Banyak WNA Rusia jadi Guide Illegal di Bali
HPI Inginkan Pemerintah Bali Satukan Langkah
DENPASAR, NusaBali
Pariwisata Bali yang kian berkembang pesat tanpa disadari dimanfaatkan bagi oknum-oknum nakal. Salah satunya keberadaan guide ilegal baik WNA dan WNI yang berdampak buruk pada nasib guide yang telah memiliki lisensi. Pasalnya, belum ada penegakan hukum yang tegas, kontinyu, dan konsisten, sehingga merugikan guide yang berlisensi. Inilah yang coba diketengahkan oleh DPD Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Provinsi Bali dalam Focus Group Disscussion (FGD) di Hotel Vasini, Tohpati, Denpasar, Senin (1/7). Mereka mengundang Dinas Pariwisata, Imigrasi, Satpol PP, Dinas Tenaga Kerja, dan Pengadilan Tinggi Bali.
“Saya melihat akhir-akhir ini, masalah yang kita alami di lapangan, terutama di segmen pasar Rusia banyak sekali. Banyak warga negara asing (warga Rusia) melakukan kegiatan itu (guide ilegal, red). Walaupun di segmen pasar lain ada, namun jumlahnya masih sedikit,” ujar Ketua DPD HPI Provinsi Bali, I Nyoman Nuarta.
Dilihat dari sisi jumlah, kata dia, ada sekitar 15 orang guide ilegal di lapangan dan sering berpindah-pindah lokasi. Menurut Nuarta, jika ditelisik, ada dua sebab mengapa guide ilegal khususnya segmen pasar Rusia menjamur belakangan ini. Pertama, WNA tersebut memang dari awal sudah ingin sekali guide.
“Mereka (guide ilegal Rusia) dulu kan pernah dideportasi dari Thailand, kemudian ke Bali, mereka memang ingin sekali menjadi guide. Orang-orang ini bukan datang dari travel agent. Mereka benar-benar datang secara personal, dan melakukan kegiatan kepemanduan. Kalau dulu kan ada yang datang dari agent. Dia mengaku tour leader, atau mengaku bagian dari perwakilan BPW (Biro Perjalan Wisata). Tapi sekarang polanya sudah berubah. Mereka melakukan kegiatan secara mandiri, dan sering berpindah-pindah. Kadang-kadang di Denpasar, besoknya dia di Karangasem, kemudian di Singaraja,” bebernya.
Kedua, Nuarta tidak menampik kalau saat ini kekurangan pemandu wisata yang bisa berbahasa Rusia. Akan tetapi, hal tersebut sebenarnya bisa ditutupi karena telah memiliki pola dengan pramuwisata berbahasa Inggris. “Dari dulu polanya seperti itu. Artinya tidak ada alasan atau pembenar kalau orang asing mengatakan karena kekurangan pramuwisata berbahasa Rusia. Kami sudah punya manajemen untuk mengantisipasi terjadinya persoalan itu,” imbuhnya.
Pertumbuhan segmen pasar Eropa sendiri, kata dia, mengalami persentase kenaikan 4 – 5 persen. Polanya per season, tidak reguler. Khusus Rusia, mengalami penurunan lantaran charter flight ke Bali agak sedikit. Jika hitung secara personal, wisatawan Rusia mencapai 15 ribu setiap tahunnya. “Namun kita memang sedang mengalami kendala dengan segmen bahasa Eropa. Tidak hanya Rusia, namun juga bahasa Jerman, Italia, Spanyol, dan Perancis. Di segmen pasar Rusia kurang lebih ada 125 guide, di Perancis ada 100-an guide. Segmen Eropa rata-rata 100-an. Kalau yang lainnya ada ribuan guide Inggris, Mandarin 1.500 guide,” jelasnya.
“Karena itu kita juga sudah berdiskusi dengan pemerintah agar mensubsidi satu orang belajar bahasa Eropa secara gratis, dan mendorong belajar bahasa Mandarin juga secara gratis. Karena Mandarin ini juga mengalami kendala, yang dari sisi etika ada yang tidak memiliki lisensi,” katanya.
Keberadaan guide ilegal membawa dampak buruk tidak saja bagi pemandu lokal. Guide ilegal juga membawa dampak terhadap citra Bali. Mereka akan ‘menjual’ Bali dengan sangat murah. Guide ilegal pun akan memberikan penjelasan tentang Bali seenaknya. Selain itu, guide ilegal tidak ada membayar pajak yang dikontribusikan kepada negara. Tentu saja yang paling berdampak adalah guide yang sudah berlisensi bisa kehilangan pekerjaan.
Nuarta menambahkan, dari semua permasalahan tersebut, di hilir sangat perlu penegakan hukum yang efektif dan konsisten. Kalau penegakan hukum saja tidak dilakukan dengan kontinyu dan konsisten, pihaknya yakin pariwisata Bali akan ‘babak belur’ ke depan. Penegakan hukum yang lemah, membuat oknum guide ilegal menjadi tidak merasakan efek jera. Oknum tersebut akan berulang kali melakukan hal serupa. Selain itu, ketika putusan yang dijatuhkan juga tidak maksimal, itu juga menjadi persoalan.
