Komisi Informasi Nilai Koordinasi KPU Bali Lemah
Pileg 2019 sudah tinggal penetapan caleg terpilih.
DENPASAR, NusaBali
Namun kinerja KPU Bali dalam koordinasi dengan stakeholder dinilai lemah dan jadi sorotan. Komisi Informasi (KI) Provinsi Bali salah satunya lembaga yang tidak dilibatkan dan menilai KPU Bali jalan sendiri, tidak pernah mengganggap lembaga lain ada.
Anggota Komisi Informasi (KI) Provinsi Bali, I Kadek Wijaya, usai mengikuti rapat evaluasi Pileg/Pilpres 2019 di Kantor KPU Bali, Jalan Tjokorda Agung Tresna, Niti Mandala Denpasar, Selasa (30/7) siang mengatakan KPU Bali terkesan tidak transparan dalam menyampaikan informasi.
“Ini menunjukan KPU tidak transparan,” ujar Wijaya. Bukan hanya itu saja, KPU Bali juga dinilai jalan sendiri, padahal keterbukaan informasi tentang tahapan dan hasil pemilu sangat penting. “Salah satunya ketika pleno rekapitulasi suara di tingkat Provinsi Bali, pada 9 Mei di Sanur, Denpasar Selatan, Komisi Informasi tidak dilibatkan. Padahal itu menyangkut informasi,” sodok Wijaya.
Kata dia, hasil rekapitulasi suara bukan informasi yang dirahasiakan. “Itu kategori informasi publik yang mana seluruh masyarakat Indonesia boleh tahu dan berhak mendapatkan informasi itu. Ada informasi-informasi yang dalam undang-undang dikecualikan. Tetapi pleno rekapitulasi suara pemilu bukan hal rahasia,” ujar Wijaya.
Kata Wijaya, yang membuat KPU Bali seperti kurang komunikatif dan koordinatif adalah lembaga Komisi Informasi tidak diundang dalam proses rekapitulasi suara hasil Pileg dan Pilpres 2019. “Itu kan pleno penetapan hasil pemilu. Kami di Komisi Informasi tidak diundang. Walaupun kami tahu ada acara itu. Ini ada apa?” ujar Wijaya yang dalam rapat evaluasi kemarin memilih kebanyakan berada di luar ruangan.
Menurut Wijaya, rakyat memiliki hak konstitusi atau payung hukum untuk mendapatkan informasi publik. Dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik. Kemudian Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 huruf f. Selain itu ada juga Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak azasi manusia. “Ini lembaga Komisi Informasi malah tidak dilibatkan ketika ada penyampaian hasil pleno rekapitulasi suara,” tegas advokat senior ini.
Atas kondisi tersebut Ketua KPU Bali, I Dewa Agung Gede Lidartawan, dikonfirmasi usai rapat evaluasi Pileg/Pilpres 2019 di Kantor KPU Bali mengatakan dalam aturan pemilu Komisi Informasi tidak sebagai lembaga yang wajib dilibatkan.
“Tidak ada regulasi yang menyebutkan Komisi Informasi harus/wajib dilibatkan. Nggak ada itu. Memang dalam penetapan hasil penghitungan suara Pileg dan Pilpres kami tidak undang. Karena itu tadi tidak wajib,” dalih Lidartawan.
Namun demikian pada penetapan caleg terpilih hasil Pileg 2019 pihak KPU Bali akan mengundang Komisi Informasi. “Nanti pada saat penetapan Caleg DPRD Bali terpilih barulah kami undang. Karena itu ada aturannya. Kalau cuma rekap suara ya nggaklah. Lagian pada saat rapat penetapan hasil Pileg kan sudah ada kami sampaikan hasilnya ke Komisi Informasi. Walaupun kami tidak undang hadir. Hasilnya semua kami sampaikan,” tegas mantan Ketua KPU Kabupaten Bangli ini. *nat
Anggota Komisi Informasi (KI) Provinsi Bali, I Kadek Wijaya, usai mengikuti rapat evaluasi Pileg/Pilpres 2019 di Kantor KPU Bali, Jalan Tjokorda Agung Tresna, Niti Mandala Denpasar, Selasa (30/7) siang mengatakan KPU Bali terkesan tidak transparan dalam menyampaikan informasi.
“Ini menunjukan KPU tidak transparan,” ujar Wijaya. Bukan hanya itu saja, KPU Bali juga dinilai jalan sendiri, padahal keterbukaan informasi tentang tahapan dan hasil pemilu sangat penting. “Salah satunya ketika pleno rekapitulasi suara di tingkat Provinsi Bali, pada 9 Mei di Sanur, Denpasar Selatan, Komisi Informasi tidak dilibatkan. Padahal itu menyangkut informasi,” sodok Wijaya.
Kata dia, hasil rekapitulasi suara bukan informasi yang dirahasiakan. “Itu kategori informasi publik yang mana seluruh masyarakat Indonesia boleh tahu dan berhak mendapatkan informasi itu. Ada informasi-informasi yang dalam undang-undang dikecualikan. Tetapi pleno rekapitulasi suara pemilu bukan hal rahasia,” ujar Wijaya.
Kata Wijaya, yang membuat KPU Bali seperti kurang komunikatif dan koordinatif adalah lembaga Komisi Informasi tidak diundang dalam proses rekapitulasi suara hasil Pileg dan Pilpres 2019. “Itu kan pleno penetapan hasil pemilu. Kami di Komisi Informasi tidak diundang. Walaupun kami tahu ada acara itu. Ini ada apa?” ujar Wijaya yang dalam rapat evaluasi kemarin memilih kebanyakan berada di luar ruangan.
Menurut Wijaya, rakyat memiliki hak konstitusi atau payung hukum untuk mendapatkan informasi publik. Dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik. Kemudian Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 huruf f. Selain itu ada juga Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak azasi manusia. “Ini lembaga Komisi Informasi malah tidak dilibatkan ketika ada penyampaian hasil pleno rekapitulasi suara,” tegas advokat senior ini.
Atas kondisi tersebut Ketua KPU Bali, I Dewa Agung Gede Lidartawan, dikonfirmasi usai rapat evaluasi Pileg/Pilpres 2019 di Kantor KPU Bali mengatakan dalam aturan pemilu Komisi Informasi tidak sebagai lembaga yang wajib dilibatkan.
“Tidak ada regulasi yang menyebutkan Komisi Informasi harus/wajib dilibatkan. Nggak ada itu. Memang dalam penetapan hasil penghitungan suara Pileg dan Pilpres kami tidak undang. Karena itu tadi tidak wajib,” dalih Lidartawan.
Namun demikian pada penetapan caleg terpilih hasil Pileg 2019 pihak KPU Bali akan mengundang Komisi Informasi. “Nanti pada saat penetapan Caleg DPRD Bali terpilih barulah kami undang. Karena itu ada aturannya. Kalau cuma rekap suara ya nggaklah. Lagian pada saat rapat penetapan hasil Pileg kan sudah ada kami sampaikan hasilnya ke Komisi Informasi. Walaupun kami tidak undang hadir. Hasilnya semua kami sampaikan,” tegas mantan Ketua KPU Kabupaten Bangli ini. *nat
1
Komentar