13 Pelaku Bentrok Buruh asal Sumba Diamankan
Dikenakan Sanksi Adat Mapahayu Jagat
GIANYAR, NusaBali
Polres Gianyar bersama Polsek Tegallalang rilis pengungkapan kasus bentrok sesama buruh asal Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jumat (26/7). Total ada 13 pelaku yang diamankan. Enam orang pelaku ditangani Polsek Tegallalang dan 7 pelaku diamankan Polres Gianyar. Selain berurusan dengan hukum, para pelaku yang membuat kericuhan di wilayah Banjar Bangkiang Sidem, Desa Keliki, Kecamatan Tegallalang, Gianyar, Selasa (23/7) juga dikenakan sanksi adat, yakni menggelar upacara pamahayu jagat.
Kapolres Gianyar, AKBP Priyanto Priyo Hutomo didampingi Kasat Reskrim AKP Deni Septiawan dan Kapolsek Tegallalang AKP Sukadana di Mapolres Gianyar mengungkapkan, sebanyak 9 pelaku dipasangkan pasal 170 KUHP tentang penganiayaan atau pengerusakan. Terdiri dari Agustinus Mahemba, Nimbrot Djama, Martinus Mahemba, Martinus Jaha alias Martin, Oktavianus Dendo, Martinus Mone, Yohanes Langga, Andrias Jama dan Tomas Tari Wungok. Ancaman hukumannya 5 tahun. Sisanya, sebanyak 4 pelaku, yakni Martinus Ndara Ole, Susanto Rangga, Soleman Ndara dan Yohanis Mahemba dipasangkan UU Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951 karena kedapatan membawa senjata tajam saat aksi bentrok. Ancaman hukumannya 10 tahun penjara. Dijelaskan Kapolres, bentrok dipicu hanya gara-gara masalah sepele.
"Hanya misskomunikasi saja tidak ada motif lain. Dua kelompok ini sempat saling mengunjungi, hingga akhirnya terjadi bentrok di Bangkiang Sidem," jelasnya. Bentrok terjadi, Selasa (23/7) sekitar pukul 15.45 Wita. Setelah dikulkul bulus, aksi bentrok bisa diredam dan polisi langsung mengamankan para pelaku sekitar pukul 17.00 Wita. Agar tidak kembali memanas, para pelaku ditempatkan pada sel terpisah.
"Tidak dalam satu sel, kita pilah. Kasus ini kita split. Karena dua kelompok saling lapor. Jadi dua belah pihak kita sidik. Kasus ini penanganannya kita percepat sampai koordinasi dengan kejaksaan, sehingga cepat tuntas proses hukumnya dan mereka bisa kerja kembali," ujar Kapolres AKBP Priyanto.
Sangat disayangkan pula, sebagian pelaku masih ada hubungan saudara. Bahkan seluruhnya berasal dari satu kecamatan. "Mereka ada sebagian masih saudara, satu kecamatan asal Sumba. Kasus ini salah paham saja, semestinya bisa diselesaikan dengan baik-baik, tapi karena saling lapor kita proses. Sesuai fakta di lapangan," imbuhnya.
Adapun barang bukti yang diamankan pihak Kepolisian antara lain, 6 sepeda motor yang telah dirusak, 2 bilah kayu yang digunakan untuk memukul, 2 bongkar batu kapur, 4 buah sajam dan 2 buah handphone.
Ditemui terpisah, Bendesa Pakraman Sebali yang mewilayahi Banjar Bangkiangsidem membenarkan pengenaan saksi adat pada para pelaku bentrok. Lebih-lebih, bentrok tersebut sampai berdarah-darah sehingga wajib digelar upacara pembersihan secara niskala.
"Kelian Adat Banjar Bangkiangsidem sudah melapor ke kami, bahwa para pelaku bentrok wajib menggelar upacara pemahayu jagat," jelasnya. Upacara tersebut, harus segera dilakukan sehingga sehari setelah kejadian langsung digelar di TKP. *nvi
Kapolres Gianyar, AKBP Priyanto Priyo Hutomo didampingi Kasat Reskrim AKP Deni Septiawan dan Kapolsek Tegallalang AKP Sukadana di Mapolres Gianyar mengungkapkan, sebanyak 9 pelaku dipasangkan pasal 170 KUHP tentang penganiayaan atau pengerusakan. Terdiri dari Agustinus Mahemba, Nimbrot Djama, Martinus Mahemba, Martinus Jaha alias Martin, Oktavianus Dendo, Martinus Mone, Yohanes Langga, Andrias Jama dan Tomas Tari Wungok. Ancaman hukumannya 5 tahun. Sisanya, sebanyak 4 pelaku, yakni Martinus Ndara Ole, Susanto Rangga, Soleman Ndara dan Yohanis Mahemba dipasangkan UU Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951 karena kedapatan membawa senjata tajam saat aksi bentrok. Ancaman hukumannya 10 tahun penjara. Dijelaskan Kapolres, bentrok dipicu hanya gara-gara masalah sepele.
"Hanya misskomunikasi saja tidak ada motif lain. Dua kelompok ini sempat saling mengunjungi, hingga akhirnya terjadi bentrok di Bangkiang Sidem," jelasnya. Bentrok terjadi, Selasa (23/7) sekitar pukul 15.45 Wita. Setelah dikulkul bulus, aksi bentrok bisa diredam dan polisi langsung mengamankan para pelaku sekitar pukul 17.00 Wita. Agar tidak kembali memanas, para pelaku ditempatkan pada sel terpisah.
"Tidak dalam satu sel, kita pilah. Kasus ini kita split. Karena dua kelompok saling lapor. Jadi dua belah pihak kita sidik. Kasus ini penanganannya kita percepat sampai koordinasi dengan kejaksaan, sehingga cepat tuntas proses hukumnya dan mereka bisa kerja kembali," ujar Kapolres AKBP Priyanto.
Sangat disayangkan pula, sebagian pelaku masih ada hubungan saudara. Bahkan seluruhnya berasal dari satu kecamatan. "Mereka ada sebagian masih saudara, satu kecamatan asal Sumba. Kasus ini salah paham saja, semestinya bisa diselesaikan dengan baik-baik, tapi karena saling lapor kita proses. Sesuai fakta di lapangan," imbuhnya.
Adapun barang bukti yang diamankan pihak Kepolisian antara lain, 6 sepeda motor yang telah dirusak, 2 bilah kayu yang digunakan untuk memukul, 2 bongkar batu kapur, 4 buah sajam dan 2 buah handphone.
Ditemui terpisah, Bendesa Pakraman Sebali yang mewilayahi Banjar Bangkiangsidem membenarkan pengenaan saksi adat pada para pelaku bentrok. Lebih-lebih, bentrok tersebut sampai berdarah-darah sehingga wajib digelar upacara pembersihan secara niskala.
"Kelian Adat Banjar Bangkiangsidem sudah melapor ke kami, bahwa para pelaku bentrok wajib menggelar upacara pemahayu jagat," jelasnya. Upacara tersebut, harus segera dilakukan sehingga sehari setelah kejadian langsung digelar di TKP. *nvi
1
Komentar