Mak Comblang Terancam Bui 15 Tahun
Kasus ‘Pengantin Pesanan’
JAKARTA, NusaBali
AM (54), warga Kalimantan Barat (Kalbar), terancam pidana penjara maksimal 15 tahun. AM adalah tersangka tindak pidana perdagangan orang (TPPO) 'pengantin pesanan', yang menjual perempuan Indonesia ke pria China.
"Tersangka melanggar Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 21/2007 tentang Pemberantasan TPPO. Ancaman hukuman maksimal 15 tahun," kata Kabid Humas Polda Kalbar AKBP Donny Charles, Selasa (25/6).
Donny menjelaskan polisi saat ini sedang melengkapi berkas perkara dengan meminta keterangan ahli dan saksi-saksi. Sementara 8 calon mempelai pria sudah diserahkan ke Imigrasi.
"Fokus kami memeriksa saksi ahli, meminta pendampingan ahli bahasa untuk meminta keterangan warga Tiongkoknya dan tambahan pemeriksaan saksi-saksi yang mengetahui kejahatan ini, termasuk korban," jelas Donny.
"Untuk WNA sejumlah 8 orang sudah diperiksa semuanya, kemudian diserahkan ke imigrasi untuk diproses lebih lanjut," sambung dia.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo sebelumnya menyebut AM merupakan mak comblang. AM telah ditahan. "AM sebagai mak comblang. Yang bersangkutan dijerat pasal TPPO dan ditahan," kata Dedi, Senin (24/6) seperti dilansir detik.
Pada Rabu, 12 Juni 2019, sekitar pukul 19.30 WIB, polisi menggerebek rumah di daerah Purnama, Kota Pontianak, Kalbar.
Polisi menangkap AM dan istrinya yang berinisial VV, satu pria China yang berperan sebagai wali nikah, satu perempuan Indonesia calon mempelai dan 7 pria China calon mempelai. Mereka diduga terlibat praktik 'pengantin pesanan'.
Sejauh ini, polisi baru menetapkan AM sebagai tersangka. Sementara VV tidak berstatus tersangka karena polisi belum cukup mengantongi bukti keterkaitan dirinya dalam bisnis TPPO yang dilakoni suaminya.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) sebelumnya menggelar konferensi pers terkait adanya praktik TPPO 29 perempuan WNI yang dijadikan pengantin pesanan di China. Data tersebut diperoleh berdasarkan pengaduan korban sepanjang 2016-2019.
"Sebanyak 13 perempuan asal Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, dan 16 orang perempuan asal Jawa Barat," ujar Sekjen SBMI Bobi Anwar Maarif di Kantor LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (23/6).
Bobi menduga pengantin pesanan merupakan modus dari Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Sebab, ada proses yang mengarah ke perdagangan yang terencana. Bobi menyebut korban dijanjikan akan menikah dengan orang kaya asal China dan iming-iming dijamin seluruh kebutuhan hidup korban dan keluarganya. Namun, sesampai di China, korban malah dipekerjakan dengan durasi waktu yang lama. *
"Tersangka melanggar Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 21/2007 tentang Pemberantasan TPPO. Ancaman hukuman maksimal 15 tahun," kata Kabid Humas Polda Kalbar AKBP Donny Charles, Selasa (25/6).
Donny menjelaskan polisi saat ini sedang melengkapi berkas perkara dengan meminta keterangan ahli dan saksi-saksi. Sementara 8 calon mempelai pria sudah diserahkan ke Imigrasi.
"Fokus kami memeriksa saksi ahli, meminta pendampingan ahli bahasa untuk meminta keterangan warga Tiongkoknya dan tambahan pemeriksaan saksi-saksi yang mengetahui kejahatan ini, termasuk korban," jelas Donny.
"Untuk WNA sejumlah 8 orang sudah diperiksa semuanya, kemudian diserahkan ke imigrasi untuk diproses lebih lanjut," sambung dia.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo sebelumnya menyebut AM merupakan mak comblang. AM telah ditahan. "AM sebagai mak comblang. Yang bersangkutan dijerat pasal TPPO dan ditahan," kata Dedi, Senin (24/6) seperti dilansir detik.
Pada Rabu, 12 Juni 2019, sekitar pukul 19.30 WIB, polisi menggerebek rumah di daerah Purnama, Kota Pontianak, Kalbar.
Polisi menangkap AM dan istrinya yang berinisial VV, satu pria China yang berperan sebagai wali nikah, satu perempuan Indonesia calon mempelai dan 7 pria China calon mempelai. Mereka diduga terlibat praktik 'pengantin pesanan'.
Sejauh ini, polisi baru menetapkan AM sebagai tersangka. Sementara VV tidak berstatus tersangka karena polisi belum cukup mengantongi bukti keterkaitan dirinya dalam bisnis TPPO yang dilakoni suaminya.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) sebelumnya menggelar konferensi pers terkait adanya praktik TPPO 29 perempuan WNI yang dijadikan pengantin pesanan di China. Data tersebut diperoleh berdasarkan pengaduan korban sepanjang 2016-2019.
"Sebanyak 13 perempuan asal Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, dan 16 orang perempuan asal Jawa Barat," ujar Sekjen SBMI Bobi Anwar Maarif di Kantor LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (23/6).
Bobi menduga pengantin pesanan merupakan modus dari Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Sebab, ada proses yang mengarah ke perdagangan yang terencana. Bobi menyebut korban dijanjikan akan menikah dengan orang kaya asal China dan iming-iming dijamin seluruh kebutuhan hidup korban dan keluarganya. Namun, sesampai di China, korban malah dipekerjakan dengan durasi waktu yang lama. *
1
Komentar