Perajin Keris asal Banjar Pande Meninggal
Perajin keris asal Banjar Pande, Kelurahan Cempaga, Bangli, I Wayan Tika, 81, meninggal dunia, Jumat (5/7).
BANGLI, NusaBali
Karya almarhum sering dibawa ke istana negara dan menjadi cindera mata untuk tamu kenegaraan. Sang seniman meninggal akibat sakit jantung dan paru-paru. Buat sementara jenazah almarhum dititip di RSUD Bangli, penguburan direncanakan seusai piodalan di Pura Dalem Selaungan.
Pihak keluarga, I Wayan Sudiana mengatakan almarhum sejak lama didiagnosa sakit jantung, belakangan merembet ke paru-paru. Beberapa minggu terakhir kondisinya menurun dan dibawa berobat ke Rumah Sakit Bali Mandara. “Hampir sepekan menjalani rawat inap di Bali Mandara. Masuk Jumat lalu dan akhirnya meninggal Jumat (5/7),” ungkap Sudiana di rumah duka, Minggu (7/7).
Sudiana didampingi menantu almarhum. Dian Ratna Sari, mengungkapkan Wayan Tika merupakan pionir perajin keris di Bangli. Keahlian membuat sarung dan danganan (gagang keris) didapat secara otodidak. Menurutnya, keris tidak dibuat sendiri tetapi didatangkan dari Jawa dan Lombok. “Almarhum membuat sarung dan gagang keris saja,” ujarnya. Sarung keris dibuat dengan ornamen ukiran sedangkan gagang keris biasanya berbentuk patung lengkap dengan pernak pernik permata.
Biasanya sarung dan gagang keris bertahtakan emas. “Pelapis sarung dan gagang keris tergantung pesanan. Ada yang meminta dari emas atau perak,” ungkap Sudiana. Keunikan dan keindahan karya seninya membuat almarhum sering diundang mengikuti pameran. Dari mengikuti pameran itulah karya seni almarhum diketahui oleh pihak istana kepresidenan. Karya seni almarhum dijadikan cinderamata bagi tamu negara. “Pada jaman Presiden Soeharto, karya seni almarhum dijadikan cinderamata bagi tamu- tamu negara. Kalau ada tamu, almarhum pasti ditelepon,” kenangnya.
Karena jasanya dalam bidang seni, almarhum menerima sejumlah pengharggan. “Ada penghargaan dari Gubernur Bali Ida Bagus Mantra,” ujarnya. Dikatakan, pada masanya almarhum kewalahan mengerjakan pesenan sendiri dan mulai mengajak tenaga dari seputaran Bangli sebanyak 10 orang. “Setelah itu mulai berkembang di sini (Banjar Pande) usaha serupa,” sebutnya. Namun sayang dari keturunan Wayan Tika tidak ada yang meneruskan usaha tersebut.
Almahum Wayan Tika menikah dengan Ni Wayan Beles dan dikarunia empat anak yakni I Wayan Wirata (almarhum), Ni Made Wirati, Ni Nyoman Wiratni, dan Ni Ketut Widiastuti. “Sampai saat ini belum ada yang mengikuti jejak almahum sebagi perajin keris,” jelasnya. Terkait upacara penguburan, masih menunggu berakhirnya piodalan di Pura Dalem Selaungan. Buat sementara jenazah masih dititip di RSUD Bangli. “Kami masih menunggu petunjuk dari prajuru adat,” ungkap Wayan Sudiana. *esa
Pihak keluarga, I Wayan Sudiana mengatakan almarhum sejak lama didiagnosa sakit jantung, belakangan merembet ke paru-paru. Beberapa minggu terakhir kondisinya menurun dan dibawa berobat ke Rumah Sakit Bali Mandara. “Hampir sepekan menjalani rawat inap di Bali Mandara. Masuk Jumat lalu dan akhirnya meninggal Jumat (5/7),” ungkap Sudiana di rumah duka, Minggu (7/7).
Sudiana didampingi menantu almarhum. Dian Ratna Sari, mengungkapkan Wayan Tika merupakan pionir perajin keris di Bangli. Keahlian membuat sarung dan danganan (gagang keris) didapat secara otodidak. Menurutnya, keris tidak dibuat sendiri tetapi didatangkan dari Jawa dan Lombok. “Almarhum membuat sarung dan gagang keris saja,” ujarnya. Sarung keris dibuat dengan ornamen ukiran sedangkan gagang keris biasanya berbentuk patung lengkap dengan pernak pernik permata.
Biasanya sarung dan gagang keris bertahtakan emas. “Pelapis sarung dan gagang keris tergantung pesanan. Ada yang meminta dari emas atau perak,” ungkap Sudiana. Keunikan dan keindahan karya seninya membuat almarhum sering diundang mengikuti pameran. Dari mengikuti pameran itulah karya seni almarhum diketahui oleh pihak istana kepresidenan. Karya seni almarhum dijadikan cinderamata bagi tamu negara. “Pada jaman Presiden Soeharto, karya seni almarhum dijadikan cinderamata bagi tamu- tamu negara. Kalau ada tamu, almarhum pasti ditelepon,” kenangnya.
Karena jasanya dalam bidang seni, almarhum menerima sejumlah pengharggan. “Ada penghargaan dari Gubernur Bali Ida Bagus Mantra,” ujarnya. Dikatakan, pada masanya almarhum kewalahan mengerjakan pesenan sendiri dan mulai mengajak tenaga dari seputaran Bangli sebanyak 10 orang. “Setelah itu mulai berkembang di sini (Banjar Pande) usaha serupa,” sebutnya. Namun sayang dari keturunan Wayan Tika tidak ada yang meneruskan usaha tersebut.
Almahum Wayan Tika menikah dengan Ni Wayan Beles dan dikarunia empat anak yakni I Wayan Wirata (almarhum), Ni Made Wirati, Ni Nyoman Wiratni, dan Ni Ketut Widiastuti. “Sampai saat ini belum ada yang mengikuti jejak almahum sebagi perajin keris,” jelasnya. Terkait upacara penguburan, masih menunggu berakhirnya piodalan di Pura Dalem Selaungan. Buat sementara jenazah masih dititip di RSUD Bangli. “Kami masih menunggu petunjuk dari prajuru adat,” ungkap Wayan Sudiana. *esa
Komentar