Pemprov Akan Legalisasi Arak
Legalisasi arak Bali bukan semata-mata untuk kepentingan ekonomi, tujuan utamanya untuk menonjolkan produk budaya tradisional ‘heritage’ fermentasi khas Bali.
Disiapkan JPS Agar Tak Disalahgunakan
DENPASAR, Nusa Bali
Agar tidak disalahgunakan, Pemerintah Provinsi Bali akan menyiapkan jaring pengaman sosial (JPS), terkait rencana melegalisasi industri arak, sebagai salah satu upaya menghasilkan produk budaya hasil fermentasi khas Pulau Dewata.
"Bali itu sebagai daerah pariwisata, tentu harus ada produk budaya daerah yang memang diwariskan secara turun-temurun sebagai 'heritage' lokal Bali yang diperkenalkan ke mancanegara melalui pariwisata dunia, dan itu diantaranya dengan arak Bali," kata Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Provinsi Bali I Putu Astawa, di Denpasar, Selasa (2/7).
Dari proses pembuatannya, kata Astawa, arak Bali sesungguhnya produk budaya mulai dari mencari nira dari pohon kelapa, enau, dan siwalan. Lalu diproses oleh para perajin yang sentranya di lima kecamatan di Kabupaten Karangasem, diantaranya di Kecamatan Sidemen dan Bebandem.
"Di Karangasem, produksi arak Bali melibatkan sekitar 910 kepala keluarga dengan mempekerjakan 1.800-an orang. Selain itu, 90 persen UMKM di Karangasem menjadi perajin arak," ucap Astawa.
Astawa menegaskan terkait rencana legalisasi arak Bali bukan semata-mata untuk kepentingan ekonomi, tujuan utamanya untuk menonjolkan produk budaya tradisional "heritage" fermentasi khas Bali. Tentunya harus diperbaiki dari sisi kemasan atau kualitas tampilan sehingga sebanding dengan produk-produk minuman beralkohol dari luar negeri.
“Kalau dari sisi mutu sesungguhnya arak Bali sudah bagus sekali, tinggal dicarikan segmen mungkin yang ingin kadar alkoholnya lebih rendah atau lebih tinggi," kata mantan Kepala Bappeda Litbang Provinsi Bali itu.
Selain menonjolkan sisi budaya, kata Astawa, Gubernur Bali Wayan Koster berkeinginan melegalisasi arak karena Karangasem juga menjadi fokus perhatian Pemerintah Provinsi Bali dengan tingkat kemiskinan lebih dari enam persen, yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata angka kemiskinan Bali sekitar 4,01 persen.
"Demikian juga dari sisi ketimpangan pembangunan, Karangasem agak terbelakang sedikit, sehingga menjadi fokus Pemprov Bali juga karena 90 persen UMKM di Karangasem menjadi perajin arak yang harus diperhatikan kesejahteraannya. Itu sebenarnya hal-hal yang mendasari Bapak Gubernur melegalkan arak," ujar Astawa.
Terkait jaring pengaman social (JPS), kata Astawa, agar penjualan arak Bali nanti tidak disalahgunakan. Para perajin akan dilembagakan dalam bentuk koperasi ataupun asosiasi. Setelah kelembagaan dibentuk, pembinaan produksinya dari sisi kualitas dan kemasannya agar bagus, akan dilakukan Dinas Perdagangan dan Perindustrian.
"Setelah produk jadi, pasarnya ditangani Perusda Bali. Jadi alur perjalanannya dari produksi sampai distribusi arak akan ketahuan, sehingga tidak sampai disalahgunakan konsumsinya," kata Astawa.
Pemprov Bali hingga saat ini menunggu proses revisi Peraturan Presiden yang di dalamnya mengatur produksi minuman beralkohol tradisional yang sebelumnya kategori "negatif list" menjadi “positif list".
"Tak hanya Bali yang mengajukan pencabutan dari negatif list tersebut, ada Sulawesi Utara, Kupang dan Maluku yang juga ingin mengangkat minuman tradisionalnya," ucap Astawa.
Di tengah kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali yang rata-rata enam juta dalam setahun, kata Astawa, menjadi salah satu peluang pasar produksi arak Bali. Sebab para wisman memang terbiasa meminum minuman beralkohol, selain dicampur dengan coctail. *ant
1
Komentar