6). Penggeledahan ini dilakukan tim jaksa untuk mencari bukti tambahan terkait dugaan korupsi APBDes Dauh Puri Kelod senilai Rp 1,03 miliar.
Penggeledahan Kantor Perbekel Dauh Puri Kelod yang berlokasi di Jalan Serma Made Oka Denpasar Barat, Kamis kemarin, berlangsung selama 3 jam sejak pagi pukul 09.00 Wita hingga siang pukul 12.00 Wita. Penggeledahan tersebut dipimpin langsung Kasi Pidsus Kejari Denpasar, I Nengah Astawa.
Penggeledahan yang melibatkan 10 penyidik Pidsus Kejari Denpasar ini dilakukan di beberapa ruangan, antara lain, Ruang Perbekel Dauh Puri Kelod, Ruang Bendahara Desa Dauh Puri Kelod, dan Ruang Kaur Keuangan Desa Dauh Puri Kelod. Dari penggeledahan tersebut, petugas kejaksaan menyita 5 boks dan 3 kardus berisi dokumen anggaran periode 2013-2017. Selain itu, ada beberapa file dari komputer Kantor Perbekel Dauh Puri Kelod yang disita.
“Dokumen yang kami sita di antaranya SPJ (Surat Pertanggungjawaban), SPP (Surat Permohonan Pembayaran), dan dokumen-dokumen lainnya mulai tahun 2013 sampai 2017,” papar Nengah Astawa.
Menurut Astawa, saat ini penyidik Pidus Kejari Denpasar masih memilah dokumen-dokumen tersebut. “Berkas-berkas yang tidak relevan akan dikembalikan lagi. Jika ditemukan ditemukan berkas yang ada korelasinya dengan kasus yang ditangani, barulah kami mengajukan surat penyitaan ke pengadilan,” lanjut mantan jaksa Kejari Gianyar ini.
Sambil memeriksa dokumen yang disita, kata Astawa, penyidik kejaksaan rencananya akan kembali memanggil beberapa pejabat dari Pemkot Denpasar untuk dimintai keteragannya. Setelah itu, dilanjutkan dengan minta keterangan pejabat Desa Dauh Puri Kelod dan saksi-saksi lainnya. “Masih ada saksi ahli dan audit BPKP untuk menentukan kerugian negara dalam kasus ini,” katanya.
Terkait calon tersangka dalam kasus dugaan korupsi APBDes dauh Puri Kelod sebesar Rp 1,03 miliar ini, Astawa enggan berkomentar. Dia juga bungkam saat ditanya status mantan Perbekel Dauh Puri Kelod, I Gusti Made Wira Namiartha, yang kini terpilih menjadi anggota DPRD Kota Denpasar 2019-2024 dari PDIP Dapil Denpasar Barat. “Nantilah setelah selesai semua pemeriksaan, akan dilakukan ekspose untuk menentukan tersangka,” elak Astawa.
Yang pasti, menurut Astawa, dari kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 1,03 miliar, sudah ada pengembalian ke kas daerah sekitar Rp 300 juta. Rinciannya, mantan Perbekel IGM Wira Namiarta mengembalikan sebesar Rp 8,5 juta, Kaur Keuangan Desa Dauh Puri Kelod kembalikan Rp 102 juta, dan Bendahara Desa Dauh Puri Kelod kembalikan Rp 144 juta. “Nah, sisanya sekitar Rp 770 juta ini masih kami dalami lagi, ke mana saja aliran uangnya,” tegas Astawa.
Sementara itu, Pjs Perbekel Dauh Puri Kelod, Luh Sukarmi, mengatakan tidak terlalu paham dengan perkara yang kini ditangani Kejari Denpasar tersebut. Meski demikian, pihaknya berharap segala permasalahan bisa segera tuntas. "Kami berharap tidak lagi ada masalah ke depannya, sehingga bisa memberikan pelayanan yang baik kepada warga," ujar Luh Sukarmini.
