Belasan Hektare Padi di Manistutu Terncanam Gagal Panen
Musim kemarau selama dua bulan belakangan ini, membuat 15 hekatare tanaman padi di Subak Manistutu Barat, Desa Manistutu, Kecamatan Melaya, Jembrana, terancam gagal panen.
NEGARA, NusaBali
Ancaman tersebut menyusul kekeringan yang terjadi di areal subak setempat. Sumur bor di subak itu juga belum dapat menjangkau belasan hektare tanaman padi tersebut.
Kondisi itu terungkap saat Dandim 1617/Jembrana, Letkol Kav Djefri Marsono Hanok, bersama Kadis Pertanian dan Pangan Jembrana I Wayan Sutama memantau terkait informasi kekeringan di subak tersebut, Jumat (12/7). Sebenarnya, ada 60 haktare tanaman padi di subak setempat. Dari 60 hekatare itu 30 hektare di antaranya merupakan padi yang baru memasuki usia tanam sekitar 2 bulan, dan tergolong rentan gagal panen jika kekurangan air.
Namun dari 30 hektare padi yang rentan mengalami gagal panen, itu 15 hektare di antaranya masih bisa terselamatkan dengan keberadaan sumur bor di subak setempat. Sedangkan 15 haktare lainnya, sama sekali tidak dapat mendapat air, sehingga benar-benar terancam gagal panen. “Waktu awal turun tanam, sebenarnya masih ada air. Tetapi dua bulan belakangan ini, ya samasekali tidak ada air. Kami tidak menduga sampai kekeringan begini, karena paling tidak ada hujan barang satu atau dua hari. Nyatanya, samasekali tidak ada hujan,” ujar Sekretaris Subak Manistutu Barat, I Wayan Sutama, Jumat kemarin.
Dandim Jembrana Letkol Kav Djefri Marsono Hanok mengatakan pemantauan kekeringan dengan mengajak pihak Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana di Subak Manistutu Barat ini merupakan bagian peran TNI dalam program ketahanan pangan. Di mana, terkait persoalan kekeringan ini, juga menjadi salah satu atensi yang diusulkan mendapat bantuan tambahan sumur bor dari Kementerian Pertanian. “Untuk hal ini, ya berusaha usulan bantuan sumur bor. Kebetulan tahun ini, total kami usulkan 12 unit sumur bor, dan mudah-mudahan segera terwujud, dan nanti akan dibawa ke subak ini,” ujarnya.
Kadis Pertanian dan Pangan Jembrana I Wayan Sutama, mengatakan sesuai data per 10 Juni lalu, diketahui ada sekitar 6.200 hekatare dari total 6.725 hektare lahan sawah se-Jembrana yang diketahui masih berisi tanaman padi. Dari total 6.200 hektare itu, 147 hektare di antaranya mengalami kekeringan. Namun di antara ratusan hekatare itu dipastikan tidak semua terancam gagal panen. Pasalnya, selain masih ada pasokan air dari sejumlah embung, bendung maupun bendungan, beberapa di antaranya juga masih bisa teratasi dengan ketersedian sumur bor. “Yang rentan gagal panen, yang baru ditanam, dan samasekali tidak bisa mendapat air. Tetapi kalau sudah yang sudah besar, tetap bisa panen,” ujarnya.
Selain terus berusaha menambah sumur bor, kata Sutama, dalam mengantisipasi gagal panen akibat musim kemarau, juga bisa dipengaruhi varietas padi yang ditanam. Sebenarnya ketika memasuki masa tanam gadu atau masa tanam musim kemaru, lebih baik memilih varietas padi gogo yang memang lebih tahan kering. “Jadi solusi ke depan, selain harus memperhitungan masa tanam, juga penting varietasnya. Harus dipilih varietas padi unggul tahan kering untuk musim kemarau. Tentunya, ini tetap akan menjadi perhatian kami di dinas,” pungkasnya. *ode
Kondisi itu terungkap saat Dandim 1617/Jembrana, Letkol Kav Djefri Marsono Hanok, bersama Kadis Pertanian dan Pangan Jembrana I Wayan Sutama memantau terkait informasi kekeringan di subak tersebut, Jumat (12/7). Sebenarnya, ada 60 haktare tanaman padi di subak setempat. Dari 60 hekatare itu 30 hektare di antaranya merupakan padi yang baru memasuki usia tanam sekitar 2 bulan, dan tergolong rentan gagal panen jika kekurangan air.
Namun dari 30 hektare padi yang rentan mengalami gagal panen, itu 15 hektare di antaranya masih bisa terselamatkan dengan keberadaan sumur bor di subak setempat. Sedangkan 15 haktare lainnya, sama sekali tidak dapat mendapat air, sehingga benar-benar terancam gagal panen. “Waktu awal turun tanam, sebenarnya masih ada air. Tetapi dua bulan belakangan ini, ya samasekali tidak ada air. Kami tidak menduga sampai kekeringan begini, karena paling tidak ada hujan barang satu atau dua hari. Nyatanya, samasekali tidak ada hujan,” ujar Sekretaris Subak Manistutu Barat, I Wayan Sutama, Jumat kemarin.
Dandim Jembrana Letkol Kav Djefri Marsono Hanok mengatakan pemantauan kekeringan dengan mengajak pihak Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana di Subak Manistutu Barat ini merupakan bagian peran TNI dalam program ketahanan pangan. Di mana, terkait persoalan kekeringan ini, juga menjadi salah satu atensi yang diusulkan mendapat bantuan tambahan sumur bor dari Kementerian Pertanian. “Untuk hal ini, ya berusaha usulan bantuan sumur bor. Kebetulan tahun ini, total kami usulkan 12 unit sumur bor, dan mudah-mudahan segera terwujud, dan nanti akan dibawa ke subak ini,” ujarnya.
Kadis Pertanian dan Pangan Jembrana I Wayan Sutama, mengatakan sesuai data per 10 Juni lalu, diketahui ada sekitar 6.200 hekatare dari total 6.725 hektare lahan sawah se-Jembrana yang diketahui masih berisi tanaman padi. Dari total 6.200 hektare itu, 147 hektare di antaranya mengalami kekeringan. Namun di antara ratusan hekatare itu dipastikan tidak semua terancam gagal panen. Pasalnya, selain masih ada pasokan air dari sejumlah embung, bendung maupun bendungan, beberapa di antaranya juga masih bisa teratasi dengan ketersedian sumur bor. “Yang rentan gagal panen, yang baru ditanam, dan samasekali tidak bisa mendapat air. Tetapi kalau sudah yang sudah besar, tetap bisa panen,” ujarnya.
Selain terus berusaha menambah sumur bor, kata Sutama, dalam mengantisipasi gagal panen akibat musim kemarau, juga bisa dipengaruhi varietas padi yang ditanam. Sebenarnya ketika memasuki masa tanam gadu atau masa tanam musim kemaru, lebih baik memilih varietas padi gogo yang memang lebih tahan kering. “Jadi solusi ke depan, selain harus memperhitungan masa tanam, juga penting varietasnya. Harus dipilih varietas padi unggul tahan kering untuk musim kemarau. Tentunya, ini tetap akan menjadi perhatian kami di dinas,” pungkasnya. *ode
Komentar