Spekulasi Panas di Balik Pertemuan Mega-Prabowo
“Bukan mustahil 2024 akan lahir koalisi PDIP dan Gerindra. Entah itu Prabowo dengan Puan, Prabowo dengan Prananda, atau Prabowo dengan Budi Gunawan, semua kemungkinan bisa terjadi”
JAKARTA, NusaBali
Pertemuan tertutup Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto di kediaman Megawati, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (24/7), memanaskan isu politik setelah pilpres. Sejumlah spekulasi politik muncul di balik pertemuan itu.
Dilansir detikcom, Direktur Eksekutif CSIS Philips J Vermonte menilai pertemuan Megawati dengan Prabowo mencairkan ketegangan politik pasca-pilpres. Dalam konteks pembentukan stabilitas politik di lembaga legislatif, menurut Philips, pertemuan dua ketum partai besar di DPR ini bagian dari proses politik biasa.
"Akan tetapi, pertemuan Mega-Prabowo juga puncak gunung es politik kita yang masih didominasi oleh aktor-aktor politik lama, sementara dalam konteks perubahan generasi mendatang di tahun 2024 diharapkan akan ada aktor-aktor politik baru dari generasi yang lebih baru. Mungkin juga, walaupun masih jauh, ini semacam indikasi awal kerja sama politik yang lebih jauh antara PDIP dan Gerindra di tahun 2024 nanti," ujar Philips menganalisis.
Sementara itu, pakar politik Media Survei Nasional Rico Marbun menyoroti pertemuan antara Mega dan Prabowo, yang tidak dihadiri Jokowi dan parpol koalisi lainnya. Parpol koalisi lainnya seperti Golkar, NasDem, PPP dan PKB malah bertemu di rumah Ketum NasDem Surya Paloh sehari sebelumnya. Rico menduga ada persoalan seputar bagi-bagi kue menteri.
"Gerindra dan Prabowo sepertinya kurang bisa diterima oleh partai anggota KIK (Koalisi Indonesia Kerja) lainnya karena jelas kemungkinan masuknya Gerindra bisa saja mengurangi jatah menteri parpol pendukung Jokowi di kabinet," kata Rico.
Tak hanya mengganggu di kabinet, potensi masuknya Gerindra ke koalisi juga bisa mengganggu perebutan kursi Ketua MPR. "Bila Jokowi kesulitan memberi posisi kabinet ke Gerindra, bisa saja PDIP menginisiasi kompensasi politik bukan di eksekutif melainkan di legislatif. Bisa saja Gerindra ditawarkan menjadi Ketua MPR dengan bantuan PDIP," katanya.
Pakar politik yang juga Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari melihat pertemuan Mega dan Prabowo lebih pada pertemuan kekeluargaan. Prabowo dinilai punya hubungan historis yang dekat dengan Megawati. "Hubungan Bu Mega dan Pak Prabowo itu spesial karena Pak Prabowo pulang ke Tanah Air dulu pertama kali yang mengajak Pak Taufiq Kiemas. Jadi bisa dibilang yang memulangkan Prabowo ke Indonesia ya keluarga Teuku Umar. Secara politik mereka juga dekat pernah berpasangan di Pilpres 2009 lalu," kata Qodari.
Qodari memandang pertemuan kedua keluarga besar nasionalis ini bisa jadi membicarakan kemungkinan bersama di pemerintahan Jokowi. Bukan mustahil, keduanya juga membicarakan kerja sama jangka panjang. "Sebetulnya pertemuan Jokowi dengan Prabowo itu yang bisa mempertemukan Bu Mega. Bukan mustahil 2024 akan lahir koalisi PDIP dan Gerindra. Entah itu Prabowo dengan Puan, Prabowo dengan Prananda, atau Prabowo dengan Budi Gunawan, semua kemungkinan bisa terjadi," katanya.
"Di luar itu semua, yang terpenting Bu Mega dan Pak Jokowi sedang menarik Pak Prabowo ke rumah besar nasionalisme karena dalam pilpres ditarik-tarik ke kelompok kanan," kata Qodari. *
Dilansir detikcom, Direktur Eksekutif CSIS Philips J Vermonte menilai pertemuan Megawati dengan Prabowo mencairkan ketegangan politik pasca-pilpres. Dalam konteks pembentukan stabilitas politik di lembaga legislatif, menurut Philips, pertemuan dua ketum partai besar di DPR ini bagian dari proses politik biasa.
"Akan tetapi, pertemuan Mega-Prabowo juga puncak gunung es politik kita yang masih didominasi oleh aktor-aktor politik lama, sementara dalam konteks perubahan generasi mendatang di tahun 2024 diharapkan akan ada aktor-aktor politik baru dari generasi yang lebih baru. Mungkin juga, walaupun masih jauh, ini semacam indikasi awal kerja sama politik yang lebih jauh antara PDIP dan Gerindra di tahun 2024 nanti," ujar Philips menganalisis.
Sementara itu, pakar politik Media Survei Nasional Rico Marbun menyoroti pertemuan antara Mega dan Prabowo, yang tidak dihadiri Jokowi dan parpol koalisi lainnya. Parpol koalisi lainnya seperti Golkar, NasDem, PPP dan PKB malah bertemu di rumah Ketum NasDem Surya Paloh sehari sebelumnya. Rico menduga ada persoalan seputar bagi-bagi kue menteri.
"Gerindra dan Prabowo sepertinya kurang bisa diterima oleh partai anggota KIK (Koalisi Indonesia Kerja) lainnya karena jelas kemungkinan masuknya Gerindra bisa saja mengurangi jatah menteri parpol pendukung Jokowi di kabinet," kata Rico.
Tak hanya mengganggu di kabinet, potensi masuknya Gerindra ke koalisi juga bisa mengganggu perebutan kursi Ketua MPR. "Bila Jokowi kesulitan memberi posisi kabinet ke Gerindra, bisa saja PDIP menginisiasi kompensasi politik bukan di eksekutif melainkan di legislatif. Bisa saja Gerindra ditawarkan menjadi Ketua MPR dengan bantuan PDIP," katanya.
Pakar politik yang juga Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari melihat pertemuan Mega dan Prabowo lebih pada pertemuan kekeluargaan. Prabowo dinilai punya hubungan historis yang dekat dengan Megawati. "Hubungan Bu Mega dan Pak Prabowo itu spesial karena Pak Prabowo pulang ke Tanah Air dulu pertama kali yang mengajak Pak Taufiq Kiemas. Jadi bisa dibilang yang memulangkan Prabowo ke Indonesia ya keluarga Teuku Umar. Secara politik mereka juga dekat pernah berpasangan di Pilpres 2009 lalu," kata Qodari.
Qodari memandang pertemuan kedua keluarga besar nasionalis ini bisa jadi membicarakan kemungkinan bersama di pemerintahan Jokowi. Bukan mustahil, keduanya juga membicarakan kerja sama jangka panjang. "Sebetulnya pertemuan Jokowi dengan Prabowo itu yang bisa mempertemukan Bu Mega. Bukan mustahil 2024 akan lahir koalisi PDIP dan Gerindra. Entah itu Prabowo dengan Puan, Prabowo dengan Prananda, atau Prabowo dengan Budi Gunawan, semua kemungkinan bisa terjadi," katanya.
"Di luar itu semua, yang terpenting Bu Mega dan Pak Jokowi sedang menarik Pak Prabowo ke rumah besar nasionalisme karena dalam pilpres ditarik-tarik ke kelompok kanan," kata Qodari. *
1
Komentar