Dua Petinggi Yayasan Dwijendra Sidang Perdana
Gelapkan Uang, Hakim dan Jaksa Kompak Tak Lakukan Penahanan
DENPASAR, NusaBali
Dua petinggi Yayasan Dwijendra yaitu dr. I Ketut Karlota, 70 dan I Nyoman Satia Negara, 59 yang menjadi terdakwa kasus penggelapan dana yayasan menjalani sidang perdana pada Selasa (30/1). Menariknya, meski dijerat pasal dengan ancaman lebih dari 5 tahun, namun keduanya lolos penahanan.
Kedua terdakwa ini juga mendapat keistimewaan karena tidak diborgol dan tidak menggunakan rompi oranye seperti terdakwa lainnya yang menjalani sidang. Sementara dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Dewa Gede Anom Rai mendakwa keduannya telah melanggar Pasal 70 Juncto Pasal 5 UU RI No.16/2001 tentang Yayasan lengkap dengan perubahannya Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Mereka yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan pengalihan atau pembagian kekayaan yayasan baik berupa uang, barang maupun kekayaa berupa bentuk lain yang diproleh yayasan berdasarkan UU, secara langsung atau tidak langsung, baik berupa gaji, upah maupun honorium atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada Pembina Yayasan Dwijendra Denpasar," tegas Jaksa Anom dihadapan majelis hakim pimpinan Dewa Budi Wasara.
Diuraikan, berdasarkan berita acara rapat umum luar biasa Yayasan Dwijendra Denpasar No.24 tanggal 20 September 2013 memiliki posisi strategia dalam Yayasan yang berdiri sejak tahun 1953 tersebut Yakni dr I Ketut Karlota selaku ketua Pembina, dan dr I Nyoman Satia Negara sebagai anggota Pembina. Namun jabatan yang diemban para terdakwa ini disalahgunakan yakni dalam pelaksaan pengelolaan kekayaan Yayasan tidak semuanya tidak semuanya untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan, melainkan telah dialihkan atau dibagi oleh para terdakwa dalam bentuk tunjungan dan pinjaman.
Lebih lanjut, ungkap Jaksa Anom, para mengambil uang milik yayasan dalam bentuk tujungan dari bendehara (Gaji per bulan). Namun saat melakukan peminjaman, para terdakwa langsung meminta kepada pemengang Kas Yayasan yaitu saksi Sunu Waluyo tanpa persetujuan tertulis dari bendehara atau pendiri yayasan.
"Untuk uang yang diambil oleh terdakwa I (Karlota) sebesar Rp637 juta sejak tanggal 20 Februari 2014 belum dikembalikan. Sedangkan terdakwa II (Satia Negera) sebesar Rp343,9 juta telah dikembalikan dengan cara mencicil setiap bulan Rp5 juta yang dipotong dari uang tujunangan setiap bulan," kata Jaksa Kejati Bali ini.
Masih dalam dakwaan Jaksa Anom, bahwa total uang milik yayasa yang masih ada pada para terdakwa sebesar Rp258 juta dan total kekayaan (uang) yang dialihkan oleh para terdakwa sebesar Rp895 juta. "Dengan terjadinya pengalihan kekayaan (uang) milik Yayasa Dwijendra dalam bentuk pinjam sebesar Rp895 juta telah mengakibatkan ternganggunya Operasional Yayasan Dwijendra Denpasar," tegas Jaksa Anom.
Menanggapi dakwaan ini, para terdakwa melalui penasehat hukumnya berniat mengajukan keberatan atas dakwaa JPU atau eksepsi yang akan dibacakan pada sidang berikutnya. *rez
Kedua terdakwa ini juga mendapat keistimewaan karena tidak diborgol dan tidak menggunakan rompi oranye seperti terdakwa lainnya yang menjalani sidang. Sementara dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Dewa Gede Anom Rai mendakwa keduannya telah melanggar Pasal 70 Juncto Pasal 5 UU RI No.16/2001 tentang Yayasan lengkap dengan perubahannya Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Mereka yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan pengalihan atau pembagian kekayaan yayasan baik berupa uang, barang maupun kekayaa berupa bentuk lain yang diproleh yayasan berdasarkan UU, secara langsung atau tidak langsung, baik berupa gaji, upah maupun honorium atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada Pembina Yayasan Dwijendra Denpasar," tegas Jaksa Anom dihadapan majelis hakim pimpinan Dewa Budi Wasara.
Diuraikan, berdasarkan berita acara rapat umum luar biasa Yayasan Dwijendra Denpasar No.24 tanggal 20 September 2013 memiliki posisi strategia dalam Yayasan yang berdiri sejak tahun 1953 tersebut Yakni dr I Ketut Karlota selaku ketua Pembina, dan dr I Nyoman Satia Negara sebagai anggota Pembina. Namun jabatan yang diemban para terdakwa ini disalahgunakan yakni dalam pelaksaan pengelolaan kekayaan Yayasan tidak semuanya tidak semuanya untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan, melainkan telah dialihkan atau dibagi oleh para terdakwa dalam bentuk tunjungan dan pinjaman.
Lebih lanjut, ungkap Jaksa Anom, para mengambil uang milik yayasan dalam bentuk tujungan dari bendehara (Gaji per bulan). Namun saat melakukan peminjaman, para terdakwa langsung meminta kepada pemengang Kas Yayasan yaitu saksi Sunu Waluyo tanpa persetujuan tertulis dari bendehara atau pendiri yayasan.
"Untuk uang yang diambil oleh terdakwa I (Karlota) sebesar Rp637 juta sejak tanggal 20 Februari 2014 belum dikembalikan. Sedangkan terdakwa II (Satia Negera) sebesar Rp343,9 juta telah dikembalikan dengan cara mencicil setiap bulan Rp5 juta yang dipotong dari uang tujunangan setiap bulan," kata Jaksa Kejati Bali ini.
Masih dalam dakwaan Jaksa Anom, bahwa total uang milik yayasa yang masih ada pada para terdakwa sebesar Rp258 juta dan total kekayaan (uang) yang dialihkan oleh para terdakwa sebesar Rp895 juta. "Dengan terjadinya pengalihan kekayaan (uang) milik Yayasa Dwijendra dalam bentuk pinjam sebesar Rp895 juta telah mengakibatkan ternganggunya Operasional Yayasan Dwijendra Denpasar," tegas Jaksa Anom.
Menanggapi dakwaan ini, para terdakwa melalui penasehat hukumnya berniat mengajukan keberatan atas dakwaa JPU atau eksepsi yang akan dibacakan pada sidang berikutnya. *rez
Komentar