Kasus dugaan korupsi APBDes Rp 1,03 miliar di Desa Dauh Puri Kelod ini pertama kali dibongkar seorang aktivis, I Nyoman Mardika. Dalam kasus ini, diduga ada penyelewengan Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) sebesar Rp 1,03 miliar. Dugaan penyelewengan muncul ketika selisihnya antara Silpa APBDes Dauh Puri Kelod tahun 2017 sebesar Rp 1,95 miliar berbeda dengan dana yang masih dipegang oleh mantan Perbekel, IGM Wira Namiarta, serta Bendahara dan Kaur Keuangan.
Dari jumlah tersebut, uang yang masih berada di tangan Bendahara Desa Dauh Puri Kelod sebesar Rp 877 juta, sementara ditangan Kaur Keuangan mencapai Rp 102,82 juta, dan yang dipegang Perbekel (waktu itu) IGM Wira Namiarta hanya Rp 8,5 juta. "Dari Silpa tersebut, ada uang Rp 1 miliar lebih yang tidak jelas keberadaannya,” ungkap Nyoman Mardika didampingi tim kuasa hukumnya dari Yayasan Manikaya Kauci yang dikoordinasikan Ketut Bakuh, beberapa waktu lalu.
Dugaan penyelewengan APBDes ini sudah sempat dilaporkan ke Wakil Walikota Denpasar, IGN Jaya Negara, Agustus 2017 lalu. Oleh Jaya Negara, laporan ini diserahkan ke Inspektorat Kota Denpasar, yang kemudian langsung melakukan penelusuran.
Hasilnya, ditemukan adanya selisih antara Silpa dan uang yang berada di tangan Bendahara Desa Dauh Puri Kelod. Temuan ini lalu dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). “Jadi, sudah ada hasil resmi dari Inspektorat Kota Denpasar,” kata Mardika.
Sesuai ketentuan perundang-undangan, paling lambat 2 bulan atau 60 hari kerja Ins-pektorat wajib melaporkan temuan tersebut kepada penegak hukum. Namun, setelah 5 bulan berlalu, ternyata tidak ada tindak lanjut dari Inspektorat Kota Denpasar. “Karena tidak ada tindak lanjut dari Inspektorat, maka kami berinisiatif melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Tinggi Bali,” tandas Mardika saat itu. *rez
Penggeledahan Kantor Perbekel Dauh Puri Kelod yang berlokasi di Jalan Serma Made Oka Denpasar Barat, Kamis kemarin, berlangsung selama 3 jam sejak pagi pukul 09.00 Wita hingga siang pukul 12.00 Wita. Penggeledahan tersebut dipimpin langsung Kasi Pidsus Kejari Denpasar, I Nengah Astawa.
Penggeledahan yang melibatkan 10 penyidik Pidsus Kejari Denpasar ini dilakukan di beberapa ruangan, antara lain, Ruang Perbekel Dauh Puri Kelod, Ruang Bendahara Desa Dauh Puri Kelod, dan Ruang Kaur Keuangan Desa Dauh Puri Kelod. Dari penggeledahan tersebut, petugas kejaksaan menyita 5 boks dan 3 kardus berisi dokumen anggaran periode 2013-2017. Selain itu, ada beberapa file dari komputer Kantor Perbekel Dauh Puri Kelod yang disita.
“Dokumen yang kami sita di antaranya SPJ (Surat Pertanggungjawaban), SPP (Surat Permohonan Pembayaran), dan dokumen-dokumen lainnya mulai tahun 2013 sampai 2017,” papar Nengah Astawa.
Menurut Astawa, saat ini penyidik Pidus Kejari Denpasar masih memilah dokumen-dokumen tersebut. “Berkas-berkas yang tidak relevan akan dikembalikan lagi. Jika ditemukan ditemukan berkas yang ada korelasinya dengan kasus yang ditangani, barulah kami mengajukan surat penyitaan ke pengadilan,” lanjut mantan jaksa Kejari Gianyar ini.
Sambil memeriksa dokumen yang disita, kata Astawa, penyidik kejaksaan rencananya akan kembali memanggil beberapa pejabat dari Pemkot Denpasar untuk dimintai keteragannya. Setelah itu, dilanjutkan dengan minta keterangan pejabat Desa Dauh Puri Kelod dan saksi-saksi lainnya. “Masih ada saksi ahli dan audit BPKP untuk menentukan kerugian negara dalam kasus ini,” katanya.
