Stok SAR di Tabanan Kosong, Dianggarkan Tahun 2019
Stok serum anti rabies (SAR) di Kabupaten Tabanan saat ini sedang kosong. Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan sudah menganggarkan di 2019 sebanyak tujuh vial dengan angggaran Rp 50 juta.
TABANAN, NusaBali
Kepala Bidang Penanganan Penyakit Menular (P2M) Dinas Kesehatan Tabanan dr Ketut Nariana, mengatakan ketersediaan SAR sempat kosong di 2018 karena memang kosong dari distributornya. “Sekarang di tahun 2019 sedang dilakukan pengadaan SAR, dan sedang memasuki proses lelang,” ujarnya, Selasa (25/6).
Dikatakannya, pengadaan SAR memang lebih sulit dibandingkan vaksin anti rabies (VAR). Karena stok memang terbatas dan hanya diproduksi di Prancis, harganya mahal, dan masa kadaluwarsanya lebih singkat dibanding VAR. “Kami dalam pengadaan SAR, pihak Dinkes tidak langsung membeli dari Prancis, tetapi setiap wilayah di Indonesia ada perwakilan distributornya,” tuturnya.
Nariana menerangkan SAR biasanya diberikan pada kasus gigitan risiko tinggi dan anjing yang menggigit positif rabies. Risiko gigitan tinggi yang dimaksud adalah tergigit di bagian dekat kepala, area gigitannya besar, dalam, dan banyak.
Dan SAR memiliki fungsi untuk menetralkan virus pada luka sekaligus memberikan perlindungan selama 7-10 hari sebelum antibodi yang terbentuk dari vaksin muncul. “Jadi untuk gigitan risiko tinggi ini, selain diberikan SAR juga disertai dengan pemberian VAR,” kata Nariana.
Sementara untuk VAR diberikan setelah tergigit hewan yang diduga membawa virus rabies. VAR berfungsi untuk merangsang antibodi penetral virus rabies. “Untuk mendapatkan antibodi yang maksimal, pemberian VAR diberikan sebanyak tiga kali yaitu pada hari pertama atau saat tergigit sebanyak dua vial. Kemudian hari ke-7 satu vial, dan terakhir hari ke-21 sebanyak satu vial,” ungkapnya.
Meskipun ketersediaan SAR dan VAR penting, Nariana menegaskan langkah utama dalam menangani kasus rabies adalah pengendalian anjing. Agar masyarakat tidak meliarkan anjing dan rutin melakukan vaksin pada anjing. “Jadi untuk bebas rabies, seluruh masyarakat ikut berperan,” tandasnya. *des
Dikatakannya, pengadaan SAR memang lebih sulit dibandingkan vaksin anti rabies (VAR). Karena stok memang terbatas dan hanya diproduksi di Prancis, harganya mahal, dan masa kadaluwarsanya lebih singkat dibanding VAR. “Kami dalam pengadaan SAR, pihak Dinkes tidak langsung membeli dari Prancis, tetapi setiap wilayah di Indonesia ada perwakilan distributornya,” tuturnya.
Nariana menerangkan SAR biasanya diberikan pada kasus gigitan risiko tinggi dan anjing yang menggigit positif rabies. Risiko gigitan tinggi yang dimaksud adalah tergigit di bagian dekat kepala, area gigitannya besar, dalam, dan banyak.
Dan SAR memiliki fungsi untuk menetralkan virus pada luka sekaligus memberikan perlindungan selama 7-10 hari sebelum antibodi yang terbentuk dari vaksin muncul. “Jadi untuk gigitan risiko tinggi ini, selain diberikan SAR juga disertai dengan pemberian VAR,” kata Nariana.
Sementara untuk VAR diberikan setelah tergigit hewan yang diduga membawa virus rabies. VAR berfungsi untuk merangsang antibodi penetral virus rabies. “Untuk mendapatkan antibodi yang maksimal, pemberian VAR diberikan sebanyak tiga kali yaitu pada hari pertama atau saat tergigit sebanyak dua vial. Kemudian hari ke-7 satu vial, dan terakhir hari ke-21 sebanyak satu vial,” ungkapnya.
Meskipun ketersediaan SAR dan VAR penting, Nariana menegaskan langkah utama dalam menangani kasus rabies adalah pengendalian anjing. Agar masyarakat tidak meliarkan anjing dan rutin melakukan vaksin pada anjing. “Jadi untuk bebas rabies, seluruh masyarakat ikut berperan,” tandasnya. *des
Komentar