Bocah 7 Tahun Tak Bisa Tidur Terlentang
Punya Bobot 97 Kg
KARAWANG, NusaBali
Satia Putra, bocah laki-laki berumur 7 tahun mengalami obesitas ekstrem. Berat badannya pernah mencapai 100 kilogram. Nafsu makannya pun besar. Sehari bisa 8 hingga 9 piring nasi dan lauk pauk, belum termasuk cemilan.
"Kesukaannya ikan laut dan telur. Itu wajib ada setiap makan, kalau tak ada, dia marah," kata Sarli (50) ayah kandung Satia di rumahnya, Kampung Cilempung, Desa Pasirjaya, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang, Senin (1/7) seperti dilansir detik.
Jam makan Satia pun tergolong janggal. Bila anak seusianya masih terlelap saat tengah malam, Satia biasanya bangun, lalu minta makan. "Setiap jam 12 malam dia sering minta makan. Kalau enggak dikasih marah-marah," ucap Sarli.
Profesi Sarli dan istrinya sebagai pedagang makanan membuat Satia tak pernah kesulitan mendapat makanan. Setiap hari, ia lebih sering tinggal di warung orang tua mereka di pinggiran Pantai Tanjungbaru. Ia pun jarang bergerak. Kini beratnya sekitar 97 kg.
"Satia jarang main. Tiap hari hanya duduk, nonton televisi di warung," katanya.
Satu-satunya kesempatan Satia menggerakkan badan adalah ketika keluarga Sarli pulang ke rumah mereka di perkampungan. "Kalau di rumah dia baru main dengan teman-temannya," tutur Sarli.
Nafsu makan Satia, anak laki-lakinya itu naik drastis semenjak disunat empat tahun lalu. Pelan-pelan berat badan bocah berumur 7 tahun itu naik. Sempat mencapai hampir 100 kilogram, dan saat ini tubuh Satia berbobot 97 kilogram. "Awalnya (tubuh) anak saya biasa saja. Tapi setelah disunat saat berumur tiga tahun, nafsu makannya tambah besar," kata Sarli.
Akibat obesitas yang yang dideritanya, Satia tidak bisa tidur terlentang. Ia tidur dengan cara duduk, kemudian punggungnya diganjal dengan bantal. "Dia sering merengek nggak bisa tidur," ungkap Sarli seperti dilansir kompas.
Sarli dan istri mengaku kerap bingung melihat keadaan anak bungsunya itu. Di satu sisi, ia mengaku tak bisa berbuat banyak. Warung miliknya hanya ramai saat akhir pekan dan hari libur nasional. "Saya sedih lihatnya, kasihan," katanya.
Berangkat dari hal itu, Sarli berharap pemerintah membantu putranya agar seperti anak-anak di usianya. Sebab, hingga kini petugas kesehatan datang hanya sebatas mengecek. Janji untuk berobat ke kota tak kunjung terealisasi. "Sekitar tiga kali datang, tapi belum juga ada solusi," katanya. *
"Kesukaannya ikan laut dan telur. Itu wajib ada setiap makan, kalau tak ada, dia marah," kata Sarli (50) ayah kandung Satia di rumahnya, Kampung Cilempung, Desa Pasirjaya, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang, Senin (1/7) seperti dilansir detik.
Jam makan Satia pun tergolong janggal. Bila anak seusianya masih terlelap saat tengah malam, Satia biasanya bangun, lalu minta makan. "Setiap jam 12 malam dia sering minta makan. Kalau enggak dikasih marah-marah," ucap Sarli.
Profesi Sarli dan istrinya sebagai pedagang makanan membuat Satia tak pernah kesulitan mendapat makanan. Setiap hari, ia lebih sering tinggal di warung orang tua mereka di pinggiran Pantai Tanjungbaru. Ia pun jarang bergerak. Kini beratnya sekitar 97 kg.
"Satia jarang main. Tiap hari hanya duduk, nonton televisi di warung," katanya.
Satu-satunya kesempatan Satia menggerakkan badan adalah ketika keluarga Sarli pulang ke rumah mereka di perkampungan. "Kalau di rumah dia baru main dengan teman-temannya," tutur Sarli.
Nafsu makan Satia, anak laki-lakinya itu naik drastis semenjak disunat empat tahun lalu. Pelan-pelan berat badan bocah berumur 7 tahun itu naik. Sempat mencapai hampir 100 kilogram, dan saat ini tubuh Satia berbobot 97 kilogram. "Awalnya (tubuh) anak saya biasa saja. Tapi setelah disunat saat berumur tiga tahun, nafsu makannya tambah besar," kata Sarli.
Akibat obesitas yang yang dideritanya, Satia tidak bisa tidur terlentang. Ia tidur dengan cara duduk, kemudian punggungnya diganjal dengan bantal. "Dia sering merengek nggak bisa tidur," ungkap Sarli seperti dilansir kompas.
Sarli dan istri mengaku kerap bingung melihat keadaan anak bungsunya itu. Di satu sisi, ia mengaku tak bisa berbuat banyak. Warung miliknya hanya ramai saat akhir pekan dan hari libur nasional. "Saya sedih lihatnya, kasihan," katanya.
Berangkat dari hal itu, Sarli berharap pemerintah membantu putranya agar seperti anak-anak di usianya. Sebab, hingga kini petugas kesehatan datang hanya sebatas mengecek. Janji untuk berobat ke kota tak kunjung terealisasi. "Sekitar tiga kali datang, tapi belum juga ada solusi," katanya. *
Komentar