Terkait calon tersangka dalam kasus dugaan korupsi APBDes dauh Puri Kelod sebesar Rp 1,03 miliar ini, Astawa enggan berkomentar. Dia juga bungkam saat ditanya status mantan Perbekel Dauh Puri Kelod, I Gusti Made Wira Namiartha, yang kini terpilih menjadi anggota DPRD Kota Denpasar 2019-2024 dari PDIP Dapil Denpasar Barat. “Nantilah setelah selesai semua pemeriksaan, akan dilakukan ekspose untuk menentukan tersangka,” elak Astawa.
Yang pasti, menurut Astawa, dari kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 1,03 miliar, sudah ada pengembalian ke kas daerah sekitar Rp 300 juta. Rinciannya, mantan Perbekel IGM Wira Namiarta mengembalikan sebesar Rp 8,5 juta, Kaur Keuangan Desa Dauh Puri Kelod kembalikan Rp 102 juta, dan Bendahara Desa Dauh Puri Kelod kembalikan Rp 144 juta. “Nah, sisanya sekitar Rp 770 juta ini masih kami dalami lagi, ke mana saja aliran uangnya,” tegas Astawa.
Sementara itu, Pjs Perbekel Dauh Puri Kelod, Luh Sukarmi, mengatakan tidak terlalu paham dengan perkara yang kini ditangani Kejari Denpasar tersebut. Meski demikian, pihaknya berharap segala permasalahan bisa segera tuntas. "Kami berharap tidak lagi ada masalah ke depannya, sehingga bisa memberikan pelayanan yang baik kepada warga," ujar Luh Sukarmini.
Kasus dugaan korupsi APBDes Rp 1,03 miliar di Desa Dauh Puri Kelod ini pertama kali dibongkar seorang aktivis, I Nyoman Mardika. Dalam kasus ini, diduga ada penyelewengan Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) sebesar Rp 1,03 miliar. Dugaan penyelewengan muncul ketika selisihnya antara Silpa APBDes Dauh Puri Kelod tahun 2017 sebesar Rp 1,95 miliar berbeda dengan dana yang masih dipegang oleh mantan Perbekel, IGM Wira Namiarta, serta Bendahara dan Kaur Keuangan.
Dari jumlah tersebut, uang yang masih berada di tangan Bendahara Desa Dauh Puri Kelod sebesar Rp 877 juta, sementara ditangan Kaur Keuangan mencapai Rp 102,82 juta, dan yang dipegang Perbekel (waktu itu) IGM Wira Namiarta hanya Rp 8,5 juta. "Dari Silpa tersebut, ada uang Rp 1 miliar lebih yang tidak jelas keberadaannya,” ungkap Nyoman Mardika didampingi tim kuasa hukumnya dari Yayasan Manikaya Kauci yang dikoordinasikan Ketut Bakuh, beberapa waktu lalu.
Dugaan penyelewengan APBDes ini sudah sempat dilaporkan ke Wakil Walikota Denpasar, IGN Jaya Negara, Agustus 2017 lalu. Oleh Jaya Negara, laporan ini diserahkan ke Inspektorat Kota Denpasar, yang kemudian langsung melakukan penelusuran.
Hasilnya, ditemukan adanya selisih antara Silpa dan uang yang berada di tangan Bendahara Desa Dauh Puri Kelod. Temuan ini lalu dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). “Jadi, sudah ada hasil resmi dari Inspektorat Kota Denpasar,” kata Mardika.
Sesuai ketentuan perundang-undangan, paling lambat 2 bulan atau 60 hari kerja Ins-pektorat wajib melaporkan temuan tersebut kepada penegak hukum. Namun, setelah 5 bulan berlalu, ternyata tidak ada tindak lanjut dari Inspektorat Kota Denpasar. “Karena tidak ada tindak lanjut dari Inspektorat, maka kami berinisiatif melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Tinggi Bali,” tandas Mardika saat itu. *rez
Komentar