“Kami ingin mendorong seperti keberanian putusan PN di Gianyar yang menetapkan denda Rp 25 juta bagi guide ilegal. Itupun perlu konsistensi dan putusan yang maksimal. Penegak hukum kalau tidak melibatkan stakeholder yang mengetahui permasalahan, saya yakin efektivitas hukum tidak akan bisa berjalan dengan baik,” tegasnya. *ind
“Saya melihat akhir-akhir ini, masalah yang kita alami di lapangan, terutama di segmen pasar Rusia banyak sekali. Banyak warga negara asing (warga Rusia) melakukan kegiatan itu (guide ilegal, red). Walaupun di segmen pasar lain ada, namun jumlahnya masih sedikit,” ujar Ketua DPD HPI Provinsi Bali, I Nyoman Nuarta.
Dilihat dari sisi jumlah, kata dia, ada sekitar 15 orang guide ilegal di lapangan dan sering berpindah-pindah lokasi. Menurut Nuarta, jika ditelisik, ada dua sebab mengapa guide ilegal khususnya segmen pasar Rusia menjamur belakangan ini. Pertama, WNA tersebut memang dari awal sudah ingin sekali guide.
“Mereka (guide ilegal Rusia) dulu kan pernah dideportasi dari Thailand, kemudian ke Bali, mereka memang ingin sekali menjadi guide. Orang-orang ini bukan datang dari travel agent. Mereka benar-benar datang secara personal, dan melakukan kegiatan kepemanduan. Kalau dulu kan ada yang datang dari agent. Dia mengaku tour leader, atau mengaku bagian dari perwakilan BPW (Biro Perjalan Wisata). Tapi sekarang polanya sudah berubah. Mereka melakukan kegiatan secara mandiri, dan sering berpindah-pindah. Kadang-kadang di Denpasar, besoknya dia di Karangasem, kemudian di Singaraja,” bebernya.
Kedua, Nuarta tidak menampik kalau saat ini kekurangan pemandu wisata yang bisa berbahasa Rusia. Akan tetapi, hal tersebut sebenarnya bisa ditutupi karena telah memiliki pola dengan pramuwisata berbahasa Inggris. “Dari dulu polanya seperti itu. Artinya tidak ada alasan atau pembenar kalau orang asing mengatakan karena kekurangan pramuwisata berbahasa Rusia. Kami sudah punya manajemen untuk mengantisipasi terjadinya persoalan itu,” imbuhnya.
Pertumbuhan segmen pasar Eropa sendiri, kata dia, mengalami persentase kenaikan 4 – 5 persen. Polanya per season, tidak reguler. Khusus Rusia, mengalami penurunan lantaran charter flight ke Bali agak sedikit. Jika hitung secara personal, wisatawan Rusia mencapai 15 ribu setiap tahunnya. “Namun kita memang sedang mengalami kendala dengan segmen bahasa Eropa. Tidak hanya Rusia, namun juga bahasa Jerman, Italia, Spanyol, dan Perancis. Di segmen pasar Rusia kurang lebih ada 125 guide, di Perancis ada 100-an guide. Segmen Eropa rata-rata 100-an. Kalau yang lainnya ada ribuan guide Inggris, Mandarin 1.500 guide,” jelasnya.
“Karena itu kita juga sudah berdiskusi dengan pemerintah agar mensubsidi satu orang belajar bahasa Eropa secara gratis, dan mendorong belajar bahasa Mandarin juga secara gratis. Karena Mandarin ini juga mengalami kendala, yang dari sisi etika ada yang tidak memiliki lisensi,” katanya.
Keberadaan guide ilegal membawa dampak buruk tidak saja bagi pemandu lokal. Guide ilegal juga membawa dampak terhadap citra Bali. Mereka akan ‘menjual’ Bali dengan sangat murah. Guide ilegal pun akan memberikan penjelasan tentang Bali seenaknya. Selain itu, guide ilegal tidak ada membayar pajak yang dikontribusikan kepada negara. Tentu saja yang paling berdampak adalah guide yang sudah berlisensi bisa kehilangan pekerjaan.
Nuarta menambahkan, dari semua permasalahan tersebut, di hilir sangat perlu penegakan hukum yang efektif dan konsisten. Kalau penegakan hukum saja tidak dilakukan dengan kontinyu dan konsisten, pihaknya yakin pariwisata Bali akan ‘babak belur’ ke depan. Penegakan hukum yang lemah, membuat oknum guide ilegal menjadi tidak merasakan efek jera. Oknum tersebut akan berulang kali melakukan hal serupa. Selain itu, ketika putusan yang dijatuhkan juga tidak maksimal, itu juga menjadi persoalan.
“Kami ingin mendorong seperti keberanian putusan PN di Gianyar yang menetapkan denda Rp 25 juta bagi guide ilegal. Itupun perlu konsistensi dan putusan yang maksimal. Penegak hukum kalau tidak melibatkan stakeholder yang mengetahui permasalahan, saya yakin efektivitas hukum tidak akan bisa berjalan dengan baik,” tegasnya. *ind
Komentar