Izin Usaha BPR Legian Dicabut OJK
Selama proses likuidasi pasca izin usahanya dicabut, 50 karyawan BPR Legian masih dipekerjakan untuk bantu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Karena Pemegang Saham Gagal Menyehatkan BPR dalam Jangka Waktu Pengawasan Khusus
DENPASAR, NusaBali
Izin usaha PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Legian di Jalan Gajah Mada Nomor 125-127 Denpasar, dicabut oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 21 Juni 2019. Pencabutan izin usaha ini dilakukan setelah pihak pemegang saham dan pengurus gagal melakukan penyehatan BPR Legian dalam jangka waktu pengawasan khusus selama 2 bulan, sejak 28 Maret 2019 hingga 28 Mei 2019.
Pencabutan izin usaha BPR Legian ini dilakukan berdasarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-103/D/03/2019 tertanggal 21 Juni 2019. Kepala OJK Kantor Regional 8 Wilayah Bali dan Nusa Tenggara, Elyanus Pongosada, menyatakan pemegang saham dan pengurus BPR tidak dapat melakukan penyehatan terhadap BPR Legian dalam jangka waktu pengawasan khusus, sehingga izin usahanya dicabut.
“Penetapan status Bank Dalam Pengawasan Khusus (BDPK) disebabkan permasalahan pengelolaan manajemen BPR Legian yang tidak mengacu prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik, serta adanya intervensi negatif dari Pemegang Saham Pengendali (PSP) dalam kegiatan operasional bank,” papar Elyanus Pongosada.
Hal tersebut, kata Elyanus, mengakibatkan kinerja keuangan BPR Legian tidak dapat memenuhi standar yang ditetapkan sesuai ketentuan yang berlaku, yaitu rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) paling sedikit 8 persen. Menurut Elyanus, upaya penyehatan yang dilakukan sampai batas waktu yang ditentukan tersebut, tidak dapat memperbaiki kondisi BPR Legian untuk keluar dari status BDPK---harus memiliki rasio KPMM paling sedikit 8 persen.
Elyanus menyebutkan, upaya penyelamatan BPR Legian sebetulnya sudah maksimal dilakukan OJK. Sebab, pada prinsipnya OJK berharap lembaga tersebut tetap bisa diselamatkan. “Diskusi sudah sangat sering kita lakukan dengan pemegang saham maupun direksi BPR Legian. Demikian juga dengan bersurat,” katanya.
Tujuannya, lanjut Elyanus, untuk menambah kecukupan modal BPR Legian. Penambahan modal tersebut bisa dari internal, pemegang saham sendiri, atau dari investor. Dalam pertemuan-pertemuan tersebut, disebutkan akan ada investor dari Singapura dan Balikpapan (Kalimantan Timur). Namun nyatanya, setelah 2 bulan BPR Legian dalam status BDPK, upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Karena itu, OJK menilai BPR Legian gagal memenuhi persyaratan sesuai ketentuan alias bangkrut, sehingga izin usahanya dicabut. “ Ini jalan terakhir,” tegas Elyanus.
Elyanus tidak menyebut secara spesifik apa penyebab ‘kolapsnya’ BPR Legian. Menurut Elyanus, faktor penyebabnya campuran. Antara lain, karena intervensi negatif pemegang saham. Kalau intervensinya positif, jelas bagus. Sebaliknya, jika intervensinya negatif, ini yang jadi masalah.
“Misalnya, pemegang saham meminta menggunakan dana bank, ternyata diizinkan direksi. Itu karena direksi tidak independen. Seharusnya, tidak bisa demikian,” ujar Elyanus. Selain itu, faktor kredit macet juga ikut jadi biang.
Dengan pencabutan izin usaha PT BPR Legian, kata Elyanus, selanjutnya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akan menjalankan fungsi penjaminan dan melakukan proses likuidasi sesuai Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2009. OJK mengimbau para nasabah BPR Legian agar tetap tenang, karena dana masyarakat di perbankan termasuk BPR dijamin oleh LPS sesuai, ketentuan yang berlaku.
Disinggung soal nasib 50 karyawan BPR Legian, menurut Elyanus, dalam masa proses luikuidasi, mereka tentunya masih diperkerjakan untuk membantu LPS. Namun setelah itu, mereka PHK (pemutusan hubungan kerja), sesuai dengan ketentuan yang berlaku menyangkut hak-hak karyawan.
Sementara itu, menyusul pencabutan izin usaha oleh OJK tersebut, pihak Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) langsung terjun ke BPR Legian di Jalan Gajah Mada Denpasar, Jumat kemarin. “Hari ini (kemarin) kami fokus pada pengamanan aset, kemudian membantu direksi dan mengawasi bersama OJK untuk menyusun neraca penutupan,” ungkap Sekretaris LPS, Mohamad Yusron.
Menurut Yusron, neraca penutupan menjadi salah satu dasar untuk proses likuidasi yang dilakukan LPS. Yusron menyebutkan, sesuai dengan UU LPS, setelah bank dicabut izin usahanya, maka LPS yang mengambil-alih untuk proses likuidasi bank dan proses pembayaran serta penjaminan simpanan nasabah.
Sesuai UU LPS, kata Yusron, akan dilakukan rekonsiliasi dan verifikasi data simpanan paling lama 90 hari kerja, sejak izin usaha BPR Legian dinyatakan dicabut oleh OJK. Jadi, verifikasi data simpanan BPR Legian paling lama sampai 24 Oktober 2019 mendatang. Itulah batas waktu LPS mengumumkan pembayaran penjaminan kepada nasabah.
“Berapa besarnya, itu tentunya masih menunggu proses rekonsiliasi dan verifiasi simpanan,” katanya. Pembayaran klaim juga akan dilakukan secara bertahap, tergantung jumlah simpanan. “Kepada nasabah BPR Legian, kita imbau mereka untuk sabar. Nanti akan kita umumkan, baik lewat website LPS, koran, maupun ditempel di Kantor BPR Legian.” *k17
Komentar