Polri Langgar HAM Serius di Rusuh Mei
AII khawatir citra buruk sulitkan polisi kerjasama dengan masyarakat
JAKARTA, NusaBali
Amnesty Internasional Indonesia (AII) menemukan sejumlah bukti dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan polisi terhadap pelaku kerusuhan 22 Mei. Dugaan pelanggaran HAM itu antara lain pembunuhan di luar hukum terhadap sepuluh orang, penangkapan, penahanan sewenang-wenang, serta penggunaan kekuatan berlebihan oleh polisi.
"Penangkapan tidak boleh disertai kekerasan, karena orang tersebut sudah tidak melawan. Sudah diamankan tapi tetap ditendang," kata Peneliti Amnesty International Indonesia Papang Hidayat, di kantornya, Jakarta Pusat, pada Selasa (25/6) seperti dilansir tempo.
Papang menuturkan, lembaganya telah melakukan wawancara terhadap sejumlah saksi, korban, dan keluarga korban dalam investigasi yang dilakukan selama satu bulan tersebut.
"Kesimpulan tersebut juga diperkuat oleh bukti video yang diterima dan telah diverifikasi oleh tim fakta Amnesty International (digital verification corps) di Berlin, Jerman," kata Papang.
Direktur Eksekutif AII Usman Hamid lewat keterangan tertulis, Selasa (25/6) menuturkan investigasi itu berawal dari beredarnya sebuah video di media sosial pada 24 Mei 2019. Video itu memperlihatkan belasan personel Brigade Mobil (Brimob) melakukan penyiksaan terhadap seseorang yang sudah tidak berdaya.
Investigasi pihaknya juga menemukan bahwa kepolisian melakukan pelanggaran HAM terhadap empat orang lainnya di kawasan tersebut. Kekerasan itu terjadi di lahan kosong milik Smart Service Parking, di Kampung Bali, Jakarta, Kamis (23/6), pukul 05.30 WIB. Saat itu, ia berkata Brimob tengah melakukan penyisiran usai insiden bentrok antara aparat dan massa.
"Ketika pagar [lahan parkir] dibukakan, anggota satuan kepolisian tersebut melakukan penangkapan dengan menggunakan kekerasan yang tidak diperlukan terhadap setidaknya dua orang," ujarnya seperti dikutip dari cnnindonesia.
Tak hanya menemukan adanya penganiayaan, Amnesty Internasional Indonesia juga menemukan korban yang tidak mendapat perhatian usai aksi. Ia telah menemui beberapa keluarga korban dan kebanyakan para korban mengaku tak mendapat pemulihan.
"Ada kehilangan nyawa, juga fungsi organ tubuh. Ini pelanggaran HAM yang dianggap paling serius," kata Papang.
Papang pun mendesak kepolisian turut menginvestigasi temuan adanya anggota yang melakukan kekerasan. Ia menilai kasus dugaan penyiksaan ini merugikan Polri itu sendiri.
Ia mengatakan, saat Amnesty melakukan investigasi dugaan penyiksaan di kawasan Kampung Bali dan Kebon Kacang, banyak saksi yang memang mempunyai masalah dengan polisi. Warga di sekitar lokasi, kata Papang, berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Menurut Papang, citra buruk itu akan membuat polisi kesulitan bekerja sama dengan masyarakat.
"Kalau kekerasan itu terus dilakukan, membuat masyarakat dari kelas sosial tertentu jadi membenci polisi," ujar dia.
Aksi 21-22 Mei 2019 menolak hasil Pilpres 2019 berakhir ricuh. Sembilan orang tewas, sedangkan ratusan orang mengalami luka-luka. Polisi pun meringkus 447 orang dan menetapkan keseluruhannya sebagai tersangka.
Penangkapan dilakukan di beberapa titik kerusuhan. Di antaranya di Jalan MH Thamrin, depan Kantor Bawaslu, daerah Monumen Patung Kuda Arjuna Wiwaha, kawasan Menteng, Slipi, dan Petamburan. Polisi mengidentifikasi ada tiga kelompok dari ratusan orang tersangka itu. *
"Penangkapan tidak boleh disertai kekerasan, karena orang tersebut sudah tidak melawan. Sudah diamankan tapi tetap ditendang," kata Peneliti Amnesty International Indonesia Papang Hidayat, di kantornya, Jakarta Pusat, pada Selasa (25/6) seperti dilansir tempo.
Papang menuturkan, lembaganya telah melakukan wawancara terhadap sejumlah saksi, korban, dan keluarga korban dalam investigasi yang dilakukan selama satu bulan tersebut.
"Kesimpulan tersebut juga diperkuat oleh bukti video yang diterima dan telah diverifikasi oleh tim fakta Amnesty International (digital verification corps) di Berlin, Jerman," kata Papang.
Direktur Eksekutif AII Usman Hamid lewat keterangan tertulis, Selasa (25/6) menuturkan investigasi itu berawal dari beredarnya sebuah video di media sosial pada 24 Mei 2019. Video itu memperlihatkan belasan personel Brigade Mobil (Brimob) melakukan penyiksaan terhadap seseorang yang sudah tidak berdaya.
Investigasi pihaknya juga menemukan bahwa kepolisian melakukan pelanggaran HAM terhadap empat orang lainnya di kawasan tersebut. Kekerasan itu terjadi di lahan kosong milik Smart Service Parking, di Kampung Bali, Jakarta, Kamis (23/6), pukul 05.30 WIB. Saat itu, ia berkata Brimob tengah melakukan penyisiran usai insiden bentrok antara aparat dan massa.
"Ketika pagar [lahan parkir] dibukakan, anggota satuan kepolisian tersebut melakukan penangkapan dengan menggunakan kekerasan yang tidak diperlukan terhadap setidaknya dua orang," ujarnya seperti dikutip dari cnnindonesia.
Tak hanya menemukan adanya penganiayaan, Amnesty Internasional Indonesia juga menemukan korban yang tidak mendapat perhatian usai aksi. Ia telah menemui beberapa keluarga korban dan kebanyakan para korban mengaku tak mendapat pemulihan.
"Ada kehilangan nyawa, juga fungsi organ tubuh. Ini pelanggaran HAM yang dianggap paling serius," kata Papang.
Papang pun mendesak kepolisian turut menginvestigasi temuan adanya anggota yang melakukan kekerasan. Ia menilai kasus dugaan penyiksaan ini merugikan Polri itu sendiri.
Ia mengatakan, saat Amnesty melakukan investigasi dugaan penyiksaan di kawasan Kampung Bali dan Kebon Kacang, banyak saksi yang memang mempunyai masalah dengan polisi. Warga di sekitar lokasi, kata Papang, berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Menurut Papang, citra buruk itu akan membuat polisi kesulitan bekerja sama dengan masyarakat.
"Kalau kekerasan itu terus dilakukan, membuat masyarakat dari kelas sosial tertentu jadi membenci polisi," ujar dia.
Aksi 21-22 Mei 2019 menolak hasil Pilpres 2019 berakhir ricuh. Sembilan orang tewas, sedangkan ratusan orang mengalami luka-luka. Polisi pun meringkus 447 orang dan menetapkan keseluruhannya sebagai tersangka.
Penangkapan dilakukan di beberapa titik kerusuhan. Di antaranya di Jalan MH Thamrin, depan Kantor Bawaslu, daerah Monumen Patung Kuda Arjuna Wiwaha, kawasan Menteng, Slipi, dan Petamburan. Polisi mengidentifikasi ada tiga kelompok dari ratusan orang tersangka itu. *
Komentar