44 Ibu Hamil Positif HIV/Aids
Ketiga penyakit, itu berpeluang besar menular antara ibu ke bayi. Maka dari itu, dalam upaya menyelamatkan si bayi, diwajibkan screening (tes) bagi ibu hamil.
Masa Pemeriksaan Tahun 2016 –2019
NEGARA, NusaBali
Selama tiga tahun terakhir mulai pertengahan tahun 2016 sampai 2019, Dinas Kesehatan Jembrana menemukan 44 ibu hamil terjangkit penyakit HIV/Aids. HIV pada ibu hamil itu ditemukan berdasar tes HIV atau Voluntary Counseling and Testing (VCT) yang diwajibkan kepada setiap ibu hamil di Klinik VCT yang tersedia di Rumah Sakit Umum Negara dan seluruh Puskesmas se-Jembrana.
Kepala Dinas Kesehatan Jembrana, dr Putu Suasata, Jumat (21/6), mengatakan tes HIV kepada setiap ibu hamil, itu memang diwajibkan pihak Kementrian Kesehatan (Kemenkes) RI. Selain tes HIV, juga ada sejumlah tes spilis dan hepatitis yang diwajibkan kepada ibu hamil. Sejumlah tes itu diwajibkan untuk menghindari penularan terhadap bayi. “Ketiga penyakit, itu berpeluang besar menular antara ibu ke bayi. Maka dari itu, dalam upaya menyelamatkan si bayi, diwajibkan screening (tes) bagi ibu hamil,” ujarnya.
Menurutnya, penularan HIV, bisa saja terjadi sejak si bayi berada di dalam kandungan atau saat proses kelahiran. Tes itu pun diwajibkan, karena setiap ibu hamil belum tentu mengetahui, apakah dirinya positif HIV. “Daripada banyak korban, entah suami, istri atau bahkan bayi, maka tim medis yang mendapat pasien ibu hamil, wajib melakukan program PTV (Pencegahan Transmisi HIV) dari ibu ke bayi. Kalau tidak terdeteksi, jelas akan lebih berbahaya,” ucapnya.
Ketika ditemukan ibu hamil terkena HIV, sambung Suasta, si ibu akan diberikan HRV. Pemberian HRV, itu bertujuan menekan kadar virus HIV, agar si ibu tidak jatuh dalam kondisi AIDS, termasuk resiko penularan HIV pada bayi juga lebih rendah. Selain memberikan HRV kepada si ibu, dalam penanganan kelahiran pun, si bayi harus dilahirkan melalui cesar, untuk mempercepat pengeluaran, dan mengurangi resiko penularan dari ibu ke bayi saat terjadinya proses kelahiran secara normal. “Ketika sudah lahir, si bayi juga tidak boleh minum air susu ibu (ASI), karena memang mengandung virus,” jelasnya.
Selama dua tahun setelah dilahirkan, si bayi juga akan tetas diawasi, dan akan tes HIV. Ketika negatif, maka bayi yang bersangkutan sudah dipastikan bebas HIV yang kemungkinan ditularkan si ibu. “Tetapi kembali lagi, kalau si ibu tidak dites lebih awal, tetap akan lebih beresiko. Untuk cesar, juga tidak bisa sembarangan, dan tidak menjamin 100 persen bayi tidak tertular. Sebenarnya, itu kembali lagi terhadap perilaku masing-masing individu, agar menghindari penularan HIV,” ujar Suasta.
Menurutnya, HIV pada si ibu besar kemungkinan tertular pasangan seksnya. Namun perlu dicatat, partner seks yang menularkannya, itu belum tentu dari suami. Bisa jadi, dari perilaku seks tidak sehat oleh ibu, saat sebelum menikah. Selain perilaku seks tidak sehat, bisa saja si ibu tertular kerena menjadi pecandu narkotika, dan tertular melalui jarum suntik yang tidak steril. Kemudian bisa juga karena tato. “Tetapi kalau untuk masalah jarum suntik tidak steril, sebenarnya masalah kecil. Yang paling besar, adalah seks tidak sehat. Maka dari itu, sebenarnya harus menjaga diri,” ungkapnya.
Karena dari itu, kata Suasta, dalam upaya mencegah penularan HIV secara umum, dan tidak hanya mengkhusus ke ibu hamil, pihaknya telah menyediakan layanan Klinik VCT di Rumah Sakit Umum Negara dan seluruh Puskesmas se-Jembrana. Di Klinik VCT itu juga disediakan konselor. “Ada 14 fasilitas kesehatan (faskes), terutama Puskesmas dan RSU Negara yang sudah ada VCT. Ditambah satu konselor yang ditempatkan khusus di Rutan Negara,” ujarnya.
Dari data yang dihimpun di Dinas Kesehatan Jembrana selama tahun 2005- hingga memasuki pertengahan tahun 2019 ini, ada sebanyak 1.002 orang pengidap HIV/AIDS yang ditemukan di Jembrana. *ode
1
Komentar